Nur Sutan Iskandar (Sastrawan dan Pujangga)

Diposting pada

Tim indoSastra

Profil sastrawan ini data awalnya diambil dari lembaga pemerintahan Indonesia, ini berdasarkan “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”Data tersebut kemudian diolah supaya lebih mudah dibaca.

Nur Sutan Iskandar dikelompokkan sebagai Sastrawan Balai Pustaka.

Nama asli Sastrawan penuh inspirasi Minangkabau ini adalah Muhammad Nur yang lahir pada tanggal 3 November 1893 di Sungaibatang, Maninjau, Sumatera Barat.

Nama beliau menjadi Nur Sutan Iskandar bermula waktu menikahi Aminah. Oleh keluarga Aminah, ia diberi gelar Sutan Iskandar.

Sejak itu, ia memakai gelar itu yang dipadukan dengan nama aslinya menjadi Nur Sutan Iskandar.

Dari perkawinannya dengan Aminah itu, Nur Sutan memperoleh lima anak: (1) Nursinah Supardo, lahir 5 Januari 1918,

(2) Nursjiwan Iskandar, lahir 6 November 1921, (3) Nurma Zainal Abidin, lahir 24 Mei 1925,

(4) Nurtinah Sudjarno lahir 7 Agustus 1928, dan (5) Nurbaity Iskandar, lahir 22 Maret 1933.

Dua dari lima anaknya, yaitu Nursinah Supardo dan Nursjiwan Iskandar, menuruni bakatnya, gemar dengan dunia karang-mengarang.

Riwayat pendidikan beliau hanya tamatan Sekolah Dasar. Walaupun demikian, Nur Sutan Iskandar dikenal sebagai orang yang haus ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, sambil bekerja ia terus berusaha untuk menambah pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal.

Hingga pada tahun 1921, ia dinyatakan lulus dari kleinambtenaar ‘pegawai kecil’ di Jakarta dan tahun 1924 ia juga mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus ‘Kursus Pegawai Pamongpraja’ di Jakarta.

Sementara itu, ia juga terus memperdalam kemampuan berbahasa Belanda.

Nur Sutan Iskandar menamatkan pendidikan sekolah rakyatnya pada tahun 1909.

Setahun berikutnya, ia diangkat menjadi guru bantu di sekolah yang sama. Setelah itu, ia pindah ke kota Padang.

Selanjutnya, tahun 1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke Jakarta.

Setelah berada di Jakarta, ia bekerja di Balai Pustaka sebagai pengoreksi naskah karangan yang masuk ke redaksi.

Ia mendapat tugas itu dari Sutan Muhammad Zein, Pemimpin Balai Pustaka saat itu.

Di Balai Pustaka itu ia banyak memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai dunia karang-mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu.

Waktu ada kesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo.

Oleh Dr. Sutomo, ia diajak berkeliling kota Surabaya.

Hampir semua tempat di sana mereka kunjungi, tidak terkecuali tempat pelacuran.

Bakat menulisnya yang sudah tumbuh mulai memainkan peran.

Pengalaman berkeliling di tempat pelacuran, kemudian dituangkannya menjadi karangan yang diberi judul Neraka Dunia (1937).

Berkat ketekunannya, ia diangkat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925—1942) dan Kepala Pengarang Balai Pustaka (1942—1945).

Pada saat itulah, kreativitasnya sebagai penulis sangat berkembang. Nur Sutan Iskandar termasuk penulis yang produktif.

Selain menulis karya asli, ia juga menulis karya saduran dan terjemahan. Hal itu dimungkinkan karena penguasaan bahasa asingnya cukup baik.

Nur menghabiskan masa kanak-kanaknya di tempat kelahirannya, Sungaibatang. Sungai Batang itu terletak di tepi Danau Maninjau.

Keindahan kampungnya dan suasana kehidupan masyarakat di kampungnya itu betul-betul diresapinya. Hal ini terlihat dari karya yang dilahirkannya.

Dalam Pengalaman Masa Kecil (1949), misalnya, Nur Sutan Iskandar dengan jelas bercerita tentang keindahan kampung halamannya dan suka duka masa kecilnya.

Di lain pihak, dalam Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1923), Cinta yang Membawa Maut (1926),

Salah Pilih (1928), dan Karena Menua (1932), ia banyak bercerita tentang kepincangan yang terjadi dalam masyarakatnya,

khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat.

Pada usia 82 tahun, tepatnya tanggal 28 November 1975, Nur Sutan Iskandar meninggal dunia.

a. Karya Asli

  1. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1923)
  2. Cinta yang Membawa Maut (1926)
  3. Salah Pilih (1928)
  4. Abu Nawas (1929)
  5. Karena Mentua (1932)
  6. Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
  7. Dewi Rimba (1935)
  8. Hulubalang Raja (1934)
  9. Katak Hendak Jadi Lembu (1935)
  10. Neraka Dunia (1937)
  11. Cinta dan Kewajiban (1941)
  12. Jangir Bali (1942)
  13. Cinta Tanah Air (1944)
  14. Cobaan (Turun ke Desa) (1946)
  15. Mutiara (1946)
  16. Pengalaman Masa Kecil (1949)
  17. Ujian Masa (1952)
  18. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas II (1952)
  19. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III (1952)
  20. Peribahasa karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman Datuk Majoindo (1946)
  21. Sesalan Kawin (t.t.)

b. Karya Saduran

  1. Si Bakhil (1926)
  2. Pelik-pelik Pendidikan I–IV (1952).

c. Karya Terjemahan

  1. Tiga Orang Panglima Perang (Alexander Dumas) (1922)
  2. Dua Puluh Tahun Kemudian (Alexander Dumas) (1925)
  3. Graaf de Monte Cristo I–IV (Alexander Dumas) (1925)
  4. Belut Kena Ranjau I–II (Banonesse Orczy) (1951)
  5. Anjing Setan (A. Conan Doyle) (1928)
  6. Anak Perawan di Jalan Sunyi (A. Conan Doyle) (1928)
  7. Gudang Intan Nabi Sulaeman (H. Rider Haggard) (1929)
  8. Kasih Beramuk dalam Hati (Beatrice Harraden) (1931)
  9. Memperebutkan Pusaka Lama (Edouard Kijzer) (1932)
  10. Iman dan Pengasihan I–IV (H. Sienkiewicz) (1933)
  11. Permainan Kasti (F.H.A. Claesen) (1940)
  12. Perjalanan Ahmad ke Eropa (N.K. Bieger) (1940)
  13. Sayur-Sayuran Negeri Kita (J.J. Ochse) (1942)
  14. Pablo (Lidow) (1948)
  15. Asal Binatang (Giane Anguissola) (1948)
  16. Si Buyung (S. Franke) (1949)
  17. Bersiap (C. Wilkeshuis) (1949)
  18. Pengajaran di Sweden (Jan Lighthart) (t.t.)
  19. Sepanjang Garis Kehidupan (R. Kasimier) (1951)
  20. Medan Perdagangan (K. Gritter) (1951)
  21. Edison Sripustaka (K. Gritter) (t.t.)
  22. Maw Volksalmanak (K. Gritter) (t.t.)

Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan