Sastra Angkatan 1980 – 1990 an.
Dari serial novel Lupus 1: Tangkaplah Daku, Kau Kujitak!
Karya Hilman Hariwijaya, tahun penulisan: 1986
Ringkasan Umum:
Ini adalah salah satu cerpen tentang lupus yang pernah dimuat di majalah Hai, dan terdapat dalam novel Lupus 1: Tangkaplah Daku, Kau Kujitak!
Ada yang berubah pada diri Lupus selama 4 hari ini. Adiknya Lulu sampai menceritakan perubahan Lupus tersebut kepada ibunya.
Perubahan yang terlihat adalah Lupus sering ngaca selama berjam-jam dan sering pulang senyum sendiri.
Pagi ini Lupus juga bertindak beda, subuh-subuh dia sudah bangun.
Biasanya bangun telat, selalu terburu-buru mandi dan berpakaian seadanya untuk mengejar waktu agar tidak terlambat sekolah,
Dari bangun tadi Lupus sibuk memilih baju, dan menyetrikanya.
Biasanya, boroboro disetrika, baju dari jemuran langsung main samber aja.
Lupus biasanya mandi sekali sehari, kini jadi tiga kali sehari sehabis makan.
Di samping itu dia sekarang rajin sikat gigi, dan juga sering ngilik-ngilik kuping.
Perubahan yang ada pada Lupus membuat Ibu dan Lulu jadi menduga-duga, mungkin Lupus lagi jatuh cinta, demikian ujar Lulu pada Ibunya.
Lupus juga jadi rajin membersihkan muka pake face tonic. Yang jadi korban adalah Lulu.
Alat-alat pembersihnya jadi hampir semuanya pindah ke kamar Lupus.
Yang paling mencolok, Lupus sekarang nyolong styling foam adiknya, untuk membentuk rambutnya yang gondrong.
Lupus bolak-balik memandangi poster Duran Duran untuk ngikutin gaya rambutnya.
Hampir satu jam dia berkutet di depan cermin.
Setelah merasa pas, dia keluar kamar dan mulai berjalan hilir-mudik di depan Lulu yang lagi asyik makan.
Setengah jam setelah itu, dia kembali Mengatur-atur rambutnya.
Dengan membasahi sedikit pada bagian pinggir, biar memberi efek basah yang tahan lama.
Setelah selesai dia menemui ibunya yang asyik di dapur untuk minta doa restu. “Bu, saya pergi dulu.
…Mungkin sampai malam atau nginep, jadi nggak usah dicariin deh. Kan malam minggu …. “
Khusus untuk acara-acara bersejarah seperti malam minggu ini, Lupus memang mengistimewakannya dengan menumpang bis Patas, bukan bis biasa.
Alasannya, di samping lebih leluasa duduk, parfum dan rambutnya nggak berantakan berbaur oleh penumpang-penumpang lain.
Sementara bis Patas-nya masih melesat menembus udara malam yang kian dingin.
Di luar memang berhembus angin kencang.
Lupus sempat memaki-maki ketika dia membuka jendela, dan diserang oleh angin yang mengacak-acak rambutnya.
Di luar turun hujan. Ketika bis itu melewati pasar Blok M, Lupus cemas total.
Semua penumpang pada turun, kecuali Lupus.
Dan biasanya kondektur suka seenaknya menurunkan penumpang kalau tinggal sendirian.
Lupus sibuk komatkamit di pojokan. Baca mantera biar ngusir pikiran jahat sang kondektur.
Tapi, benar juga. Begitu lewat Blok A, kondektur itu mulai menghampiri Lupus dan mengatakan bisnya mau pulang, dan Lupus disuruh pindah ke bis yang ada di belakang.
Dengan dongkol yang meluap-luap dia melompat turun.
Tapi, ya, Tuhan, di daerah situ sama sekali tak ada tempat berteduh.
Mana hujan masih deras. Walhasil, dengan keadaan basah kuyup, dia berlarian menelusuri malam.
Sampai menemukan pemberhentian bis. Dan ketika sebuah metro melintas, Lupus melompat ke dalamnya.
Kini keadaannya tidak lebih dari tikus yang baru kejebur got. Basah kuyup.
Rambutnya yang tadinya keren, kini mlepek.
Sekarang Lupus dilanda dilema. Tetap datang atau balik ke rumah. Kalau balik ke rumah.
Tak bisa dibayangkan, betapa terpingkalpingkalnya Lulu melihat rambut Lupus yang kini benar-benar basah, bukan hanya efek basahnya saja.
Ah, itu tidak boleh terjadi. Lagi pula sudah kepalang tanggung, rumah Poppi sudah beberapa kilometer lagi.
Sesampainya di Cilandak, hujan masih turun. Lupus cuma berjalan lemas ke tempat pemberhentian bis, dan menyandar lemas pada tiang penyangga.
Kedinginan sekujur tubuh. Bibirnya pun mulai membiru.
Setengah mati menahan air matanya yang hendak berbaur bersama air hujan, karena kesal.
Tidak, saya harus pulang! Harga diri saya bakalan jatuh di pasaran! batinnya.
Lalu Lupus melangkah pergi, ketika matanya tertumbuk pada seorang gadis yang berpayung beberapa langkah dari situ. Lupus mencoba menghampiri.
“Poppi?” tanyanya ragu. Gadis itu terkejut dan menoleh. “Lagi ngapain, Pop?”
“Ya, Tuhan, Lupus. Kok basah kuyup begini?
Dan bibir kamu itu… birunya! Aduh, kamu kehujanan. ya?” berondong Poppi sambil mengguncang-guncangkan bahu Lupus.
“Ayo ke rumah. Saya udah cemas banget, lho. Saya pikir kamu nggak bakalan datang, hujan-hujan begini …. “ sahutnya lagi sambil menarik tangan Lupus.
“Tapi saya malu, Pop. Basah kuyup begini …. ”
“Kenapa malu? Saya malah bangga, karena kamu bela-belain dateng meski hujan deras, itu kan tandanya kamu bertanggung jawab.
Selalu menepati janji. Saya suka orang yang menghargai janji …. “ sahut Poppi ceria.
“Ayolah, nanti kamu kedinginan. Di rumah akan saya suruh sediakan air hangat, dan baju buat ganti. Biar nggak masuk angin …. “
Lupus jadi terharu.