Karya Sastra Angkatan 1966 – 1970 an.
Karya: Mochtar Lubis
Ada seorang pemuda bernama Buyung, walau masih muda dan baru berumur 19 tahun, tapi sudah bisa bekerja untuk mencari nafkah, dan berani pergi ke hutan belantara.
Buyung pergi ke hutan bersama Wak Katok, Pak Haji, Pak Balam, Sutan, Sanip, dan Talib. Mereka bertujuh pergi ke hutan untuk mengumpulkan damar.
Yang paling tua di antara mereka adalah Pak Haji dan telah berumur 60 tahun.
Walau sudah tua tapi badannya masih tetap sehat dan kuat.
Ada juga Wak Katok yang berumur 50 tahun memiliki perawakan yang keras.
Dia sering berpakaian serba hitam dan masih terlihat seperti berumur 40 tahunan.
Ia juga merupakan ahli pencak dan dukun hebat di desa.
Yang lain adalah Sutan yang berumur 22 tahun, telah berkeluarga. Setelah itu ada Talib yang berumur 27 tahun telah beristri dan beranak tiga.
Sanip berumur 25 tahun juga telah beristri dan mempunyai empat anak.
Yang ketujuh yaitu Pak Balam yang seusia dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk bekerja.
Tujuh orang yang satu kelompok ini disenangi dan dihormati oleh penduduk kampung karena mereka dikenal sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama.
Kelompok ini sering berburu rusa dan babi dengan menggunakan senapan milik Wak Katok.
Babi sering masuk ke rumah Wak Hitam. Oleh karena itu mereka sering menolong Wak Hitam.
Kemudian mereka sering menginap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam adalah seorang laki–laki yang berusia 70 tahun.
Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai celana dan baju hitam.
Ia tinggal bersama Siti Rubiyah yaitu istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia.
Wak Hitam pandai menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Wak Hitam senang mencari perawan muda untuk penyegar dirinya. Bil
Wak Hitam mempunyai anak buah bekas pemberontak yang menjadi perampok dan penyamun yamg tinggal di hutan.
Di samping itu ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat ladangnya.
Rombongan ini sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba.
Dengan gembira mereka menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka belum pernah menikmati masakan yang enak.
Semua anggota rombongan terpesona oleh keindahan tubuh Rubiyah. Buyung si rombongan anggota termuda dan satu–satunya yang masih bujangan, dia terpana akan kecantikan Rubiyah.
Dia membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di kampung.
Sanip, Talip, dan Wak Katok sering tidak dapat menahan diri jika duduk berdekatan dengan Siti Rubiyah.
Wak Katok mengintai Rubiyah sedang mandi di sungai. Hampir tak tertahankan berahi Wak Katok menyaksikan Rubiyah mandi tanpa busana.
Dalam perjalanan pulang ke pondok, dengan dalih memberi manik–manik ditariknya Rubiyah masuk ke dalam semak belukar.
Hal ini terulang lagi pada Buyung yang juga mengintai Rubiyah mandi di sungai. Dia tidak bisa menahan gejolak batinnya menyaksikan tubuh Rubiyah yang menawan.
Buyung lalu menghampiri Rubiyah yang sedang mandi. Lalu terjadilah hubungan intim antara keduanya.
Pada kesempatan itu Rubiyah menceritakan kalau dirinya juga jatuh ke tangan Wak Hitam, dia merasa menderita bersama Wak Hitam.
Lalu Buyung merasa telah jatuh cinta, dan ingin melindungi dan menyelamatkan Rubiyah dari tangan Wak Hitam.
Ia ingin menikahi Rubiyah, tapi ia bimbang, karena masih tetap mencintai Zaitun tunangannya.
Esok harinya rombongan yang tujuh orang pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang juga kumpulan harimau.
Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik seekor rusa jantan.
Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa tersebut di situ. Tapi tiba–tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau.
Lalu dengan cepat mereka memasak rusa tersebut dan langsung pergi.
Mereka beristirahat setelah perjalanan jauh dan makan. Lalu mencari tempat bermalam.
Kemudian membuat sebuah pondok dan api unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam dan membawanya masuk ke dalam hutan.
Lalu dengan cepat Wak Katok menembak dan harimau tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya penuh luka, goresan, dan darah.
Mereka lalu merawat Pak Balam. Setelah sadar Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah memiliki firasat sebelumnya.
Lalu ia menceritakan mimpi–mimpi buruknya ketika masih di kampung dan di rumah Wak Hitam.
Berdasarkan itu Pak Balam meminta mereka semua untuk bertobat dan mengakui semua dosa. Namun tak ada satu orang pun yang mau mengakui dosa.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Tapi panas Pak Balam tak juga reda, mereka ingin cepat–cepat sampai kampung agar Pak Balam dapat segera diobati.
Musibah datang lagi ketika dalam perjalanan. Talib dibawa lari oleh harimau ketika ia hendak membuang air seni. Saat itu Talib berada di barisan paling belakang.
Kemudian semua anggota mengikuti jejak harimau tersebut. Sampai akhirnya menemukan Talib yang sudah berlumuran darah di tempat terbuka dalam hutan.
Harimau lalu pergi karena mendengar kedatangan rombongan. Kemudian Talib diobati, tapi sayang akhirnya meninggal.
Semua ikut membantu kecuali Wak Katok karena ia adalah seorang pemimpin.
Setelah Talib dikuburkan, Pak Haji dan sutan menjaga pondok serta Pak Balam. Sedangkan yang lain pergi memburu harimau.
Sutan tak tahan mendengar igauan Pak Balam yang meminta untuk mengaku dosa.
Ia pun pergi meninggalkan Pak Haji dan Pak Balam yang sedang sakit dan pergi menyusul kawan–kawan yang lainnya.
Di dalam hutan Wak Katok dan rombongan terus mengikuti jejak harimau. Pada saat mereka merasa sudah dekat dengan sang harimau, mereka menyusun rencana sedemikian rupa.
Mereka kemudian bersembunyi di belakang pohon yang besar dan menunggu sang harimau tiba.
Malam pun tiba, saat itu juga mereka mendengar jeritan manusia, dan auman harimau secara bersamaan.
Tapi mereka tidak menolongnya, dan memutuskan kembali ke tempat mereka bermalam.
Ketika sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan keberadaan Sutan.
Mereka menjawab tidak tahu dan menceritakan apa yang terjadi pada dua tempat yang berbeda, mereka pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut adalah Sutan.
Ketika bangun tidur, mereka terkejut karena Pak Balam akhirnya meninggalkan dunia.
Lalu Pak Balam dikuburkan, dan mereka semua memutuskan untuk pergi berburu.
Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati hutan yang sangat lembab.
Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk hidup kecuali babi dan badak.
Semua ingin keluar dari rimba jahat tersebut, namun Wak Katok yang menjadi pemimpin rombongan hanya membuat mereka berputar–putar di jalan yang sama karena sebenarnya Wak Katok takut memburu harimau.
Kemudian Wak Katok malah marah–marah sendiri, dan memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa–dosanya.
Semuanya mau menurut kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar.
Setelah harimau pergi, Wak Katok tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun mengusir mereka.
Kemudian Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Mereka merebut senapan dan berkelahi dengan Wak Katok.
Akhirnya Wak Katok pingsan dan Pak Haji meninggal karena luka yang disebabkan oleh Wak Katok.
Setelah itu Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat membunuh harimau tersebut.
Dengan menggunakan Wak Katok sebagai umpan dan diikat di sebuah batang pohon yang besar, lalu Buyung melepaskan bidikan ke arah harimau, dan mengenai sasaran tepat, hasilnya harimau tersebut mati.
Pada akhirnya Buyung menjadi mengerti maksud dari Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita, sebaiknya dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita.
Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh–sungguh mencintai Zaitun.
Manfaat lainnya adalah Buyung merasa bebas dari hal–hal yang bersifat takhayul, mantera–mantera, jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.
Buyung jadi tahu tentang kepemimpinan yang bobrok oleh Wak Katok yang selalu dimitoskan oleh pengikutnya sebagai seorang yang dihormati, disegani, dan sakti.
Tapi pada kenyataannya Wak Katok adalah seorang penakut dan tidak bisa apa-apa.