Sastra dalam Siraman Rohani
Dalam kalimah penyejuk hati berikut adalah ceramah dari Ustadz Adi Hidayat yang sangat mencerahkan fikiran kita.
Awas, hati-hati, semua amal itu akan diikat dengan niatnya. Dengan niat itulah Allah memberikan dua hal. Pertama, berpahala atau tidak, jadi investasi akhirat atau tidak. Kedua, kesungguhan kita untuk mencapai itu.
Bapak, Ibu, punya pekerjaan, kan? Serius tidaknya tergantung motivasi niatnya. Kalau niatnya sungguh-sungguh, pasti serius. Kalau tidak, ya biasa-biasa saja.
Anda jadi tentara, kalau niat betul jadi tentara, akan sungguh-sungguh. Kalau tidak niat, ya biasa-biasa saja. Ada tugas dikerjakan, tidak ada santai.
Anda kuliah, kalau niatnya benar, sungguh-sungguh belajarnya. Duduk paling depan, dengarkan dengan baik, catat, kalau tidak paham, bertanya. Makanya, masuk dengan keluar beda.
Masuk belum paham, keluar sudah paham. Ini duduk masuk kelas, duduk di kursi barisan belakang. Duduk di kelas penuh dengan obrolan.
Pikirannya tidak pernah bertanya, pulang mau ujian minggu tenang jadi minggu gelisah. Pinjam catatan teman, itu belum niat. Tidak niat kuliahnya.
Kalau mau niat, sungguh-sungguh, pasti serius. Jadi, semua pekerjaan itu akan tercapai hasilnya kalau sungguh-sungguh, kalau serius.
Jadi, kalau melamar sekali ditolak, kedua kali terus, tiga kali, empat kali, ya. Kalau tidak ada di tempat itu, cari tempat lain.
Ada seorang pemain biola tingkat tinggi. Biolanya saja harganya puluhan miliar. Kalau sekali konser, tarifnya bisa di atas 1-2 miliar.
Tiba-tiba dia coba iseng ngamen di pinggir jalan. Tidak ada yang tahu kalau itu pemain biola termahal di dunia.
Begitu memainkan musiknya, bagus. Musiknya yang dikasih cuma recehan sekian sen, sekian sen. Dapatnya berapa? Ya cuma sekian dolar, 4-5 dolar saja.
Padahal, kalau manggung, tarifnya bisa 2 miliar. Tapi, analisis komentarnya sangat luar biasa. Ternyata, manusia itu perhatikan.
Kalau ingin sukses, harus pandai menempatkan diri. Dia dihargai murah karena di tempat yang memang tidak mengetahui siapa dia.
Ketika dia menempatkan diri pada tempatnya, maka berharga nilainya di hadapan Allah. Jadi, kalau Anda di satu tempat dianggap tidak bernilai, cari tempat lain. Mungkin di situ bukan tempat yang layak bagi Anda untuk menunjukkan siapa Anda.
Tapi, mesti serius. Itulah sebabnya ada Sai. Ayo, lari-lari kecil terus lari-lari besar, apa maraton. Sai dari kata saa, artinya sungguh-sungguh, serius mencapai peluang.
Naik ke atas bukit untuk melihat dengan jernih ke Rahmah. Lihat dari Safa sampai Marwah dengan sifat Rahmah. Marwah itu puncak tertinggi yang ingin diraih.
Maka, gunakan dengan Sai, sungguh-sungguh, serius. Kalau lihat peluang, kejar, walaupun dengan berlari. Kalau sampai tidak ketemu, balik lagi.
Walaupun sampai bolak-balik, bolak-balik, bolak-balik, pada akhirnya pasti ditemukan yang cocok dengan kita. Sungguh-sungguh.
Nah, ini, kalau Anda ingin serius, ingin sukses, ya, mencapai sesuatu apa pun, serius. Yang sekolah serius, ya. Perwira-perwira masuk mau sekolah serius, ya.
