Ini adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Riau yaitu legenda “Bawang Merah dan Bawang Putih” yang dikisahkan secara turun temurun.
Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.
Alkisah, dahulu pada suatu masa, ada sebuah desa indah yang masih banyak pohon-pohon dan tanaman alami.
Juga terdapat penduduk desa yang memiliki kehidupan sendiri-sendiri.
Di desa tersebut terdapatlah sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih.
Walau sang ayah hanya pedagang biasa, tapi mereka hidup rukun dan damai.
Hingga pada suatu hari kebahagiaan mereka terusik, karena ibu bawang putih jatuh sakit yang cukup parah.
Setelah sekian lama menderita sakit keras tersebut, akhirnya sang ibu tercinta meninggal dunia.
Keluarga ini sangat sedih. Mereka telah kehilangan orang yang sangat dibutuhkan.
Sementara itu di lain pihak, di desa mereka juga terdapat keluarga lain yang terdiri dari seorang janda yang memiliki anak wanita yang bernama Bawang Merah.
Setelah meninggalnya ibu dari Bawang Putih, kemudian ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih.
Tak lupa, dia juga sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol.
Lama kelamaan, lalu muncul pikiran ayah Bawang putih bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Kemudian sang ayah berkonsultasi dengan bawang putih, setelah itu ayah Bawang putih memutuskan untuk menikah dengan ibu bawang merah.
Sekarang keluarga mereka sudah bertambah anggota. Pada mulanya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih.
Tapi seiring waktu berjalan, sedikit demi sedikit sifat asli mereka mulai kelihatan.
Mereka sering memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang.
Jadinya bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sedangkan Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja.
Tapi Bawang Putih tetap ikhlas melakukan semua pekerjaan tersebut, dan tidak pernah menceritakan pada Ayahnya.
Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya.
Duka Bawang Putih kembali bertambah. Karena pada suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit. Sakit beliau cukup parah.
Bawang putih dengan tulus kembali merawat sang ayah yang sakit. Tapi karena penyakitnya cukup parah, akhirnya beberapa waktu kemudian sang ayah meninggal dunia.
Setelah wafatnya sang ayah, maka Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih.
Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat.
Bawang putih di perintahkan sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya.
Setelah itu dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai.
Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya.
Itu semua tidak masalah baginya, karena Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Seperti biasa, pagi ini pun Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai.
Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya.
Dengan segera Bawang putih mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya.
Karena terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa ada satu baju telah hanyut terbawa arus.
Alangkah terkejutnya Bawang Putih, karena baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya.
Tanpa pikir panjang, Bawang Putih langsung mencari menyusuri sungai, karena baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh.
Sudah jauh Bawang putih mencoba mencarinya, tapi tidak berhasil menemukannya.
Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
Sesampainya di rumah. Bawang Putih pun dibentak oleh ibu tirinya: “Dasar ceroboh!, Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu!
Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Mendengar itu, Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibu tirinya. Lalu ia segera pergi kembali menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi.
Waktu itu hari sudah siang dan panas, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya.
Bawang putih melihat dengan sungguh-sungguh setiap jengkal sungai, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana.
Sekarang dia sudah jauh mencari dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya.
Maka Bawang putih bertanya:
“Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.”
Sang Paman pun menjawab;
“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya”.
Setelah mengucapkan terima kasih, Bawang putih segera berlari kembali menyusuri.
Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba.
Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya
Kemudian ada seorang perempuan tua membuka pintu. Dia menanyakan siapakah Bawang Putih.
Bawang putih pun menjawab dengan segera:
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut.
Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?”
Sang nenek pun menjawab dengan ramah:
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?”
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu, baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu.
Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?”
Mendengar itu, lalu bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian.
Bawang putih pun merasa iba.
“Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Kemudian Bawang Putih selama seminggu tinggal dengan nenek tersebut.
Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek.
Tentu saja nenek itu merasa senang.
Lalu akhirnya sudah satu minggu berlalu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti.
Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!”
Pada awalnya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya.
Tapi akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil.
Mendengar jawaban Bawang Putih, nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah. Mereka lalu saling melambaikan tangan.
Akhirnya Bawang Putih berangkat pulang kembali ke rumah.
Ketika sampai di sana, dengan segera Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya.
Setelah itu dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Berapa terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, ternyata di dalamnya berisi emas permata yang sangat banyak.
Seketika itu juga Bawang Putih berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah.
Tanpa basa-basi mereka dengan serakah langsung merebut emas dan permata tersebut.
Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut.
Akhirnya, dengan jujur Bawang putih pun menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan labu kuning tersebut.
Setelah mengetahui cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya.
Lalu Bawang Merah segera pergi ke rumah sang nenek. Hingga akhirnya dia sampai di sana yaitu di pinggir sungai.
Mereka pun saling bicara. Juga sama dengan bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu.
Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan.
Jika ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan.
Satu minggu pun berlalu. Setelah itu sang nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. Dia segera melepas Bawang Merah.
Tapi sebelum itu, Bawang Merah bertanya dengan penasaran: “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?”
Kemudian nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan.
Tanpa basa-basi bawang merah dengan cepat mengambil labu yang besar.
Sekarang Bawang Merah sudah memegang labu yang besar, setelah itu tanpa mengucapkan terima kasih dia pun meninggalkan nenek tua tersebut.
Dia pun berangkat dengan senyum puas. Dengan segera dia pulang kembali ke rumah.
Ketika sampai di rumah, bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya.
Dengan serakahnya, dan takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai.
Dengan wajah tak percaya, Bawang Putih pun meninggalkan rumah.
Sementara itu Bawang Merah dan ibunya dengan tidak sabar segera membelah labu tersebut.
Mereka berdua sangat bernafsu membukanya.
Setelah berhasil labu tersebut dibelah, ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain.
Mereka sangat terkejut, sesaat kemudian binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya.
Karena banyak terkena gigitan dan bisa yang mematikan, akhirnya mereka berdua pun tewas.
Sementara itu di lain pihak, Bawang Putih berada di sungai dengan selamat dan tidak kurang suatu pun.
Seperti biasanya, dia selalu tersenyum dan menikmati suasana sungai yang indah.
Itulah perbedaan antara orang yang ikhlas dengan orang serakah. Yang ikhlas mendapat keberuntungan, sedangkan yang serakah justru buntung, malah tewas karena terlalu bernafsu.