Berikut adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Kalimantan Barat yaitu legenda “Batu Menangis” yang dikisahkan secara turun temurun.
Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.
Alkisah, dahulu pada suatu masa, di Kalimantan Barat hiduplah sebuah keluarga miskin di dekat bukit yang terpencil, dan jauh dari desa.
Keluarga ini hanya terdiri dari seorang ibu dan seorang anak perempuan. Mereka hidup sangat sederhana, apalagi si ibu sudah cukup tua, jadi tenaganya sangat terbatas.
Walau hidup susah, ternyata anak gadis dari ibu tersebut cukup cantik. Ini adalah anugrah bagi keluarga miskin ini.
Tapi ternyata, dibalik kecantikan sang anak, ada satu hal yang membuat si ibu sedih, walau wajahnya cantik tapi tidak sebanding dengan sifat tingkah lakunya yang buruk.
Anak gadisnya mempunyai banyak sifat yang tidak baik, dia hanya menghabiskan hari dengan bermalas-malasan, tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah dan tidak pernah membantu ibunya sedikit pun.
Kerjanya setiap hari hanya duduk-duduk atau bermalas-malasan di depan rumah. Setiap waktu hanya untuk berhias dan bersolek.
Lebih parah lagi, anak gadis itu mempunyai sifat yang sangat manja. Dia hanya suka meminta tanpa pernah memberi. Segala permintaannya harus dituruti.
Jadi kalau ada sebuah permintaan, semuanya harus dipenuhi oleh sang ibu.
Anaknya tidak pernah peduli keadaan ibunya yang miskin dan setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.
Setiap hari ibunya susah payah menuruti setiap keinginan anaknya. Lalu pada suatu kesempatan, si ibu mengajak anak gadisnya turun bukit menuju ke desa untuk berbelanja.
Mereka pun mulai berangkat, ternyata letak pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan.
Sepanjang perjalanan, anak gadis itu berjalan tanpa membawa barang sedikit pun dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek.
Dia sengaja berhias dan bersolek, supaya setiap orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya.
Sedangkan di lain pihak, ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat kusam dan dekil.
Ternyata tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak, karena mereka hanya tinggal berdua di bukit yang terpencil.
Lalu akhirnya mereka berdua sampai ke desa yang dituju. Di sana banyak penduduk desa yang memandangi mereka.
Banyak yang menjadi terpesona melihat kecantikan sang gadis, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah anak gadis tersebut.
Tidak hanya itu, penduduk desa juga melihat wanita tua yang berjalan di belakang sang gadis. Wanita tua itu adalah ibu kandungnya.
Tapi keadaan dan pakaiannya sangat bertolak belakang dengan gadis yang selalu bersolek dan memakai pakaian yang sangat bagus.
Melihat keadaan yang sangat berbeda tersebut, tentu saja menimbulkan tanda tanya pada setiap orang yang melihat mereka.
Lalu kemudian, di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu:
“Hai, gadis cantik. Boleh kenalan nggak?”
Sang gadis pun menjawab: “Boleh”
Kemudian sang pemuda bertanya lagi: “Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?”
Tapi sungguh mencengangkan, ternyata sang gadis menjawab dengan sombongnya: “Bukan, dia adalah pembantuku”
Tanpa ada rasa bersalah, sang gadis melanjutkan perjalanan diikuti oleh sang ibu yang berada di belakangnya.
Beberapa waktu kemudian, kembali ada seorang laki-laki muda yang mendekati mereka dan menyapa dengan rayuan.
Laki laki tersebut menyapa si gadis: “Halo cantik, oh betapa mempesonanya dirimu, lalu apakah yang berjalan di belakangmu itu ibumu?”
Kembali sang gadis menjawab dengan angkuhnya: “Bukan, bukan, wanita tua ini adalah budak”
Peristiwa yang sama terus terjadi. Sepanjang perjalanan jika ada yang menyapa dan menanyakan perihal ibunya, selalu keluar jawaban dari sang gadis.
Selalu sang gadis menjawab dengan kata-kata yang menyakitkan hati, dia tidak mengakui ibu kandungnya, bahkan dia menghina dan menganggap ibunya sebagai orang lain yang sangat rendah.
Tapi ibu tetap sabar, ketika awal-awal mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan diri.
Tapi setelah terjadi berulang kali dan sang ibu mendengar jawaban yang sama dan sangat melukai perasaan wanita yang pernah susah payah melahirkan dan membesarkan anaknya dengan membanting tulang.
Hingga akhirnya kesabaran sang ibu habis. Dia tidak sanggup menahan diri lagi. Kemudian dengan penuh duka, sang ibu lalu berdoa:
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa.
Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia….”
Kemudian ada hal aneh yang terjadi, doa sang ibu sungguh dikabulkan. Berkat kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu.
Tubuhnya menjadi batu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
“Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilah anakmu..”
Suara tangisannya terus terdengar, dan dia terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Tapi sayang, semuanya telah terlambat.
Hingga akhirnya, semua bagian tubuh gadis sudah berubah menjadi batu. Walau sudah menjadi batu, tapi warga yang menyaksikan dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis.
Barangkali karena fakta itulah, kemudian batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya ini mendapat sebutan sebagai: “Batu Menangis”.