M.A Salmoen (Sastrawan dan Pujangga)

Diposting pada

Tim indoSastra

M.A Salmoen atau M.A Salmun dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1966 – 1970-an

Sastrawan sunda ini lahir pada tanggal 23 April 1903 di Rangkasbitung, Jawa Barat.

Nama lahir beliau adalah Mas Atje Salmun Raksadikaria. Ayah beliau bernama Mas Abusa’id Rakyadikaria dengan jabatan sebagai asisten wedana Pabyosongan Kabupaten Serang, Banten.

Ketika muda ayah Salmun terkenal penari ulung dan penulis sandiwara yang dahulu dikenal  dengan istilah” Kamidi”.

Sang Ibu adalah Nyi Mas Samayi, yang masih  mempunyai hubungan darah dengan bangsawan Lebak.

Menurut sejarah, sang Ibu, walaupun tidak pernah bersekolah akan tetapi pandai membaca Latin, Jawa, Sunda, dan Arab.

Pada zamannya Ibu Salmun dianggap sebagai ahli bahasa, karena mahir berbahasa Sunda, Jawa, Kawi, serta lancar berbahasa Melayu.

Disamping itu dapat pula sedikit-sedikit berbahasa Belanda Arab dan Tionghoa.

Selain itu Ibu Salmun pun faham pula berbagai pustaka Klasik, sehingga sering menjadi tempat bertanya sarjana-sarjana Belanda.

Pendidikan M.A Salmoen adalah HIS yang setara SD 6 tahun sekarang, setelah itu bekerja di Kantor Pos dan Telepon-Telegrap (PTT) Rangkasbitung,

kemudian dipindah ke Tanjung Karang dan selanjutnya ke Cianjur.

Ketika bertugas di Tanjung Karang, Salmun mulai mengarang serius dan senantiasa mengirim tulisan-tulisan ke Balai Poestaka.

Namun bukunya yang pertama berjudul Moro Julang Ngaleupaskeun Peusing (1923) dan Sungkeman Gelung (1928) terbit bukan oleh Balai Poestaka.

Tahun 1938 Salmun ditarik ke Sidang Pengarang Soenda, Balai Poestaka.

Tahun 1943 Salmun keluar dari Balai Poestaka, kemudian menjadi pegawai tinggi Pamong Praja di Banten, tapi kemudian kembali lagi (1948-1951).

Setelah kembali ke Balai Poestaka Salmun menerbitkan buku Padalangan Pasundan (1949), menyunting Mahabharata (1950),

Wawangsalan Jeung Sisindiran Karya Mas  Adiwinata dan Raden Bratakusumah menjadi Sisindiran pada tahun 1950 dan Gogoda Ka Nu Ngarora (1951).

Setelah keluar dari Balai Peostaka, beliau menjadi pegawai tinggi di Departemen Sosial sampai pensiun.

Ketika Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta membuka Kuliah Bahasa Sunda, Salmun diminta menjadi Dosen luar biasa tahun 1951.

M.A Salmoen juga aktif dalam Konperensi Basa Sunda di Bandung pada tahun 1952.

Konperensi ini melahirkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS).

Dalam setiap kongres yang diselenggarakan oleh LBSS, Salmun sering memberikan prasaran tentang bahasa dan sastra sunda, perkembangan dan tantangannya.

Pada tanggal 10 Pebruari 1972 M.A Salmoen meninggal dunia. Beliau dimakamkan dipemakanan Blender Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal.

M.A. Salmun yang beristirahat dengan tenang di bumi Bogor pada tahun 1972 namanya diabadikan untuk sebuah jalan di Kota Bogor yaitu: Jalan M.A Salmun.

Karya-karya M.A Salmoen:

Banyak sekali karya M.A Salmun, tercatat ada 480 judul, termasuk karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Ke-480 judul tersebut adalah terbitan tahun 1929 sampai 1967, terdiri dari:

  1. Guguritan 122 judul
  2. Wawacan 6 judul
  3. Sajak 25 judul
  4. Cerita pendek 103 judul
  5. Roman 7 judul
  6. Anekdot 26 judul
  7. Drama dangding dan gending karesmen 5 judul
  8. Bahasan 172 judul
  9. Pengetahuan bacaan umum 6 judul
  10. Buku pelajaran 8 judul.

Berikut adalah beberapa karya yang banyak menarik perhatian publik:

  1. Ciung Wanara (1939)
  2. Mundinglaya (1940)
  3. Ekalaya Palastra (1940)
  4. Asmarandhana (1942)
  5. Goda Rancana (1942)
  6. Membangun dan menerbitkan Majalah Sunda Tjandra di Bogor pada tahun 1954
  7. Padalangan Pasundan (Buku, 1949)
  8. Mahabharata (suntingan, 1950)
  9. Wawangsalan Jeung Sisindiran Karya Mas  Adiwinata dan Raden Bratakusumah menjadi Sisindiran pada tahun 1950 dan 
  10. Gogoda Ka Nu Ngarora (1951)
  11. Majalah Panglipur Mangle pada tahun 1957
  12. Majalah Sari pada tahun 1963
  13. Budah Cikapundung (cerita bersambung, 1965)
  14. Angeun Haseum (cerita bersambung, 1965)
  15. Villa Bati Nyeri (cerita bersambung, 1966)
  16. Neangan Bapa (cerita bersambung, 1966) 
  17. Masa Bergolak (1968)
  18. Naskah Gending Karesmen seperti Mundinglaya (1933)
  19. Kelenting Kuning (1933)
  20. Lenggang Kancana yang kemudian disadur oleh sastrawan Armijn Pane dalam Bahasa Indonesia pada 1934
  21. Gending Karesmen Arya Jalak Harupat riwayat Otto Iskandardinata pada tahun 1954
  22. Kandaga Sastra Sunda (buku, 1957) terbit di Bandung
  23. Paribasa Sunda (1971)

Demikianlah informasinya, semoga bermanfaat.