Sinopsis Sastra Angkatan Pujangga Lama.
Hang Tuah adalah seorang pemuda miskin. Bapaknya bernama Hang Mahmud dan Ibunya Dang Merdu Wati.
Mereka hanya tinggal di sebuah gubug di Kampong Sungai Duyong.
Bapaknya dulu pernah menjadi hulubalang istana yang handal. Sedangkan ibunya juga merupakan keturunan dayang di istana.
Banyak penduduk di Sungai Duyung mendengar kabar bahwa Raja Bintan adalah raja yang baik dan sopan kepada semua rakyatnya.
Waktu Hang Mahmud mendengar kabar itu, Hang Mahmud berkata kepada istrinya untuk pergi ke Bintan mendapatkan pekerjaan untuk hidup yang lebih baik di tanah Bintan yang makmur.
Lalu pada malam harinya, Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari langit. Cahayanya penuh di atas kepala Hang Tuah.
Hang Mahmud seketika terbangun dan mengangkat anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau seperti wangi-wangian.
Siang harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri dan anaknya.
Setelah mendengar kata suaminya, Dang Merdu Wati lalu langsung memandikan dan melulurkan anaknya.
Kemudian memberikan anaknya itu kain, baju, dan ikat kepala serba putih.
Lalu Dang Merdu Wati memberi makan Hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam, ibunya juga memanggil para pemuka agama untuk mendoakan bagi Hang Tuah.
Besok harinya, seperti biasa Hang Tuah membelah kayu untuk persediaan.
Tiba-tiba pemberontak datang ke tengah pasar, banyak orang yang mati dan luka-luka.
Pemilik toko meninggalkan tokonya dan melarikan diri ke kampung.
Negeri Bintan menjadi rusuh itu dan terjadi kekacauan dimana-mana. Semua orang melarikan diri ke kampung, kecuali Hang Tuah.
Lalu pemberontak itu menuju Hang Tuah sambil menghunuskan kerisnya.
Ibunya Hang Tuah berteriak dari atas toko dan menyuruh anaknya melarikan diri.
Pemberontak itu datang ke hadapan Hang Tuah dan menikamnya bertubi-tubi.
Dengan sigap Hang Tuah lalu melompat dan mengelak dari tikaman orang itu.
Hang Tuah lalu mengayunkan kapaknya ke kepala orang itu, lalu terbelalah kepala orang itu dan mati.
Di lain pihak, sejak berada di Bintan, Hang Tuah muda bertemu dan bersahabat dengan Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu.
Kelima pemuda itu diceritakan selalu bersama-sama.
Hang Tuah dan empat orang kawannya: Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu menuntut ilmu bersama Adiputra di Gunung Ledang.
Di tempat ini Hang Tuah telah jatuh cinta pada Melor yaitu putri asli yang tinggal di Gunung Ledang dan menjadi pembantu Adiputra.
Setelah selesai menuntut ilmu, mereka berlima kembali ke kota Melaka.
Pada suatu hari, mereka berhasil menyelamatkan Dato’ Bendahara (sama seperti Perdana Menteri) dari amukan seseorang yang berbahaya.
Dato’ Bendahara berterima kasih dan kagum dengan ketangkasan mereka dan mengajak mereka semua ke rumahnya lalu mengajak mereka untuk bertugas di istana.
Kemudian Hang Tuah dan kawan-kawan sangat disayangi oleh Sultan, dan akhirnya Hang Tuah mendapat gelar Laksamana.
Waktu mendampingi mengiringi Sultan Malaka ke Majapahit di Pulau Jawa, Hang Tuah juga berhasil membunuh seorang pendekar Jawa bernama Taming Sari.
Dalam pertarungan itu Taming Sari, seorang pendekar yang kebal dari senjata tajam.
Tapi Hang Tuah tahu rahasia kekebalan Taming Sari terletak pada kerisnya.
Lalu Hang Tuah berhasil merampas keris dan membunuh Taming Sari. Keris itu kemudiannya dianugerahkan oleh Betara Majapahit kepada Hang Tuah.
