Sastra dalam Siraman Rohani
Dalam kalimah penyejuk hati berikut adalah ceramah dari Ustadz Adi Hidayat judul Ujian Berbanding Lurus dengan Doa & Harapan – Ustadz Adi Hidayat:
Teman-teman, perhatikan konstruksinya. Di sini ada doa, harapan, atau cita-cita, kemudian takdir. Saya buatkan sumbu X dan Y. Kemudian, ada doa untuk mempercepat, ada ujian, dan ada pengabulan jawaban. Dalam ritual umrah atau haji, ada Safa dan Marwah.
Sebetulnya, ada banyak hikmah dari ritual kita. Sayangnya, sekarang hanya menjadi ritual saja. Walaupun ada pahala, pahala diberikan pada keikhlasan dalam ibadah yang benar. Jika salat Anda benar dari awal sampai akhir dan ikhlas, pahala diberikan. Namun, keberkahan dan nilai kebaikan dari salat dalam hidup cenderung kurang didapatkan jika kita tidak paham hikmahnya.
Setiap orang punya harapan dan cita-cita, lalu berdoa. Misalnya, “Ya Allah, saya yang sedang kuliah ingin lulus IPK 4.” Atau, “Ya Allah, saya ingin rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.” Intinya, setiap orang punya cita-cita, misalnya lulus ujian atau wisuda.
Mungkinkah seseorang wisuda tanpa kuliah dan ujian? Mustahil tiba-tiba berdoa malam ini, besok wisuda. Pasti ada tahapan yang harus dilewati. Tahapan inilah jembatan yang mengantarkan kita pada harapan. Kita punya harapan di ujung sana, dan kita harus berjalan ke sana. Jalan itulah yang disebut ujian.
Ujian sering kita lihat sebagai masalah. Kita mengerjakan ujian, lalu menganggapnya masalah. Padahal, ujian diberikan Allah bukan untuk membuat hidup kita bermasalah, tetapi mengantarkan kita pada harapan dan doa yang pernah dimohonkan. Memang jalannya seperti ini.
Masalah kita berbeda-beda, walaupun substansinya sama. Apa yang kita alami sesuai dengan yang mengantarkan pada keinginan kita. Doa kita apa, masalah yang Allah turunkan supaya mempercepat pengabulan doa kita. Jadi, tidak mungkin ada orang hidup tanpa diuji.
Konsep ini ada di Quran surah ke-2 ayat 155, “Wa lanabluwannakum.” Artinya, Aku pastikan setiap orang yang hidup pasti akan Aku berikan ujian hidup, sama dengan masalah. Karena orang hidup pasti punya cita-cita dan keinginan. Keinginan harus diwujudkan lewat ujian. Maka, hidup berbanding lurus dengan ujian.
Orang yang tidak ingin diuji berarti tidak ingin punya masalah. Dengan berbagai kekhawatiran, mulai dari harta, jiwa, dan hasil kerja keras yang diambil orang lain, semua itu mengantarkan pada harapan kita. Memang itu bukan punya kita, tetapi ada yang lebih baik.
Pahami bahwa setiap hidup pasti akan dihadapkan pada ujian. Ujian ini selaras dengan kadar doa yang kita mohonkan. Ketika Anda punya masalah, itu hasil dari doa Anda. Anda yang meminta, lalu ketika Allah kasih, Anda malah bertanya kenapa.
Dari sini turun ayat “La yukallifullahu nafsan illa wus’aha.” Artinya, Allah tidak mungkin menguji di luar batas kemampuan Anda. Ketika diberikan ujian pun, itu yang kita mampu. Ada yang pernah minta ke surga yang cepat dan mudah, tidak banyak masalah.
Katakan pada diri kita, Allah tidak mungkin menguji kalau kita tidak sanggup. Kita bisa dan sanggup. Setelah paham bahwa apa yang dihadapi adalah bagian dari takdir dan hasil doa, pindah ke ayat selanjutnya. Perhatikan kalimat Quran surah ke-94, “Alam nashrah laka sadrak.”
Pahami, “Insyirah” adalah proses melapangkan hati. Jika ingin masalah mudah diatasi, lapangkan hati. Banyak masalah menjadi besar bukan karena besarnya masalah, tetapi karena sempitnya hati. Jika cawan hati sempit, masalah sekecil apapun terasa berat. Jika cawan hati selebar danau, masalah sebesar apapun terasa ringan.
“Alam nashrah,” bukankah Aku sudah buat hatimu lebar dan luas? Sehingga membuat tubuhmu seakan memikul beban berat yang tidak semestinya ditanggung. Allah bertanya balik, kenapa engkau sempitkan hatimu yang sudah Aku bikin lapang?
“Wa wadha’na ‘anka wizrak,” bukankah dulu engkau mengalami banyak masalah juga? Allah bertanya balik, dari dulu kita punya jutaan masalah. Semua masalah itu pernah kita selesaikan. Kenapa yang satu ini terasa berat? Mungkin persoalannya bukan masalahnya, tetapi engkau belum lapangkan hatimu.
“Inna ma’al ‘usri yusra,” seberat apapun masalahnya, selalu ada solusi. Pasti selesai, pasti ada solusi. Katakan pada jiwa kita, ini pasti selesai. Praktik ini dipraktikkan di Jepang pada acara Benteng Takeshi. Reporter mengatakan, “Kamu pasti bisa!”
Ketika Anda punya masalah, simpulkan, “Terima kasih ya Allah, Kau titipkan ini untuk mempercepat pengabulan doaku.” Kedua, katakan, “Kamu pasti bisa, pasti selesai.” Jika sekali tidak cukup, katakan lagi sampai hati tenang. Kuncinya bukan jawaban atau selesai dulu, tetapi hati tenang dulu. Jiwa yang tenang melahirkan keputusan cemerlang.
Setelah hati tenang, mitigasi persoalannya. Setelah itu, jangan harapkan hasil, serahkan kepada Allah. “Wa ila rabbika farghab.” Jika sudah terkumpul, kita akan selalu rida pada setiap situasi yang Allah berikan.
Sebagai penutup, cari lawan kata yang positif untuk berlatih keridaan, seperti dalam Quran surah Asy-Syams. Misalnya, jujur lawannya bohong, rendah hati lawannya sombong. Jika melihat kesombongan, berarti kita harus rendah hati. Jika melihat kemarahan, lawannya adalah sabar.
Jika suami marah, simpulkan, “Marah dititipkan pada suami saya agar kesabaran saya meningkat.” Jika pulang ke rumah dan melihat suami cemberut, berikan sesuatu yang menyenangkan. Intinya, latihlah diri untuk selalu bersikap positif dan menerima setiap ketentuan Allah.
Semoga video di atas bisa memberi pencerahan bagi kita semua dalam memahami agama, jadi kita tidak perlu sibuk bertanya tentang tentang apa itu topik, bagaimana cara belajar, kapan ada pertunjukan atau konser, berapa biaya tiket, kenapa bisa lebih merdu atau menarik, dimana tempat, dan siapa saja artis yang tampil.
Informasi di atas bisa diaplikasikan di Kabupaten Kota, Kecamatan, Kelurahan, dan Desa di Seluruh Indonesia.
Demikianlah kajian islami dalam sastra nan indah, wasssalam