Sastra Angkatan 1980 – 1990 an.
Dari serial novel Lupus 1: Tangkaplah Daku, Kau Kujitak!
Karya Hilman Hariwijaya, tahun penulisan: 1986
Ringkasan Umum:
Ini adalah salah satu cerpen tentang lupus yang pernah dimuat di majalah Hai, dan terdapat dalam novel Lupus 1: Tangkaplah Daku, Kau Kujitak!
Hari ini Lupus kembali memasuki ruang kelasnya. Budi sang ketua kelas sudah menyambutnya, “Hei, Lupus! Hebat kamu.
Saya udah baca majalah kamu yang terbaru yang memuat tentang kegiatan di sekolah kita.
Begitu, dong. kita harus bangga-banggain sekolah kita juga!”
Menjelang jam istirahat pertama, ada keributan di sekolah, karena akan diadakan razia rambut.
Razia rambut memang ditakuti karena guru akan mengguntingi rambut-rambut yang panjang melewati kerah dan menutupi telinga.
Padahal anak-anak sudah mengubah taktik dengan hanya memanjangkan rambut bagian depannya saja.
Seperti yang sekarang lagi mode itu. Tapi tetap saja kena razia.
Lupus yang rambutnya panjang baik di depan maupun di belakang, jelas jadi sibuk sendiri.
Dia buru-buru mengemasi buku-bukunya.
”Mau ke mana kamu, Lupus?” tanya Heru yang duduk di sebelahnya.
“Kabur!” jawab Lupus seenaknya, sambil matanya tetap mengawasi guru gambar yang membelakangi murid-murid.
”Kabur? Maksud kamu lewat jendela?” tanya Heru curiga.
Tetapi begitu dia menclok di jendela, sang guru tiba-tiba membalikkan tubuh.
Matanya langsung tertuju pada figur Lupus yang bak maling lagi beroperasi.
Kalau lagi terdesak, anak ini memang suka nekat.
Tak pelak lagi, Lupus langsung diseret ke depan kelas untuk diinterogasi.
Setelah itu Lupus di bawa ke ruangan Kepala Sekolah untuk penghakiman lebih lanjut.
Lupus tak bisa berbuat apa-apa. Dia memang mengaku salah.
Tapi situasi ini justru menyelamatkannya.
Pada saat yang bersamaan, dua orang guru menyerbu ke dalam kelas sambil membawa gunting.
Setelah itu Lupus berada di ruangan kepala sekolah.
Dengan polos dia mengaku salah kepada kepala sekolah.
Untuk menutupi salahnya dia mengatakan bahwa tulisannya tentang kegiatan di sekolah sudah dimuat di Majalah Hai.
Pak Kepala Sekolah tiba-tiba menjadi ramah dan tidak marah lagi, dan mulai memuji karya-karya Lupus.
Pada kesempatan itu Lupus juga tidak lupa mencari alasan pembenaran pada rambutnya yang panjang.
Kalau semua murid gaya rambutnya sama, maka akan susah dikenali dan dibedakan oleh guru-guru.
Eh, ternyata logika tersebut diiyakan oleh Kepala Sekolah.
Lalu akhirnya Lupus melangkah ke luar kantor Kepala sekolah.
Tiba-tiba dia teringat pada tasnya yang tadi dilempar ke luar jendela. Jangan-jangan masuk ke got?