Tim indoSastra
Wing Kardjo dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1966 – 1970-an. Inilah sastrawan dan pujangga sejati.
Sastrawan ini lahir pada tanggal 23 April 1937 di Garut, Jawa Barat. Seorang tokoh kharismatik sastra yang berkarya dengan hati tulus.
Setelah diketahui dari dekat, ternyata Wing bukan golongan penyair yang asyik dengan dirinya sendiri.
Beliau sama seperti juga almarhum Rendra senang berbagai ilmu, dan tidak pelit bila ditanya proses kreatif.
Menurut Wing, ketika seorang penyair menulis puisi, maka apa yang ditulisnya itu merupakan sebuah dunia yang otonom,
yang tidak harus patuh dan tunduk pada setumpuk nilai-nilai yang selama ini dianggap tabu oleh masyarakat bila dilanggar.
Dilihat dari karya-karyanya sebagai penyair, Wing tidak melulu menulis puisi bertema cinta dengan berbagai variasinya,
tetapi juga menelaah tema-tema sosial dan kegelapan, yang ujung-ujungnya merindukan cahaya kehidupan yang bersumber dari Cahaya Yang Maha Hidup, Allah SWT.
Penyair Kota Bandung ini meninggal pada tanggal 19 Maret 2002 di Jepang.
Karya-karya Wing Kardjo:
- Selembar Daun (Kumpulan Sajak, Pustaka Jaya, 1974),
- Perumahan (Kumpulan Sajak, Budaya Jaya, 1975),
- Fragmen Malam (Kumpulan Sajak, Pustaka Jaya, 1975)
- Pohon Hayat: Sejemput Haiku (Kumpulan Sajak, Forum Sastra Bandung, Mei 2002)
- Sajak-Sajak Modern Perancis dalam Dua Bahasa – Anthologie Bilingue de la Poezie Moderne Francaise (Pustaka Jaya, 1975);
- Topeng (Semi Biografi)
Berikut adalah Sajak-Sajak dan Puisi Wing Kardjo:
Perut
Hari melonjak
dalam perut sajak.
Sepi tak beranjak.
—
Bayang
Di kelab malam
lampu dan bayang-bayang
Tak pernah tentram
—
Rumah
Berumah tanah.
beratap langit, dua-
duanya pahit?
—
Waktu
1
Aku makan waktu
Aku makan mimpi,
aku makan nasi lauk-pauk basi
Minum racun
buah-buahan busuk
yang disisihkan Adam
dan Hawa di sisi senja
Kala Tuhan
menenggelamkan
matahari dalam kelam
dan dosa
mengusir mereka
dari Sorga
2.
Andai mesti
suci mengapa manusia
tergoda, andai penuh cinta
mengapa mesti sepi dan sia-sia
Andai jasad fana
mengapa jiwa mesti
baka, andai hidup maya
mengapa mesti cari selamat.
Aku hanya bisa
mencatat detik- detik melompat
memohon
tobat
—