Tim indoSastra
Profil sastrawan ini data awalnya diambil dari lembaga pemerintahan Indonesia, ini berdasarkan “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”. Data tersebut kemudian diolah supaya lebih mudah dibaca.
—
Buya Hamka dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
Sastrawan masyhur dan melegenda Minangkabau ini lahir pada tanggal 16 Februari 1908, di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat.
Nama lengkap tokoh penting ini adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, tapi terkenal dengan nama penanya Hamka.
Beliau adalah seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia sempat berkecimpung di politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan.
Tokoh hebat ini juga menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo mengukuhkan Hamka sebagai guru besar.
Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Ayahnya adalah Dr. Haji Abdul karim Amrullah, seorang ulama Islam yang sangat terkenal di Sumatera dan pendiri Sumatera Thawalib di Padang Panjang, sedangkan ibunya adalah Siti Shafiyah Tanjung.
Peristiwa Menggoncang Hidup Hamka
Ketika berusia 12 tahun, Malik menyaksikan perceraian orang tuanya.
Walaupun sang ayah adalah penganut agama yang taat, kerabat dari pihak ibunya masih menjalankan praktik adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pertentangan antara agama dan adat itu lah yang menjadi alasan utama perceraian orang tuanya. Masalah ini sering terjadi di Sumatera Barat atau Minangkabau.
Malik agak tergoncang hidupnya, ia merasa sangat sedih. Hari-hari pertama setelah orang tuanya bercerai, Malik bolos sekolah.
Kendala dan masalah keluarga membuat Malik sering berpergian jauh seorang diri.
Malik meninggalkan kelasnya di Diniyah dan Thawalib, melakukan perjalanan ke Maninjau untuk berjumpa ibunya.
Dia dilanda dan didera kebingungan apakah akan tinggal bersama ibu atau ayahnya. “Pergi ke rumah ayah bertemu ibu tiri, ke rumah ibu, ada ayah tiri.”
Malik sering menghabiskan waktu bergaul dengan kalangan parewa. Ia juga melanjutkan kegemarannya mendengar kaba, kisah-kisah yang dinyanyikan bersama alat-alat musik tradisional Minangkabau.
Ia berjalan jauh sampai ke Bukittinggi dan Payakumbuh, sempat bergaul dengan penyabung ayam dan joki pacuan kuda.
Hampir setahun ia terlantar hingga saat berusia 14 tahun, ayahnya yang resah mengantarnya pergi mengaji kepada ulama Syekh Ibrahim Musa di Parabek, sekitar lima kilometer dari Bukittinggi.
Kemudian Malik menghabiskan waktu berpergian mengelilingi kampung yang ada di Padang Panjang.
Ketika berjalan di pasar, ia menyaksikan seorang buta yang sedang meminta sedekah.
Malik yang iba menuntun dan membimbing peminta itu berjalan ke tempat keramaian untuk mendapatkan sedekah, hingga mengantarkannya pulang.
Namun, ibu tirinya marah saat mendapati Malik di pasar pada hari berikutnya, “Apa yang awak lakukan itu memalukan ayahmu.”
Malik sempat membolos selama lima belas hari berturut-turut sampai seorang gurunya di Thawalib datang ke rumah untuk mengetahui keadaan Malik. Mengetahui Malik membolos, ayahnya marah dan menampar nya.
Karena ketakutan terhadap ayahnya, Malik kembali masuki kelas seperti biasa. Pagi belajar di Sekolah Diniyah, pulang sebentar, berangkat ke Thawalib dan kembali ke rumah menjelang Magrib untuk bersiap pergi mengaji.
Waktu itu ia menemukan bahwa gurunya, Zainuddin Labay El Yunusy membuka bibliotek, perpustakaan penyewaan buku, Malik sering menghabiskan waktu membaca.
Dengan mengandalkan buku-buku pinjaman, ia membaca karya sastra terbitan Balai Pustaka, cerita Cina, dan karya terjemahan Arab.
Setelah membaca, Malik menyalin versinya sendiri. Ia pernah mengirim surat cinta yang disadurnya dari sebuah buku kepada teman perempuan sebayanya.