Jangan mengandalkan joki. Ayo, serius supaya ilmunya benar, ya. Urutkan Anda juga sama nih yang di kampus-kampus dan sebagainya tuh, ya.
Kuliah yang betul, kan mau Indonesia Emas tuh 2045. Bagaimana bisa dapat emas kalau tidak sungguh-sungguh? Tuh, yang kemarin Pon tuh, kalau tidak serius, tidak dapat emas.
Nah, yang kedua begini. Kalau cuma pakai yang pertama, yang belum beriman pun dapat itu. Terus, faedahnya kita beriman apa?
Gini nih, ada yang belum beriman, non-muslim, kerja serius. Anda sudah beriman, kerja serius juga. Sama-sama serius, dua-duanya sukses.
Lalu, manfaat imannya apa? Ini untuk menjawab pertanyaan begini. “Pak, Abdi teh muslim, naha nu non-muslim teh tiasa sukses kaya Abdi teu kaya saya salat tapi tidak kaya-kaya.”
Nah, itu pertanyaan yang salah. Supaya kaya, itu penyebabnya bukan salat, tapi serius, sungguh-sungguh. Kalau sungguh-sungguh kerja, sukses. Sungguh-sungguh belajar, sukses.
Salat itu, nah, ini mendampingi kesuksesan dengan keberkahan. Kalau ingin berkah, salat. Ingin nyaman, salat.
Salat mendesain kesuksesan itu melahirkan Falah, kebahagiaan yang mendamaikan. Makanya, Falah dalam bahasa Inggris definisinya success and happiness, sukses dan bahagia.
Balik ke sini, ke hadis tadi. Lalu, apa manfaatnya di situ? Huruf ba itu niat. Itu apa? Merubah rutinitas menjadi ibadah. Ini yang mahal ini, Pak, gini Pak, ya, Bu.
Ini apa, Bu? Gelas isinya air. Fungsi air itu menghilangkan haus. Caranya minum. Tiap hari kita itu minum, sesuatu yang dilakukan terus-menerus namanya rutin.
Disifati jadi rutinitas. Minum itu rutinitas, tidak minum bahaya buat ginjal. Minum kita, tapi yang kedua begini, bagaimana caranya rutinitasnya jadi ibadah?
Loh, minum tapi jadi ibadah? Apa fungsinya ibadah? Supaya dapat bekal. Bekal buat apa? Bekal buat pindah.
Pindah ke mana? Pindah ke alam baru ketika meninggalkan dunia. Siapa yang akan hidup selamanya di dunia? Ayo, angkat tangan, tidak ada.
Orang terkuat di muka bumi, Firaun, jaringannya luas, tentaranya banyak, hartanya melimpah, supportnya tinggi. Tapi, sefiraun-firaunnya tewas juga, selesai. Artinya, apa?
Kita akan meninggalkan ini karena kehidupannya sementara. Karena itu, bagi orang yang sudah meninggalkan dunia disebut, diumumkan, telah meninggal dunia. Nah, kita punya iman.
Kalau meninggal, pindah ke mana? Kan ditanya akal kita, kan bertanya nih, pindah meninggal dunia, meninggalkan dunia, pergi ke mana? Kan belum pernah ada yang punya pengalaman ke situ.
Balik lagi, oh, Abdi tadi kadinya H deui, tidak ada, ya. Harus terjawab. Kalau tidak terjawab, bingung kita ini.
Ini harus terjawab. Yang bisa jawab itu siapa? Yang menciptakan kita. Tanggung jawab harus memberikan keterangan.
Karena itu, kalau ada kitab suci menerangkan dengan sempurna, setelah di dunia ke sini keadaannya begini, bekalnya begini, dari situ ke sini prosesnya begini. Ini menunjukkan kitab suci itu benar dan sumbernya dari sang pencipta.
Dan berita baiknya, alhamdulillah, alhamdulillah. Silakan riset, silakan komparasikan secara ilmiah. Riset hanya Al-Quran yang menerangkan itu dengan sempurna.
Dari dunia pindahnya ke sini, alamnya disebut dengan kubur, pemisahnya disebut barzakh. Di dalamnya ada begini, dijelaskan oleh Nabi, rinci. Kalau begini, begini, kalau begitu, begitu, selesai itu nanti bertahap seperti ini, terjadi kiamat begini, rinci.
Kalau itu karya manusia, mustahil ada satu pun manusia yang bisa berbuat seperti itu. Sok, kita mau pindah nih, sekarang kita pakai logika yang betul. Hukum pindah itu harus bawa bekal.
Ini yang ngaji semua di sini tidak semuanya orang Bandung, orang Jakarta tuh, ya. Soreang, mana Soreang? Hah, masih subuh, nanti pas magrib Soreang tuh, ya. Purwakarta, kan ini tidak semua orang Bandung ini.
Apakah Anda bisa sampai ke sini kalau tidak ada bekal dari Bandung? Mau ke Jakarta, mesti ada bekal, beli tiket pakai kereta api cepat, ya. Kereta cepat, wus, tiketnya bekal. Pakai pesawat, bekal.
Hukum mengatakan setiap pindah tempat mesti ada bekal. Ini Anda, saya, kita mau pindah dari dunia, minimal transit, ya, waiting room-nya di alam kubur. Mau pindah, pertanyaannya, bekalnya apa? Kan pindah tempat, semakin berpindah tempatnya, semakin beda hukumnya.
Ini kita di Indonesia, mau transit ke Malaysia, apa dikira mata uangnya sama? Tidak. Hukumnya pun tidak sama. Orang Indonesia ke Singapura, hukumnya beda.
Kok bisa rapi di jalan, rapi, tidak ada buang sampah sembarangan, kan? Pulang lagi ke Soreang, ngabarala deui gitu. Hukum beda, ketatnya tidak sama. Ke Amerika lebih jauh lagi, tidak laku rupiahnya.
Tukar dulu dari sini baru dolarnya nyala. Pindah tempat beda hukum. Toilet di kota Bandung dengan toilet di Lebak Bulus bisa beda, ya.
Ini, “Bang, 1000, kok 1000, Bang, Rp1000, biasanya juga 1000.” Anda di mana? “Lebak Bulus.” “Sini Bandung, Pak, ya.” Bisa beda hukum.
Maka, Anda jangan berharap di alam kubur itu hukumnya bisa sama dengan hukum di dunia. Pasti beda. Tetap pertanyaannya sama, bekalnya apa?
Cuma dua lembar, dua kain. Ibu, tambahan satu, Bu, kerudung Ibu, tiga, tuh. Makanya, saya selalu mengatakan dengan bercanda, tapi dalam, mohon maaf, ini yang muslimah berlatih pakai kerudung, ya.
Berdoa, minta sama Allah supaya nanti tidak bikin malu malaikat Mungkar Nakir penasaran. Di dunia tidak berkerudung, begitu meninggal dikerudungin, ditaras ke malaikat, “Eh, eceuuning waktos di dunya teh kudungan.”
“Nah, janten kerudungan manuka Abi jamaah Ustaz Adi, namun belum sempurna, hijrah pelan-pelan, pelan-pelan. Jangan dihukumi dulu. Dia sujud itu sudah luar biasa.
Dia belum taat pada satu bagian, tapi taat pada bagian yang lain. Kita doakan supaya jangan langsung tiba-tiba, ‘Oh, tidak taat, dosa, neraka.’ Nah, kamu neraka kum aing, Ustaz, begitu tuh, ya.
Balik lagi, dikembalikan pada kebiasaan, pada kebaikan. Nah, sekarang mau pindah ke alam kubur, bekalnya apa? Kan mesti jelas. Baju sudah beda, tidak bisa dibawa.
Itu sudah fitrah. Bapak, Bapak punya warisan banyak, ditinggal. Tidak ada yang ikut semua ditinggal. Anak-anak tuh sudah catat warisan Bapak apa saja.
