Berikut adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Kalimantan Tengah yaitu Legenda “Kutukan Raja Pulau Mintin” yang dikisahkan secara turun temurun.
Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.
Alkisah pada suatu masa di sebuah kecamatan yang sekarang berada di Provinsi Kalimantan Tengah, namanya adalah kecamatan Kahayan Ilir.
Di daerah ini terdapat Pulau Mintin. Di sana terdapat sebuah kerajaan yang damai, hidup makmur dan sejahtera.
Rakyatnya pun hidup dengan bahagia.
Kearifan rajanya, membuat kerajaan ini sangat terkenal.
Oleh karenanya tidak heran jika kerajaan itu menjadi wilayah yang tenteram dan makmur.
Di tengah kehidupan yang tenang tersebut, tiba-tiba ada sebuah kenyataan duka yang menghampiri sang raja.
Beliau sangat berduka karena sang permaisuri dari raja tersebut meninggal dunia.
Setelah ditinggal istrinya, sang raja pun kemudian menjadi murung dan nampak selalu sedih.
Keadaan ini membuatnya tidak dapat lagi memerintah dengan baik.
Kenyataan ini berakibat pada kondisi kesehatan raja, yang dari hari ke hari badannya makin lemah.
Dia pun menjadi sakit dan kurang semangat.
Untuk mengatasi kondisi yang makin parah, akhirnya sang raja memutuskan untuk melakukan penyegaran dan pergi wisata untuk menghibur diri.
Sang raja memilih cara wisata dengan pergi berlayar. Beliau pun berangkat didampingi pengawal istana.
Karena dia meninggalkan kerajaan, sang raja tidak ingin pemerintahannya berhenti setelah kepergiannya.
Kemudian sang raja memutuskan untuk menyerahkan tahtanya pada kedua anak kembarnya.
Sang Raja memiliki anak kembar yang keduanya berjenis kelamin laki-laki. Yang pertama bernama Naga dan yang kedua bernama Buaya.
Setelah menerima titah ayah yang tak lain adalah raja, Naga dan Buaya menyanggupinya untuk melanjutkan roda pemerintahan kerajaan.
Kedua putra kembar itu pun kemudian memerintah kerajaan yang makmur tersebut.
Tapi ternyata ada persoalan besar karena pucuk pemerintahan berada pada dua orang.
Walaupun putra raja adalah kembar, ternyata mereka mempunyai watak yang sangat berbeda.
Anak pertama yang bernama Naga mempunyai watak negatif seperti senang berfoya-foya, mabuk-mabukan dan berjudi.
Sementara itu putra kembar lain yang bernama buaya memiliki watak positif seperti pemurah, ramah tamah, tidak boros dan suka menolong.
Karena menyaksikan tingkah laku si Naga yang selalu menghambur-hamburkan harta kerajaan, maka si Buaya pun menjadi marah.
Buaya sudah berulangkali menasehati Naga. Tapi Naga tidak mau menggubrisnya. Akhirnya si Buaya memarahi si Naga.
Namun ternyata naga tidak mau menuruti nasehat Buaya. Lalu pertengkaran mereka berlanjut dan berkembang menjadi perkelahian.
Kondisi ini membuat prajurit kerajaan menjadi terbagi dua, sebagian memihak kepada Naga dan sebagian yang lain memihak pada Buaya.
Perang pun tidak bisa dihindari, makin lama makin dahsyat sehingga memakan banyak korban jiwa dan kerugian harta benda.
Sementara itu sang raja sedang berlayar, tiba-tiba beliau memiliki firasat buruk.
Beliau merasa ada sesuatu yang gawat sedang terjadi di kerajaan. Dengan sigap dia pun memutuskan untuk pulang ke istana.
Seketika itu juga beliau pun mengubah haluan kapalnya untuk kembali ke kerajaan yang ditinggalkan. Para pengawal pun bekerja keras untuk cepat kembali ke istana.
Ketika sampai di kerajaan, sang raja seolah tidak percaya melihat kenyataan. Beliau pun terkejut melihat putra kembarnya sedang berperang satu sama lain.
Akhirnya sang raja menjadi marah dan berkata dengan lantang: “Wahai dua orang putraku, kalian telah menyia-nyiakan kepercayaan ayah.
Dengan peperangan ini kalian sudah menyengsarakan rakyat. Untuk itu terimalah hukumanku”
Beliau pun melanjutkan titahnya: “Buaya jadilah engkau buaya yang sebenarnya dan hidup di air”
“Karena kesalahanmu yang sedikit, maka engkau akan menetap di daerah ini. Tugasmu adalah menjaga Pulau Mintin”
Kemudian sang raja berkata pada putranya yang bernama Naga: “Sedangkan engkau naga jadilah engkau naga yang sebenarnya.
Karena kesalahanmu yang besar engkau akan tinggal di sepanjang Sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga agar Sungai Kapuas tidak ditumbuhi Cendawan Bantilung”
Sesaat kemudian langit menjadi gelap dan petir menggelegar, sebagai jawaban atas kutukan yang diucapkan oleh sang raja.
Sesudah itu suasana menjadi tegang, ada hal aneh yang terjadi. Dua orang putra kembar raja sudah berubah wujud.
Sesuai kutukan raja, kedua anak berubah wujud sesuai nama mereka.
Putra kembar pertama yang bernama Naga berubah wujud menjadi binatang Naga yang sebenarnya.
Sedangkan putra kembar kedua yang bernama Buaya menjadi binatang Buaya yang sebenarnya.