Karena kehabisan uang untuk menyewa, Malik menawarkan diri kepada percetakan milik Bagindo Sinaro, tempat koleksi buku diberi lapisan karton sebagai pelindung, untuk mempekerjakannya.
Malik membantu memotong karton, membuat adonan lem sebagai perekat buku, sampai membuatkan kopi.
Sebagai upahnya, ia meminta agar diperbolehkan membaca koleksi buku yang akan disewakan. Dalam waktu tiga jam sepulang dari Diniyah sebelum berangkat ke Thawalib, Malik mengatur waktu agar punya waktu membaca.
Melihat hasil kerjanya yang rapi, ia diperbolehkan membawa buku baru yang belum diberi karton untuk dikerjakan di rumah.
Namun, karena Malik sering kedapatan membaca buku cerita, ayahnya menanyakan kepada dirinya apakah akan “menjadi orang alim nanti atau menjadi orang tukang cerita”.
Setiap mengetahui ayahnya memperhatikan, Malik meletakkan buku cerita yang dibacanya, mengambil buku agama sambil berpura-pura membaca.
Pendidikan Hamka dimulai pada usia tujuh tahun di sekolah dasar di Padang Panjang.
Berdasarkan cerita, karena Hamka sangat nakal, beliau tidak tamat dari sekolah itu.
Walaupun demikian, ia mendapat pelajaran agama dan mengaji. Selama tujuh tahun (1916—1923) Hamka berhasil menamatkan pendidikan agamanya dari dua tempat, yaitu Diniyah School dan Sumatera Thawalib (milik ayahnya).
Pada sekolah yang didirikan oleh ayah Hamka tersebut menerapkan metode belajar-mengajar seperti metode yang digunakan di sekolah-sekolah agama di Mesir.
Terlebih lagi, buku-buku dan kurikulumnya pun disesuaikan dengan buku-buku dan kurikulum yang digunakan di sekolah Al-Azhar, Mesir.
Gelar doktor ayahnya memang berasal dari sekolah Al-Azhar, Mesir.
Disamping rajin membaca buku-buku agama, Hamka juga suka membaca buku-buku sastra, seperti kaba, pantun, petatah-petitih, dan cerita rakyat Minangkabau.
Pengalamannya membaca buku-buku sastra itulah sebagai cikal-bakal yang kelak menjadikannya sebagai sastrawan besar.
Karena ingin meningkatkan pengetahuannya, pada tahun 1924 Hamka merantau ke Pulau Jawa. Mula-mula ia ke Yogyakarta, Surabaya, lalu Pekalongan.
Hamka mengamati dan mempelajari pergerakan Islam yang pada waktu itu sedang bergelora.
Selama di Pulau Jawa, Hamka mendapat pengetahuan tentang pergerakan Islam dari H.O.S. Cokroaminoto, H. Fachruddin, R.M. Suryopranoto, Dan St. Mansyur.
Tapi beliau hanya setahun tinggal di Pulau Jawa. Pada tahun 1925 ia kembali ke Padang Panjang dan mulai mencoba menjadi seorang pengarang.
Hasilnya lahir setahun kemudian, sebuah novel berbahasa Minangkabau yang berjudul Si Sabariah (1926).
Pada tahun 1927 Hamka berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Ia tinggal selama enam bulan di kota itu.
Dalam waktu enam bulan tersebut, Hamka berkesempatan mengasah kemampuannya berbahasa Arab juga mendapatkan pengalaman yang menjadi inspirasi yang sangat kuat baginya
dalam menciptakan novel pertamanya (dalam bahasa Indonesia) yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah. Saat berada di Mekkah itu, ia berstatus sebagai koresponden harian Pelita Andalas.
Di samping sebagai sastrawan, ia juga dikenal sebagai ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik.
Dalam dunia kepengarangan, Hamka juga kadang-kadang menggunakan nama samaran, yaitu A.S. Hamid, Indra Maha, dan Abu Zaki.
Pernikahan tersebut dikaruniai sebelas orang anak, yaitu Hisyam, Zaky, Rusydi, Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah, Fathiyah, Hilmi, Afif, dan Syakib.
Setelah istrinya meninggal dunia, ia menikah lagi dengan seorang wanita yang bernama Hj. Siti Khadijah.
Banyak sekali pekerjaan yang sudah dilakoni Hamka di sepanjang hidupnya, dan dalam berbagai bidang pula.
Pengalaman kerja Hamka yaitu sudah menjadi seorang wartawan sejak tahun 1920-an dari beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah.
Hamka juga bekerja sebagai guru agama di Padang Panjang (1927), kemudian mendirikan cabang Muhammadiyah di Padang Panjang dan mengetuainya (1928).
Pada tahun 1928 itu juga ia menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932 ia dipercayai oleh pimpinan Muhammadiyah sebagai mubalig ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Di tempat tersebut, Ia mencoba melacak beberapa manuskrip sejarawan muslim lokal dan menjadi peneliti pribumi pertama yang mengungkap secara luas riwayat ulama besar Sulawesi Selatan, Syeikh Muhammad Yusuf al-Makassari.
Disamping itu, ia juga menerbitkan majalah al-Mahdi di sana. Pada tahun 1934, bersama dengan M. Yunan Nasution di Medan, ia memimpin majalah mingguan Pedoman Masyarakat.
Pada majalah itulah untuk pertama kalinya ia memperkenalkan nama Hamka.
Pada tahun 1945 Hamka kembali ke Padang Panjang dan dipercayakan untuk memimpin Kulliyatul Muballighin.
Kesempatan itu digunakannya untuk menyalurkan kemampuannya menulis dan lahirlah beberapa tulisannya, antara lain, Negara Islam,
Islam dan Demokrasi, Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari Lembah Cita-Cita.
Pada tahun 1949 Hamka memutuskan untuk meninggalkan Padang Panjang menuju Jakarta.
Di Jakarta, ia menjadi koresponden majalah Pemandangan dan Harian Merdeka.
Pada tahun 1950 ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya dan melakukan kunjungan ke beberapa negara Arab.
Setelah kembali dari kunjungan itu, ia menulis beberapa novel, antara lain, Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah.
Kemudian, ia juga menulis otobiografinya, Kenang-Kenangan Hidup (1951).
Pada tahun 1959 Hamka mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar, Kairo atas jasa-jasanya dalam penyiaran agama Islam dengan menggunakan bahasa Melayu.
Setelah itu, pada tanggal 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas Nasional Malaysia pada bidang kesusasteraan. Ia juga memperoleh gelar Profesor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo.
Kemudian pada tanggal 26 Juli 1975, Musyawarah Alim Ulama seluruh Indonesia melantik Hamka sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, ia memangku jabatan itu sampai tahun 1981.
Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.
Karena pintar dan fasih berbahasa Arab, ia dapat meneliti karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah, seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal.
Melalui kemampuannya berbahasa Arab itu juga, ia meneliti karya sastrawan Perancis, Inggris, dan Jerman, seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti.
Hamka merupakan salah satu orang Indonesia yang paling banyak menulis dan menerbitkan buku.
Oleh karena itu, ia dijuluki sebagai Hamzah Fansuri di era modern.
Pada akhirnya ia mendapat sebutan Buya (berasal dari bahasa Arab, abi atau abuya, yang berarti ayahku), sebuah panggilan yang ditujukan untuk seseorang yang dihormati.
Ia juga dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011, pada tanggal 9 November 2011.
Hamka meninggal dunia pada tanggal 24 Juli 1981, dalam usia 73 tahun, dan dikebumikan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Karya-karya Hamka:
Novel
- Si Sabariah (dalam bahasa Minangkabau. Padang Panjang. 1926.
- Di Bawah Lindungan Ka’bah. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. I, 1938. Cet. VII, 1957.
- Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Cet. I, 1939. Cet. VIII. Bukittinggi: Nusantara. 1956. Cet. XIII. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
- Laila Majnun. Jakarta: Balai Pustaka. 1939.
- Salahnya Sendiri. Medan: Cerdas. 1939.
- Keadilan Ilahi. Medan: Cerdas, 1940.
- Dijemput Mamaknya. Cet. I. 1949. Cet. III. Jakarta: Mega Bookstrore. 1962.
- Angkatan Baru. Medan: Cerdas. 1949.
- Cahaya Baru. Jakarta: Pustaka Nasional. 1950.
- Menunggu Beduk Berbunyi. Jakarta: Firma Pustaka Antara. 1950.
- Terusir. Jakarta: Firma Pustaka Antara. 1950.
- Merantau ke Deli. Jakarta: Jayabaku. Cet. I. 1938. Cet.III. 1959. Jakarta: Bulan Bintang. Cet. VII. 1977.
- Tuan Direktur. Jakarta: Jayamakmur. 1961.
Kumpulan Cerita Pendek
- Dalam Lembah Kehidupan. Cet.I. 1941. Cet.V. Jakarta: Balai Pustaka. 1958.
- Cermin Kehidupan. Jakarta: Mega Bookstore. 1962.
Terjemahan
- Margaretta Gauthier (karya Alexandre Dumas Jr. dan diterjemahkan dari bahasa Arab). Cet. II. 1950. Medan: Pustaka Madju. Cet.III. Pustaka Madju. Cet. IV. Bukittinggi dan Jakarta: Nusantara. 1960. Cet,Vii. Jakarta: Bulan Bintang. 1975.
Biografi
1. Ayahku (riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangannya). Jakarta: Pustaka Wijaya. 1958.
Otobiografi
1. Kenang-Kenangan Hidup. 4 Jilid. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
Kisah Perjalanan
- Mengembara di Lembah Nil. Jakarta: NV. Gapura. 1951.
- Di Tepi Sungai Dajlah. Jakarta: Tintamas. 1953.
- Mandi Cahaya di Tanah Suci. Jakarta: Tintamas. 1953.
- Empat Bulan di Amerika. 2 Jilid. Jakarta: Tintamas. 1954
Karya Buya Hamka secara lengkap:
- Khatib al-Ummah, 3 Jilid, dalam bahasa arab, Padang Panjang, 1925.
- Kenang-Kenangan Hidup, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
- Ayahku (Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangannya), Jakarta: Pustaka Wijaya, 1958.
- Islam dan Adat, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1929.
- Kepentingan Melakukan Tabligh, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1929.
- Majalah Tentera, 4 nomor, Makassar, 1932.
- Majalah al-Mahdi, 9 nomor, Makassar, 1932.
- Bohong di Dunia, cet. 1, Medan: Cerdas, 1939.
- Agama dan Perempuan, Medan: Cerdas, 1939.
- Pedoman Mubaligh Islam, cet. 1, Medan: Bukhandel Islamiah, 1941.
- Majalah Semangat Islam, 1943.
- Majalah Menara, Padang Panjang, 1946.
- Hikmat Isra’ Mi’raj, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui).
- Negara Islam, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Islam dan Demokrasi, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Revolusi Fikiran, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Dibandingkan Ombak Masyarakat, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1946.
- Revolusi Agama, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1946.
- Sesudah Naskah Renville, 1947 (tempat dan penerbit tidak diketahui).
- Tinjauan Islam Ir. Soekarno, Tebing Tinggi, 1949.
- Pribadi, 1950 (tempat dan penerbit tidak diketahui).
- Falsafah Hidup, cet. 3, Jakarta: Pustaka Panji Masyarakat, 1950.
- Falsafah Ideologi Islam, Jakarta: Pustaka Wijaya, 1950.
- Urat Tunggang Pancasila, Jakarta: Keluarga, 1951.
- Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
- K.H. A. Dahlan, Jakarta: Sinar Pujangga, 1952.
- Perkembangan Tashawwuf dari Abad ke Abad, cet. 3, Jakarta: Pustaka Islam, 1957.
- Pribadi, Jakarta: Bulan Bintang, 1959.
- Pandangan Hidup Muslim, Jakarta: Bulan Bintang, 1962.
- Lembaga Hidup, cet. 6, Jakarta: Jayamurni, 1962 (kemudian dicetak ulang di Singapura oleh Pustaka Nasional dalam dua kali cetakan, pada tahun 1995 dan 1999).
- 1001 Tanya Jawab tentang Islam, Jakarta: CV. Hikmat, 1962.
- Cemburu, Jakarta: Firma Tekad, 1962.
