Agus R. Sarjono (Sastrawan dan Pujangga)

Diposting pada

Tim indoSastra

Profil sastrawan ini data awalnya diambil dari lembaga pemerintahan Indonesia, ini berdasarkan “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”Data tersebut kemudian diolah supaya lebih mudah dibaca.

Agus R. Sarjono dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan tahun 2000.

Sastrawan ini lahir pada tanggal 27 Juli 1962 di Bandung, Provinsi Jawa Barat

Riwayat pendidikan yang berhasil dicatat yaitu lulus dari IKIP Bandung (S1) pada studi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia; dan Kajian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, UI untuk S-2-nya.

Semasa mahasiswa ia aktif di Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung sebagai ketua (1987-1989).

Pengalaman kerja Agus yaitu pernah menjadi salah seorang Ketua DPH Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2003-2006.

Sebelumnya ia adalah Ketua Komite Sastra DKJ periode 1998-2001.

Mengenai pekerjaan pokok ia bekerja sebagai pengajar di Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung serta menjadi redaktur majalah Sastra Horison.

Disamping menjadi editor sejumlah buku antara lain: Saini KMPuisi dan Beberapa Masalahnya (1993);

Catatan Seni (1996); Kapita Selekta Teater (1996); Pembebasan Budaya-Budaya Kita (1999);

Dari Fansuri ke Handayani (2001); Horison Sastra Indonesia (2002); Horison Esai (2003);

Malam Sutera: Sitor Situmorang (2004); Teater Tanpa Masa Silam: Arifin C. Noer (2005); oetry and Sincerity (2006), Agus R. Sarjono juga menulis beberapa cerita pendek.

Acapkali Agus R. Sarjono menulis puisi, cerpen, dan esai. Karyanya dimuat berbagai koran, majalah, dan jurnal terkemuka di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Puisinya telah banyak dikaji oleh peneliti dalam dan luar negeri. Dr. Heike Gäßler, teaterawan dan sinolog di Berlin adalah salah satu pengkaji puisi Agus R. Sarjono.

Agus berpendapat tentang kumpulan puisi Tulang Segar dari Banyuwangi (Frische Knochen aus Banyuwangi).

“Agus R. Sarjono tidak saja menciptakan gambar/imaji, tetapi juga membangunkan elemen dan figur dalam puisinya agar hidup.

Agus membuatnya berkomunikasi seperti dalam suatu drama. Hal tersebut mengingatkan saya akan kebiasaan animistis.

Selain mengikuti bengkel kerja puisi, seperti Asean Writers Conference/Workshop (Poetry) di Manila (1994);

Agus juga pernah menjadi tutor/pendamping penyair Indonesia dalam Bengkel Puisi Majelis Sastera Asia Tenggara di Jakarta (1997).

Dia pernah diundang membacakan sajaknya di beberapa festival internasional, seperti Istiqlal International Poetry Reading di Jakarta (1995),

Festival Seni Ipoh III di negeri Perak, Malaysia (1998); Malam Puisi Indonesia-Belanda di Erasmus Huis (1998);

Festival de Winternachten di Den Haag, Belanda (1999; 2003), Malam Indonesia, Paris (1999);

Festival Internasional Poetry on the Road, Bremen (2001), Internasionales Literaturfestival, Berlin (2001), dan Puisi Internasional Indonesia di Makassar dan Bandung (2002).

Agus sering diundang pula menjadi pemakalah di berbagai kegiatan sastra, antara lain “Mimbar Penyair Abad 21″ di TIM (1996);

“Pertemuan Sastrawan Nusantara IX/Pertemuan Sastrawan Indonesia 1997″ di Sumatera Barat;

“Pertemuan Sastrawan Nusantara X/Pertemuan Sastrawan Malaysia I” di Johor Bahru

Mulai dari bulan Februari hingga Oktober 2001, Agus tinggal di Leiden, Belanda sebagai writer in residence atas undangan Poets of All Nations serta peneliti tamu pada International Institute for Asian Studies (IIAS), Universitas Leiden.

Ia juga pernah diundang sebagai penyair tamu di Heinrich Böll Haus, Langenbroich, Jerman, sejak Desember 2002 hingga Maret 2003.

Dalam masa itu ia diundang berdiskusi dan membacakan puisinya di berbagai universitas terkemuka dan pusat kesenian di Jerman.

Sejak enam tahun yang lalu, ia merupakan salah seorang instruktur sastra bagi para guru se-Indonesia.

Kesibukannya yang lain adalah sebagai anggota Majelis Sastra Asia Tenggara yang disponsori oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Salah satu karyanya pernah dimuat dalam cerpen pilihan Kompas 2003. Karya esainya diterbitkan dalam buku, antara lain Bahasa dan Bonafiditas Hatu (2001) dan Sastra dalam Empat Orba (2001).

Karya dramanya, terbit dalam buku Atas Nama Cinta (2004). Puisinya terbit dalam berbagai antologi di Indonesia, bahkan di Manila (Filipina), Seoul (Korea Selatan), serta Bremen dan Berlin (Jerman).

Selain itu, karyanya diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Serbia, Arab, Korea, dan China.

Bersama Berthold Damshauser, ia menjadi editor seri puisi Jerman dan menerjemahkan beberapa puisi, antara lain, Zaman Buruk bagi Puisi,

Berthold Brecht (2004); Candu dan Ingatan, Paul Celan (2005); Satu dan Segalanya, Johann Wolfgang von Goethe (2007).

Sekarang Agus R. Sarjono bersama istri dan dua anaknya kini tinggal di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

 Karya-karya Agus R. Sarjono:

 Puisi

  1. Kenduri Air Mata (1994; 1996)
  2. A Story from the Land of the Wind (1999, 2001)
  3. Suatu Cerita dari Negeri Angin (2001; 2003)
  4. Frische Knöckhen aus Banyuwangi (dalam bahasa Jerman, 2002)
  5. Diterbangkan Kata-Kata (antologi puisi, 2006)
  6. Kepada Urania (terjemahan karya Joseph Brodsky, 1998)
  7. Impian Kecemburuan (terjemahan karya Seamus Heaney, 1998

Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan