Tim indoSastra Pencari Karya Sastra yang Menakjubkan, Mengharukan, dan Tulus
Sastra angkatan reformasi, bentuk: puisi
Karya: Widji Thukul
Puisi ini adalah salah satu karya yang sudah lama ditulis oleh Pujangga Reformasi ini.
Bercerita tentang bagaimana susahnya hidup orang miskin. Kebutuhan banyak, sedangkan penghasilan sedikit. Begitulah hidup seorang tukang becak.
Dari buku: Aku Ingin Jadi Peluru
Waktu penulisan: Tahun 1984
—
setumbu nasi
sepanci sayur kobis
renungan hari ini
berjongkok di dapur
angan terbuka seperti layar bioskop
bising mesin
bis kota merdeka berlaga di jalan raya
becak-becak berpeluh melawan jalan raya
siapa pengatur jalan kaki
siapa pemerintah kaki lima
begitu patuh mereka diusir pergi
begitu berani mereka datang kembali
gemuruh kota menggaru benakku
berjongkok di dapur
kompor kering
kayu tempat piring-piring
gedung-gedung beranak pinak
Nyanyian Abang Becak
jika harga minyak mundhak
simbok semakin ajeg berkelahi sama bapak
harga minyak mundhak lombok-lombok akan mundhak
sandang pangan akan mundhak
maka terpaksa tukang-tukang lebon
lintah darat bank plecit tukang kredit harus dilayani
siapa tidak marah bila kebutuhan hidup semakin mendesak
seribu lima ratus uang belanja tertinggi dari bapak untuk simbok
siapa bisa mencukupi
sedangkan kebutuhan hidup semakin mendesak
maka simbok pun mencak-mencak:
“pak-pak anak kita kebacut metu papat lho!”
bayaran sekolahnya anak-anak nunggak lho!”
si Penceng muntah ngising, perutku malah sudah
isi lagi dan suk Selasa Pon ana sumbangan maneh
si Sebloh dadi manten!”
jika BBM kembali menginjak
namun juga masih disebut langkah-langkah kebijaksanaan
maka aku tidak akan lagi memohon pembangunan
nasib
kepadamu duh pangeran duh gusti
sebab nasib adalah permainan kekuasaan
lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
namun bapak cuma abang becak!
maka apabila becak pusaka keluarga pulang tanpa membawa uang
simbok akan kembali mengajak berkelahi bapak