Sastra Angkatan Pujangga Baru
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana
Ringkasan Umum:
Seorang wanita memiliki berpendirian teguh dan merasa nyaman dengan kepintaran dan prestasi yang sudah diraih.
Akhirnya wanita tersebut sadar bahwa hidup bisa bahagia secara sederhana, tanpa harus terlibat urusan yang formal dan sibuk.
Wanita tersebut juga menemukan kebahagiaan seperti layar terkembang, setelah menemukan pasangan hidup.
Di Jakarta ada sebuah keluarga yaitu keluarga Raden Wiraadmaja yang merupakan pensiunan Wedana di daerah Banten.
Pak Raden Wiraadmaja mempunyai dua orang anak perempuan. Tapi kedua anak tersebut mempunyai sifat yang sangat berbeda, seperti siang dan malam.
Anak pertama bernama Tuti yang merupakan seorang gadis yang serius, fokus, dan cenderung pendiam.
Anak yang kedua bernama Maria yang merupakan gadis yang riang, lincah, dan suka ngomong blak-blakan, sifat Maria yang easy going membuat dia mempunyai banyak teman.
Tuti memiliki badan yang tegak dan agak gemuk. Ia telah berusia dua puluh lima tahun dan menjadi guru di Sekolah H.I.S Arjuna di Petojo.
Maria memiliki badan yang ramping, berusia dua puluh tahun, dan sekolah di H.B.S Carpentier Alting Stichting kelas penghabisan.
Ketika libur hari minggu, kedua bersaudara itu pergi melihat akuarium di pasar ikan.
Ketika sampai di tempat tujuan, Maria kagum melihat ikan-ikan yang indah permai.
Maria adalah seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji. Ia cepat mengungkapkan perasaannya, baik perasaan senang maupun sedih.
Sifat ini berbeda dengan kakanya Tuti yang memang bukan seorang yang mudah kagum dan heran melihat sesuatu.
Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia merasa pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu yang ingin dicapainya.
Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri, oleh karena itu ia jarang memuji.
Setelah sekian waktu asyik melihat-lihat ikan lalu mereka keluar. Ketika daun pintu yang besar dibuka oleh mereka, terlihat laki-laki muda mengangkat kepalanya melihat kearah mereka.
Beberapa lama gadis itu berjalan-jalan di beranda akuarium mengamati ikan-ikan yang aneh yang tersimpan dalam kaca dan botol.
Akhirnya mereka berjalan menuju tempat parkir sepeda. Ketika itu, keluarlah pemuda dari dalam dan menghampiri kedua gadis itu sebab sepedanya terletak dekat dengan sepeda Tuti dan Maria.
Akhirnya mereka berkenalan dengan pemuda tersebut yang ternyata bernama Yusuf.
Yusuf adalah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan. Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran, yang pada masa lalu dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi.
Ia tinggal bersama saudaranya yang tinggal di Sawah Besar di Daerah Jawa.
Sejak perkenalan itu, Yusuf tidak berhenti-hentinya memikirkan Tuti dan Maria.
Namun yang lebih ia pikirkan adalah Maria yang telah menarik hatinya. Muka Maria lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum.
Tidak disangka, waktu mempertemukan lagi Yusuf dengan Maria dan kakaknya di depan hotel Des Indes.
Dengan senang hati, Yusuf mengantar kedua kakak beradik itu berjalan-jalan.
Setelah pertemuan tersebut, Yusuf jadi sering berkunjung ke rumah mereka.
Beberapa waktu kemudian Yusuf dan Maria sepakat menjalin hubungan cinta kasih.
Di lain pihak, Tuti yang melihat hubungan cinta kasih adiknya, sebenarnya berkeinginan pula untuk memiliki seorang kekasih.
Di samping gelora semangatnya yang menyala-nyala, Tuti kini sering melamun memikirkan dirinya yang sudah dewasa dan kini usianya sudah dua puluh tujuh tahun.
