Ini adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Jawa Timur yaitu legenda “Aryo Menak dan Istrinya” yang dikisahkan secara turun temurun.
Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.
Alkisah, dahulu pada suatu masa ketika Pulau Madura sangat subur. Hutannya sangat lebat. Ladang-ladang padi menguning.
Masa itu tersebutlah Aryo Menak hidup. Dia adalah adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Serta tak pernah kenal lelah.
Dia mengembara siang dan malam. Lalu pada suatu malam yang kebetulan Bulan purnama, dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau.
Tiba-tiba dia melihat cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu.
Kemudian dengan perlahan ia mendekati sumber cahaya tadi.
Sesampainya di sana, alangkah terkejutnya Aryo Menak ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau disana.
Aryo Menak menjadi terpesona karena kecantikan mereka. Lalu timbul keinginannya untuk memiliki seorang diantara mereka.
Kemudian Aryo pun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.
Beberapa waktu kemudian, para bidadari tadi pun selesai mandi, menuju pinggi danau, dan bergegas mengambil pakaiannya masing-masing.
Setelah itu, mereka segera terbang ke istananya di surga. 6 orang sudah terbang, kecuali satu orang yang paling muda.
Dia mencari-cari selendangnya yang tadi ditaruh. Sang bidadari itu ternyata tidak dapat terbang tanpa selendangnya.
Kemudian dia pun sedih dan menangis.
Kemudian Aryo Menak pun segera mendekatinya.
Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
Dengan suara ramah, dia menanyakan apa yang telah terjadi pada bidadari itu.
Setelah itu dia berkata pada sang bidadari:
“Ini mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu.
Janganlah bersedih. Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu.”
Mendengar hal ini, kemudian sang bidadari itu rupanya percaya dengan kata-kata Arya Menak.
Bidadari itu juga tidak menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak.
Setelah sekian waktu tinggal di rumah Aryo Menak, akhirnya dia melamar sang bidadari.
Gayung pun bersambut, sang bidadari menerima lamaran itu.
Waktu berjalan dengan indah. Ternyata kemudian diketahui bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib.
Ia dapat memasak sepanci nasi hanya dari sebutir beras. Tapi dengan syarat adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.
Lama kelamaan Arya Menak menjadi penasaran.
Karena beras yang ada di lumbungnya tidak pernah berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari.
Ketika isterinya tidak ada dirumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi.
Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.
Melihat itu, sang bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi.
Mulai saat itu, ia harus memasak beras dari lumbungnya Arya Menak.
Lama kelamaan beras itupun makin berkurang.
Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan.
Betapa terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang.
Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk kembali pulang ke istananya di surga.
Kemudian akhirnya pada suatu malam, sang bidadari mengambil semua pakaian surganya, mengenakan semua pakaian tersebut.
Setelah semua pakaiannya terpasang rapih di badannya, sesaat kemudian tiba-tiba tubuhnya menjadi ringan.
Dengan mudahnya dia lalu bisa terbang melayang ke istananya.
Sementara itu tinggallah Arya Menak sendiri. Dia menjadi menyesal karena tidak jujur pada istrinya.
Apalagi dia juga merasa bersalah telah berbuat sesuatu tanpa sepengetahuan istrinya, yang akhirnya membuatnya pergi.
Rasa sedih Aryo Menak makin lama makin dalam. Hampir setiap hari dia menyesali semua perbuatannya dulu.
Karena penyesalan yang dalam, kemudian Aryo Menak tidak mau lagi memakan nasi, termasuk anak keturunannya.