Ibu, sesayang-sayangnya, tidak akan ikut, Bu. Bapak, jangan tinggalkan saya terus kata yang menguburnya, “Ayu, Ibu, mangga atuh, bade ngiringan?” Nanti saja.
Tidak akan masuk. Nah, sekarang pertanyaannya, bekalnya apa? Ini mesti terjawab. Kalau tidak terjawab, tidak lengkap. Agama itu apa fungsinya?
Tuhan di situ mesti menjelaskan. Nah, di Islam tuh dijelaskan, bekal yang kita bawa pulang meninggalkan dunia itu, itulah yang disebut ibadah. Itu setiap dikerjakan ada poin, ditulis poin.
Itulah nama bekalnya, namanya ajrun, namanya lahum ajrun ghairu mamnun yang kita sebut dengan pahala. Yang menjadikan itu dapat pahala itu diraih bekal ibadah itu dapat, itulah niat. Itulah niat.
Jadi, pekerjaannya tidak berubah, rutinitas tetap jalan. Minum tetap minum, kerja tetap kerja, makan tetap makan. Cuma dengan niat itu di saat yang sama, cara minum itu langsung dinilai sebagai ibadah, perintah Allah.
Malaikat tulis, “Ya, berapa?” Tulisnya sesuai kadar keikhlasannya, minimal 10. Itulah perbuatan yang dianggap benar. Sehingga, konsepnya, dunianya sukses, minum juga haus hilang, akhiratnya dapat pahala.
Jadi, dunianya sukses, akhirat sukses. Disebut baik, perbuatan baik yang dinilai sukses oleh Allah disebut hasanah namanya. Makanya, kita berharap dunia jadi hasanah, akhirat dikonfirmasi hasanah itu jadi pahala.
Maka, kita berdoa, Al-Baqarah ayat 201, “Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar.” Apa tafsir hasanah terkait ibadah? Tafsir hasanah terkait ibadah, pindah surat ke surah 6 ayat berapa?
160, “Man jaa bil hasanati falahu asru amthaliha.” Minimal kalau diniatkan jadi ibadah, tulis 10. 10 itu yang disebut bekal pulang. Sebelum meninggal, ditampilkan nanti.
Punten, Pak, ngetang sanes kie hiji, dua, opat itu hitungan dunia. Cara menghitungnya, satu ke 500 tahun, dua ke 500 tahun, ke 500 tahun. Nanti semua itu diulasi, ditampilkanlah surga yang sesuai dengan pahala kita.
Kapan ditampakkannya? Saat sakaratul maut, sebelum meninggal. Sifat ibadahnya disebut sifat orang yang rajin ibadah disebut abdun, jamaknya ibadun. Ketika mau meninggal, ditampakkan karena ditampakkan, tenang dia nyawanya, tenang jiwanya, nyaman.
Sifat jiwa yang dilatih ibadah saat latihan disebut tumaninah. Ruku, jangan dulu, Ustaz, tumaninah. Sujud, jangan bangkit dulu sampai tumaninah. Kebiasaan tumaninah punya sifat namanya mutmainah.
Makanya, saat akan meninggal disebut ibadahnya disebut mutmainahnya di mana? Quran surah 89 ayat berapa? Ayat 27 sampai 30, “Ya ayyatuhan nafsul mutmainnah, irjii ila rabbiki radiyatan mardiyyah, fadkhuli fi ibadi, wadkhuli jannati.”
Mati ditampakkan surganya. Ini surganya Anjun teh ieu tina amalan-amalan yang telah dilakukan selama hidup. Kalau yang tidak ada bekal, tampaknya yang jelek-jelek sesuai kebiasaannya.
Ya, kebiasaan dugem ditampakkan lenggelengge, lengg, lenggeleng bingung, “Lailahaillallah,” geleng lagi, “Lailahaillallah,” geleng lagi. Yang biasa tahlil, tahlil, biasa ngaji, ngaji, wafat sesuai kebiasaan, sesuai ajalnya tampak. Nah, sekarang untuk mencari bekal itu bagaimana?