Pemilik keris ini akan menjadi kebal seperti pendekar Jawa Taming Sari.
Pada suatu hari Hang Tuah ditugaskan ke Pahang untuk mendapatkan Tun Teja yang akan dijadikan permaisuri Sultan Malaka.
Ketika Hang Tuah ke Pahang, Melor turun dari Gunung Ledang mencari Hang Tuah.
Tapi Melor telah ditawan oleh Tun Ali atas hasutan Patih Karma Vijaya untuk dijadikan gundik Sultan.
Atas muslihat Tun Ali juga, Hang Tuah yang kembali dari Pahang akhirnya dapat berjumpa Melor.
Namun Sultan melihat perbuatan Hang Tuah itu. Lalu terjadilah fitnah.
Maka Sultan menghukum Melor dan Hang Tuah akan dihukum mati, karena dituduh berzina dengan Melor yang telah menjadi gundik Sultan.
Tapi kenyataannya, hukuman mati tidak dilaksanakan oleh Bendahara tapi Hang Tuah disembunyikan di sebuah hutan di Hulu Melaka.
Di lain pihak, Hang Jebat dilantik oleh Sultan menjadi Laksamana menggantikan Hang Tuah.
Lalu keris Taming Sari telah dianugerahkan kepada Hang Jebat yang dulu adalah kawan dekat Hang Tuah.
Hang Jebat menyangka Hang Tuah telah meninggal karena hukuman mati yang dijatuhkan oleh Sultan.
Kemudian Hang Jebat (menurut Hikayat Hang Tuah) atau Hang Kasturi (menurut Sejarah Melayu),
melakukan pemberontakan kepada Sultan dan mengambil alih kekuasaan istana.
Tidak seorang pun yang bisa melawan Hang Jebat baik itu pendekar atau panglima yang ada di Melaka, karena Hang Jebat (atau Hang Kasturi) sudah kebal dengan bantuan keris Taming Sari.
Sultan Mahmud terpaksa melarikan diri dan berlindung di rumah Bendahara.
Akhirnya pada waktu itu baginda baru menyesal telah membunuh Hang Tuah yang tidak bersalah.
Inilah saatnya Bendahara memberitahu bahwa Hang Tuah masih hidup.
Hang Tuah kemudiannya telah dipanggil pulang dan ditugaskan untuk membunuh Hang Jebat.
Akhirnya Hang Tuah berhasil merampas keris Taming Sarinya dari Hang Jebat, setelah tujuh hari pertarungan. Lalu Hang Tuah membunuh Hang Jebat.
Dalam pertarungan panjang ini, Hang Jebat menjelaskan bahwa dulu dia membela sahabatnya Hang Tuah yang telah difitnah dan dijatuhi hukuman mati oleh Sultan.
Tapi di lain pihak, Hang Tuah telah membantu sultan yang sebelum itu menjatuhkan hukuman tanpa bukti yang kuat.
Lalu Hang Jebat mengacu pada hadist Abu Bakar Siddiq R.A bahwa jika seorang Muslim bersalah, maka rakyat boleh menjatuhkannya.
Berdasarkan alasan tersebut, makanya Hang Jebat dulu memberontak pada Sultan, dan berusaha menegakkan kebenaran.
—
Catatan redaksi indoSastra.com:
Sampai saat ini cerita ini masih menjadi perdebatan orang melayu. Ada yang menganggap Hang Tuah sebagai pahlawan, dan ada pula yang menganggap bahwa pahlawan yang sebenarnya adalah Hang Jebat.
Di pihak yang mendukung Hang Tuah, ada sebuah alasan yang dikemukakan yaitu Hang Jebat bukan saja memberontak kepada sultan, tapi juga telah banyak membunuh penduduk Malaka yang tidak berdosa.
Oleh karena itu wajarlah jika Hang Tuah membunuh Hang Jebat, karena dia berhak membunuh orang yang telah membunuh penduduk.
Ada sebuah sumpah yang terkenal dari Hang Tuah ialah “Tak Melayu hilang di dunia”. Artinya adalah suku Melayu tidak akan punah di bumi ini.