Tuti mempunyai keinginan yang kuat untuk membina rumah tangga. Perubahan sikap Tuti ini diketahui pula oleh Maria dan ayahnya.
Kegelisahan Tuti semakin meningkat, apalagi setelah ia menerima surat cinta dari Supomo.
Tapi karena pemuda itu tidak memenuhi kriteria Tuti dan bukanlah idamannya, maka cinta Supomo ditolak.
Sejak itu, Tuti menyibukkan diri dengan kegiatan organisasi dan melakukan kegemarannya membaca buku sehingga sedikit melupakan angan-angannya tentang seorang kekasih.
Setelah Maria tamat Sekolah HBS, dia mengajar di HIS Muhammadiyah Keramat.
Sementara itu perkumpulan Pemuda Baru mengadakan sebuah kongres di Jakarta pada siang hari.
Acara malam harinya dipertunjukkan sandiwara yang berjudul Sandyakala Ning Majapahit karya Sanusi Pane.
Pertunjukkan itu menampilkan Yusuf yang berperan sebagai Damar Wulan sedangkan Maria berperan sebagai Anjarasmara.
Pada suatu hari keluarga Raden Wiraatmadja dikejutkan oleh hasil diagnosis dokter yang menyatakan bahwa Maria mengidap penyakit TBC.
Semakin hari kesehatan gadis itu semakin melemah sekalipun ia telah menjalani perawatan intensif.
Kemudian Maria yang sakit dirawat di Rumah Sakit Pacet. Maria menderita TBC atau sakit paru-paru yang semakin lama semakin parah dan menyiksa dirinya.
Sering juga Yusuf dan Tuti menjenguk Maria disana.
Untuk menjenguk Maria di kota pegunungan itu Tuti sendiri sering pula menginap di rumah Ratna, teman seperjuangannya yang dulu aktif dalam organisasi Putri Sedar. Sekarang Ratna sudah berkeluarga.
Keluarga Ratna sangat bahagia meski hanya bercocok tanam. Sambil mereka menjadi suami istri yang berbahagia, mereka membimbing rakyatnya ke arah kesempurnaan pendidikan.
Melihat temannya itu Tuti jadi mengerti bahwa kehidupan yang mulia dan bahagia tidak perlu diarahkan semata-mata hanya dengan aktif dalam organisasi resmi.
Akan tetapi ada juga orang desa itu yang mengabdikan diri kepada bangsa dan negara melalui pekerjaan nonformal tersebut.
Karena sakit paru-parunya Maria semakin parah, ketika hampir menemukan ajalnya, dia mengungkapkan sesuatu kepada Yusuf dan Tuti.
Sebagai permintaan yang terakhir, ia meminta Yusuf untuk menerima kakaknya sebagai penggantinya.
Sebelum meninggal, Maria sempat juga bernasehat kepada mereka bahwa ia tidak akan rela jikalau Yusuf dan Tuti sepeninggalannya akan bercerai.
Dengan perkataan yang penghabisan itulah membuat hati Yusuf dan Tuti menjadi tersentak seolah jantung mereka akan berhenti berdetak.
Setelah Maria meninggal, Tuti dan Yusuf mulai menjalin hubungan kasih.
Tuti sekarang sudah mulai berubah, apalagi setelah melihat keluarga temannya Ratna yang bahagia dengan hidup yang sederhana, tanpa harus terlibat urusan yang formal dan serius dalam kesibukan yang rumit.
Akhirnya Yusuf dan Tuti semakin dekat dan saling cocok, kemudian mereka melangsungkan pernikahan.
Mereka menyempatkan diri ke makam Maria di Pacet sebelum acara pernikahannya dilangsungkan.
Setelah menikah, Yusuf dan Tuti memulai lembaran hidup baru dalam bahtera rumah tangga. Mereka sangat bahagia. Bahtera baru yang diarungi berjalan harmonis dan penuh cinta.