- Angkatan Baru, Jakarta: Hikmat, 1962.
- Ekspansi Ideologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1963.
- Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1965 (awalnya merupakan naskah yang disampakannya pada orasi ilmiah sewaktu menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Mesir, pada 21 Januari 1958).
- Sayyid Jamaluddin al-Afghani, Jakarta: Bulan Bintang, 1965.
- Lembaga Hikmat, cet. 4, Jakarta: Bulan Bintang, 1966.
- Dari Lembah Cita-Cita, cet. 4, Jakarta: Bulan Bintang, 1967.
- Hak-Hak Azasi Manusia Dipandang dari Segi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1968.
- Gerakan Pembaruan Agama (Islam) di Minangkabau, Padang: Minang Permai, 1969.
- Hubungan antara Agama dengan Negara menurut Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1970.
- Islam, Alim Ulama dan Pembangunan, Jakarta: Pusat dakwah Islam Indonesia, 1971.
- Islam dan Kebatinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
- Mengembalikan Tasawuf ke Pangkalnya, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1973.
- Beberapa Tantangan terhadap Umat Islam di Masa Kini, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
- Kedudukan Perempuan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1973.
- Muhammadiyah di Minangkabau, Jakarta: Nurul Islam, 1974.
- Tanya Jawab Islam, Jilid I dan II cet. 2, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
- Studi Islam, Aqidah, Syari’ah, Ibadah, Jakarta: Yayasan Nurul Iman, 1976.
- Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1976.
- Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, cet. 8, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980.
- Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
- Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
- Lembaga Budi, cet. 7, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
- Tasawuf Modern, cet. 9, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
- Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan Keberanian, Jakarta: Yayasan Idayu, 1983.
- Islam: Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Iman dan Amal Shaleh, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Renungan Tasawuf, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.
- Filsafat Ketuhanan, cet. 2, Surabaya: Karunia, 1985.
- Keadilan Sosial dalam Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1985.
- Tafsir al-Azhar, Juz I sampai Juz XXX, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.
- Prinsip-prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990.
- Tuntunan Puasa, Tarawih, dan Idul Fitri, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995.
- Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Jakarta: Tekad, 1963.
- Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Mengembara di Lembah Nil, Jakarta: NV. Gapura, 1951.
- Di Tepi Sungai Dajlah, Jakarta: Tintamas, 1953.
- Mandi Cahaya di Tanah Suci, Jakarta: Tintamas, 1953.
- Empat Bulan di Amerika, 2 Jilid, Jakarta: Tintamas, 1954.
- Merantau ke Deli, cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1977 (ditulis pada tahun 1939).
- Si Sabariah (roman dalam bahasa Minangkabau), Padang Panjang: 1926.
- Laila Majnun, Jakarta: Balai Pustaka, 1932.
- Salahnya Sendiri, Medan: Cerdas, 1939.
- Keadilan Ilahi, Medan: Cerdas, 1940.
- Angkatan Baru, Medan: Cerdas, 1949.
- Cahaya Baru, Jakarta: Pustaka Nasional, 1950.
- Menunggu Beduk Berbunyi, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950.
- Terusir, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950.
- Di Dalam Lembah Kehidupan (kumpulan cerpen), Jakarta: Balai Pustaka, 1958.
- Di Bawah Lindungan Ka’bah, cet. 7, Jakarta: Balai Pustaka, 1957.
- Tuan Direktur, Jakarta: Jayamurni, 1961.
- Dijemput Mamaknya, cet. 3, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962.
- Cermin Kehidupan, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962.
- Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, cet. 13, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
- Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abubakar Shiddiq), Medan: Pustaka Nasional, 1929.
- Ringkasan Tarikh Ummat Islam, Medan: Pustaka Nasional,1929.
- Sejarah Islam di Sumatera, Medan: Pustaka Nasional, 1950.
- Dari Perbendaharaan Lama, Medan: M. Arbi, 1963.
- Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
- Sejarah Umat Islam, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
- Sullam al-Wushul; Pengantar Ushul Fiqih (terjemahan karya Dr. H. Abdul Karim Amrullah), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Margaretta Gauthier (terjemahan karya Alexandre Dumas), cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan