Tim indoSastra Pencari Karya Sastra Berkualitas
Sastra Angkatan Balai Pustaka, bentuk: Syair
Karya: Marah Rusli
Judul Syair: Surat Rindu Samsul Bahri kepada Sitti Nurbaya (Sepucuk surat, Jakarta, 10 Agustus 1896)
Ini adalah salah satu syair karya Marah Rusli, mengisahkan tentang cinta yang dirangkai dengan kata penuh makna dan disusun dengan pola yang rapih
Dari buku: Novel Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai
Dalam: Bab VII. Surat Samsul Bahri kepada Nurbaya
—
Awal bermula berjejak kalam
Pukul sebelas suatu malam
Bulan bercaya mengedar alam
Bintang bersinar laksana nilam
Langit jernih cuaca terang
Kota bersinar terang benderang
Angin bertiup serang-menyerang
Ombak memecah di atas karang
Awan berarak berganti-ganti
Cepat melayang tiada berhenti
Menuju selatan tempat yang pasti
Sampai ke gunung lalu berhenti
Udara tenang hari pun terang
Sunyi senyap bukan sebarang
Murai berkicau di kayu arang
Merayu hati dagang seorang
Guntur menderu mendayu-dayu
Pungguk merindu di atas kayu
Hati yang riang menjadi sayu
Pikiran melayang ke tanah Melayu
Angin bertiup bertalu-talu
Kalbu yang rawan bertambah pilu
Hati dan jantung berasa ngilu
Bagai diiris dengan sembilu
Tatkala angin berembus tenang
Adik yang jauh terkenang-kenang
Air mata jatuh berlinang
Lautan Hindia hendak direnang
Jika dipikir diingat-ingat
Arwah melayang terbang semangat
Tubuh gemetar terlalu sangat
Kepala yang sejuk berasa angat
Betapa tidak jadi begini
Ayam berkokok di sana-sini
Disangka jiwa permata seni
Datang menjelang kakanda ini
Disangka adik datang melayang
Mengobat kakanda mabuk kepayang
Hati yang sedih berasa riang
Kalbu yang tetap rasa bergoyang
Lipur segala susah di hati
Melihat adikku emas sekati
Datang menjelang abang menanti
Dagang merindu bagaikan mati
Silakan gusti emas tempawan
Sila mengobat dagang yang rawan
Penyakit hebat tidak berlawan
Sebagai kayu penuh cendawan
Silalah adik, silalah gusti
Sila mengobat luka di hati
Jika lambat adik obati
Tentulah abang fana dan mati
Tatkala sadar hilang ketawa
Dagang seorang di tanah Jawa
Rasakan hancur badan dan nyawa
Nasib rupanya berbuat kecewa
Di sana teringat badan seorang
Jauh di rantau di tanah seberang
Sedih hati bukan sebarang
Sebagai manik putus pengarang
Tunduk menangis tercita-cita
Jatuh mencucur air mata
Lemah segala sendi anggota
Rindukan adik emas juita
Teringat adik emas sekati
Kanda mengeluh tidak berhenti
Rindu menyesak ke hulu hati
Rasa mencabut nyawa yang sakti
Terkenang kepada masa dahulu
Tiga bulan yang telah lalu
Bergurau senda dapat selalu
Dengan adikku yang banyak malu
Sekarang kakanda seorang diri
Jauh kampung halaman negeri
Duduk bercinta sehari-hari
Kerja lain tidak dipikiri
Tetapi apa hendak dikata
Sudah takdir Tuhan semesta
Sebilang waktu duduk bercinta
Kepada adikku emas juita
Setelah jauh sudahlah malam
Kakanda tertidur di atas tilam
Bermimpi adik permata nilam
Datang melipur gundah di dalam
Datanglah itu seorang diri
Tidur berbaring di sebelah kiri
Kakanda memeluk intan baiduri
Dicium pipi kanan dan kiri
Tiada berapa lama antara
Dilihat badan sebatang kara
Abang terbangun dengan segera
Hatiyang rindu bertambah lara
Guling kiranya berbuat olah
Lalu mengucap astagfirullah
Begitulah takdir kehendak Allah
Badan yang sakit bertambah lelah
Memang apa hendak dibilang
Sudahlah nasib untung yang malang
Petang dan pagi berhati walang
Menanggung rindu beremuk tulang
Walaupun sudah nasib begitu
Tiada kanda berhati mutu
Gerak takdir Tuhan yang satu
Duduk bercinta sebilang waktu
Jauh malam hampirkan siang
Mataku tidak hendak melayang
Di ruang mata adik terbayang
Hati dan jantung rasa bergoyang
Ayam berkokok bersahut-sahutan
Di sebelah barat, timur, selatan
Hatiku rindu bukan buatan
Kepada adikku permata intan
Di situ terkenang ibu dan bapa
Adik dan kakak segala rupa
Handai dan tolan kaya dan papa
Timbul di kalbu tiada lupa
Begitulah nasib di rantau orang
Susah ditanggung badan seorang
Sakit bertenggang bukan sebarang
Sebagai terpijak duri di karang
Setelah siang sudahlah hari
Berjalan kakanda kian kemari
Tak tahu apa akan dicari
Bertemu tidak kehendak diri
Diambil kertas ditulis surat
Ganti tubuh badan yang larat
Kesan nasib untung melarat
Kepada adikku di Sumatra Barat
Dawat dan kalam dipilih jari
Dikarang surat di dinihari
Ganti kakanda datang sendiri
Ke pangkuan adik wajah berseri
Wahai adikku indra bangsawan
Salam kakanda dagang yang rawan
Sepucuk surat jadi haluan
Ke atas ribaan emas tempawan
Mendapatkan adik paduka suri
Cantik manis intai baiduri
Di padang konon namanya negeri
Duduk berdiam di rumah sendiri
Jika kakanda peri dan mambang
Tentulah segera melayang terbang
Menyeberang lautan menyongsong gelombang
Mendapatkan adik kekasih abang
Menyerahkan diri kepada adinda
Tulus dan ikhlas di dalam dada
Harapan kakanda jangan tiada
Mati di pangkuan bangsawan muda
Adikku Nurbaya permata delima
Dengan berahi sudahlah lama
Hasrat di hati hendak bersama
Dengan adikku mahkota lima
Hendak bersama rasanya cita
Dengan adikku emas juita
Jika ditolong sang dewata
Di dadalah jadi tajuk mahkota
Tajuk mahkota jadilah tuan
Putih kuning sangat cumbuan
Menjadikan abang rindu dan rawan
Laksana orang mabuk cendawan
Karena menurut cinta di hati
Asyik berahi punya pekerti
Sungguhpun hidup rasakan mati
Baru sekarang kanda mengerti
Dendam berahi sudahlah pasti
Tuhan yang tahu rahasia hati
Kakanda bercinta rasakan mati
Tidak mengindahkan raksasa sakti
Siang dan malam duduk bercinta
Kepada adikku emas juita
Tiada hilang di hati beta
Adik selalu di dalam cipta
Jiwaku manis Nurbaya Sitti
Putih kuning emas sekati
Tempat melipur gundah di hati
Ingin berdua sampaikan mati
Tidaklah belas dewa kencana
Memandang kanda dagang yang hina
Makan tak kenyang tidur tak lena
Bercintakan adik muda teruna
Rindukan adik paras yang gombang
Siang dan malam berhati bimbang
Cinta di hati selalu mengembang
Laksana perahu diayun gelombang
Setiap hari berdukacita
Terkenang adinda emas juita
Sakit tak dapat lagi dikata
Sebagai bisul tidak bermata
Tiada dapat kakanda katakan
Asyik berahi tak terperikan
Adik seorang kakanda idamkan
Tiada putus kakanda rindukan
Rusaklah hati kanda seorang
Rindukan paras intan di karang
Dari dahulu sampai sekarang
Sebarang kerja rasa terlarang
Pekerjaan lain tidak dipikiri
Karena rindu sehari-hari
Tiada lain keinginan diri
Hendak bersama intan baiduri
Ayuhai adik Sitti Nurani
Teruslah baca suratku ini
Ilmu mengarang sudahlah fani
Disambung syair surat begini