Ini adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Bengkulu yaitu legenda “Ular n’Daung” yang dikisahkan secara turun temurun.
Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.
Di daerah Bengkulu, alkisah pada suatu zaman, terdapatlah sebuah daerah di kaki gunung yang indah dan permai.
Di sana tinggalah sebuah keluarga yang terdiri dari seorang wanita tua dengan tiga orang anaknya.
Kehidupan keluarga ini sangatlah miskin. Untuk hidup sehari-hari merekahanya bertani dan menjual hasilnya pada kebun yang sangat sempit.
Hingga pada satu ketika perempuan tua itu sakit keras.
Melihat kondisinya yang cukup parah, lalu mereka berusaha mencari obat kemana-mana.
Lalu sampailah mereka mendapatkan informasi melalui orang pintar di desa.
Orang itu meramalkan meramalkan bahwa wanita itu akan tetap sakit apabila tidak diberikan obat khusus.
Setelah keluarga ini mendapat informasi lebih lanjut.
Ternyata obatnya adalah daun-daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib dari puncak gunung.
Mengetahui hal tersebut, betapa sedihnya hati keluarga tersebut. Karena semua orang tahu bahwa bara dari puncak gunung itu konon dijaga oleh seekor ular gaib.
Menurut cerita penduduk desa itu, ular tersebut akan memangsa siapa saja yang mencoba mendekati puncak gunung itu.
Semua anggota keluarga ini akhirnya berniat untuk pergi ke puncak gunung tersebut.
Walau pergi kesana sangat sulit, tapi obat untuk ibu sangat penting.
Namun sayang, tak seorang pun anak si ibu yang berani untuk pergi ke sana.
Tapi untunglah ternyata ada anak bungsi (paling kecil) yang bersedia untuk pergi ke puncak gunung mencari obat.
Demi rasa sayang pada ibu dan keluarganya, besok hari pagi-pagi, akhirnya si bungsu pun berangkat ke puncak gunung yang menakutkan tersebut.
Walau dengan perasaan takut, dia tetap melangkah dengan niat tulus.
Ia pun mulai mendaki gunung kediaman si Ular n’Daung.
Sepanjang perjalanan dia sendiri bisa menyaksikan, bahwa adalah betul cerita masyarakat bahwa tempat kediaman ular ini sangatlah menyeramkan.
Apalagi pohon-pohon sekitar gua itu besar dan berlumut.
Daun-daunnya menutupi sinar matahari sehingga tempat tersebut menjadi temaram.
Dia pun terus berjalan dengan hati-hati dan penuh rasa khawatir. Tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dan raungan yang keras.
Tanah bergetar. Inilah pertanda si Ular n’Daung mendekati gua kediamannya.
Kemudian dia melihat mata ular tersebut menyorot tajam dan lidahnya menjulur-julur.
Sungguh peristiwa yang belum pernah dialaminya.
Meski demikian, akhirnya si bungsu mendekati sang ular dan berkata:
“Wahai ular yang keramat, berilah saya sebutir bara gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sakit”
Sungguh dia tidak menyangka, ternyata sang ular yang ganas itu kemudian menjawab, bahkan dengan suara yang sangat ramah:
“Bara itu akan kuberikan kalau engkau bersedia menjadi isteriku!”
Awalnya si Bungsu terkejut, kemudian dia menduga bahwa perkataan ular ini hanyalah untuk mengujinya.
Maka setelah itu dia pun menyanggupi syarat tersebut.
Kemudian sang ular memberikan obat yang diharapkan. Lalu si bungsu membawa pulang bara api pulang dan memberikannya untuk mengobati si ibu tercinta.
Besok harinya si bungsu pun, kembali lagi ke puncak gunung untuk menepati janjinya pada Ular n’Daung.
Dia datang ke tempat yang seram ini untuk dijadikan istri oleh si ular.
Sesampainya di sana, betapa terkejutnya si bungsu menyaksikan kejadian ajaib.
Yaitu, pada malam harinya, ternyata ular itu berubah menjadi seorang ksatria tampan bernama Pangeran Abdul Rahman Alamsjah.
Tapi pagi harinya ia akan kembali menjadi ular. Hal itu disebabkan oleh karena ia telah disihir oleh pamannya menjadi ular.
Karena pamannya tersebut menghendaki kedudukannya sebagai calon raja.
Sementara itu di rumah keluarga miskin tadi, ibunya menjadi sehat dan hidup dengan kedua kakaknya yang jahat.
Mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dengan si Bungsu.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berangkat ke puncak gunung. Setelah perjalanan yang panjang, akhirnya mereka tiba di sana pada waktu malam hari.
Betapa terkejutnya mereka mereka ketika mereka mengintip dari luar gua, ternyata bukan ular yang dilihatnya tetapi lelaki tampan.
Mereka jadi terkagum-kagum melihat peristiwa aneh ini.
Hingga akhirnya muncul perasaan iri dan dengki dalam diri kedua saudaranya yang kurang baik tersebut.
Mereka berniat untuk memfitnah adiknya.
Untuk melancarkan niat jahatnya, lalu mereka mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu.
Mereka membakar kulit ular tersebut. Mereka mengira dengan demikian ksatria itu akan marah dan mengusir adiknya itu.
Ternyata hal ajaib lainnya akhirnya terjadi, ternyata dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak sengaja telah membebaskan pangeran itu dari kutukan sang Paman.
Akhirnya peristiwa ini diketahui oleh sang pangeran. Waktu melihat kulit ular itu terbakar, lalu sang pangeran menjadi sangat gembira.
Dengan penuh segera dan rasa cinta, ia berlari dan memeluk si Bungsu istrinya.
Kemudia dia menceritakan bahwa sihir pamannya itu akan sirna kalau ada orang yang secara suka rela membakar kulit ular itu.
Dari berbagai rangkaian peristiwa ajaib tadi, akhirnya si Ular n’Daung sekarang sudah menjadi manusia seutuhnya, bukan lagi setengah hari jadi manusia, setengah hari jadi ular.
Sekarang dia sudah kembali lagi menjadi Pangeran Abdul Rahman Alamsjah secara permanen, kemudian dengan penuh sukacita dia memboyong istrinya yaitu si Bungsu ke istananya.
Sesampainya mereka di istana, lalu pamannya yang jahat diusir dari istana. Pangeran dan si Bungsu lalu hidup bahagia hidup di istana.
Karena si bungsu adalah anak yang baik, tak lupa dia juga mengajak keluarganya tinggal di istana.
Tetapi dua kakaknya yang jahat menolak karena merasa malu akan perbuatan mereka dahulu.
Hingga akhirnya Pangeran Abdul Rahman Alamsjah dan permaisurinya yang tidak lain adalah si Bungsu yang berasal dari keluarga miskin, akhirnya hidup bersama di kerajaan dan memiliki rumah tangga yang sakinah dan bahagia.