Niatkan menjadi ibadah. Itu, itu fungsinya ba itu. Itu mahal pembuktiannya sebelum, setelah meninggal. Kalau Bapak tidak percaya, Ibu tidak percaya, dipertanyakan imannya.
Silakan saja nanti lihat setelah meninggal, ya. Cara merubahnya bagaimana? Nanti ada tiga bagian. Karena itu, kata Imam Syafi’i, hadis ini sepertiga ilmu.
Ilmu itu dipraktikkan lewat amal. Makanya, hurufnya sama, ain lam mim. Saat belajar, ain mim lam ditukar lamnya ke belakang, mimnya ke tengah.
Saat diamalkan, hurufnya sama. Orang yang mengerjakan itu ain pakai alif lam dan mim, alimun, tempatnya alamun. Tanda-tanda orang itu kenal Allah, maka dia pakai ilmu.
Ilmunya dia amalkan, hurufnya sama semua, ilmun amalun alimun alamun. Allah disebutnya apa? Rabbil alamin, jamak. Alhamdulillahirabbil alamin.
Jadi, kalau kita pakai ilmu, gunakan begitu digunakan, tuliskan pahalanya. Kata Imam Syafi’i, hadis ini sepertiga ilmu karena ilmu itu ada tiga. Ilmu tentang lisan, ilmu tentang perilaku tubuh bagian luar, ilmu tentang hati.
Semua perilaku kita bergantung tiga hal tadi. Contoh, lisan, panitia, kalau ada teh manis, bagus banget itu. Ini contoh, contoh, bukan minta, ini saya sudah ada minuman, tidak usah, tidak usah bikin teh manis.
Contoh saja, contoh, ya. Kalau ada teh manis, bagus banget itu, itu lisan. Begitu lisan keluar, panitia langsung mikir, “Aduh, tidak dibikin tadi.” Maka, coba di belakang dibikin walaupun ustaznya bilang contoh, langsung bikin misal, misal, contoh, gitu kan, itu lisan.
Kerjakan, kan jadi perilaku kita kadang bergantung. Makanya, ada ayat dan hadis tentang lisan, hati-hati, kepeleset lisan lebih parah dibanding kepeleset kaki. Bapak kepeleset kaki bisa diluruskan lagi, kepeleset lisan lama, Pak.
Prajurit keluar dari sini keluar caci maki tuh panglima tuh, jangan dipotong videonya, ya. Contoh ini mah contoh, kepeleset lisannya selesai karirnya, kepeleset kakinya masih bisa berjalan. Makanya, lisan tuh ada hukumnya, sepertiga bagian hidup kita.
Kedua, nih, ujung kepala sampai ujung kaki, tangan bergerak, kaki melangkah, hati-hati, itu semua ditentukan oleh apa? Ini kalbu, amalan hati. Bapak tahu dari mana kalau orang yang senyum itu senang pada Bapak?
Bagaimana tahunya? Boleh jadi dia iri hati, di hatinya itu ada sesuatu. Nah, karena manusia bertindak dari tiga bagian ini, maka Imam Syafi’i mengatakan, inilah hadis sepertiga ilmu.
Kalau paham hadis ini, sepertiga kehidupan kita tuh khatam. Kuncinya apa? Niatkan semua hal itu menjadi bagian ibadah. Maka, pekerjaannya berkah, akhiratnya dapat.
Semoga video di atas bisa memberi pencerahan bagi kita semua dalam memahami agama. Jadi, kita tidak perlu sibuk bertanya tentang apa itu topik, bagaimana cara belajar, kapan ada pertunjukan atau konser, berapa biaya tiket, kenapa bisa lebih merdu atau menarik, di mana tempat, dan siapa saja artis yang tampil.
Informasi di atas bisa diaplikasikan di Kabupaten Kota, Kecamatan, Kelurahan, dan Desa di Seluruh Indonesia.
Demikianlah kajian islami dalam sastra nan indah, wasssalam