Sastra Angkatan Balai Pustaka
Karya: Merari Siregar
Ringkasan Umum:
Dua orang anak tiri hidup menderita karena Bapak mereka suka mabuk-mabukan dan berlaku kasar.
Ibu tiri juga suka menghisap candu. Sang anak disuruh mengemis setiap hari, dan anak yang lain sering dipukuli.
Suatu hari sang anak ditolong oleh keluarga yang baik, dan diberi uang dan pakaian.
Dalam pakaian ada cincin. Karena jujur sang anak mengembalikan cincin tersebut.
Tapi sayang ketika mengembalikan dia meninggal ditabrak trem.
Kemudian sang adik mengembalikan cincin. Setelah itu sang adik hidup bahagia bersama keluarga baik tadi.
Di Jakarta ada sebuah keluarga. Ayah bernama Bertes, Ibu bernama Mina, dan dua orang anak yang bernama Jamin dan Johan.
Bertes adalah seorang pemabuk berat, tapi jarang pulang. Kalau pun dia pulang sering memukul Ibu Mina, tapi sang istri tetap sabar. Istrinya juga sering menasehati Bertes, tapi tidak digubris.
Pada suatu hari, Ibu Mina batuk darah, tapi tidak diketahui oleh Bertes, serta Jamin dan Johan.
Lama-lama penyakit ibu makin parah. Lalu dibawa ke rumah sakit. Tapi sayang nyawanya tidak tertolong, dan Bu Mina meninggal dunia.
Beberapa hari setelahnya, Bertes menikahi Inem. Ibu tiri si Jamin dan si Johan ini sangat buruk tingkah-lakunya.
Jika ayahnya tukang mabuk, maka ibu tirinya tukang menghisap candu.
Setelah menikah, Bertes dan Inem menghabiskan simpanan Mina untuk membeli candu, lalu menjual satu-persatu perabotan yang ada, lebih parah lagi Inem juga menjual pakaian peninggalan Mina.
Sangat malang nasib kedua anak tersebut, Jamin disuruh Inem untuk mengemis, dan Johan sering dipukuli oleh Inem.
Lalu si Jamin meminta-minta untuk menghidupi keluarganya setiap hari. Si Jamin sudah kerap kali pulang dengan uang sedikit sehingga ibu tirinya memarahinya.
Dalam hati, si Jamin memang malu berbuat seperti budak peminta-minta yang lain, yang suka meminta sedekah dengan kata-kata membujuk dan kadangkala berdusta.
Pada suatu hari, karena hasil mengemis belum cukup, si Jamin tidak berani pulang.
Karena belum makan seharian, ia pun pingsan. Ia ditemukan oleh Kong Sui di depan toko obatnya.
Kong Sui dan istrinya, Nyonya Fi terkenal kebaikannya suka menolong orang. Oleh sepasang suami-istri itu, si Jamin diberi makan dan diberi baju ganti yang masih layak pakai.
Atas permintaan Kong Sui dan Nyonya Fi, ia pun menceritakan asal-usulnya.
Karena merasa kasihan, sebelum pulang si Jamin diberi sejumlah uang dan dibekali makanan untuk diberikan pada adiknya, si Johan.
Tapi sesampai di rumah, uang yang diberi Kong Sui tadi diambil oleh Inem. Baju yang dipakai Jamin juga mau dijualnya.
Ketika merogoh saku celana, Jamin terkejut karena menemukan sebuah cincin Nyonya Fi disitu.
Sehingga dia tidak mau melepasnya, tapi kemudian celana dan cincin diambil oleh Inem.
Besoknya, ketika Jamin akan pergi mengemis, tiba-tiba datang Johan mengantarkan cincin Nyonya Fi.
Ternyata Johan berhasil mengambil kembali cincin itu dari Inem.
Tapi sayang, kejadian mengenaskan menimpa Jamin. Sewaktu ia akan mengembalikan cincin Nyonya Fi, Jamin tertabrak oleh trem. Ia pun dibawa ke rumah sakit.
Adiknya si Johan yang waktu itu ada bersama Jamin langsung menangis. Ia tak mengerti. Semua itu terjadi dalam sekejap.
Ternyata, cincin yang dibawa abangnya itu terjatuh. Ia pun memungut dan mengembalikannya kepada Nyonya Fi.
Bersama Kong Sui dan Nyonya Fi, si Johan mencari keberadaan kakaknya. Mereka masih sempat bertemu dengan Jamin sebelum dia meninggal.
Setelah kejadian itu, si Johan tinggal bersama Kong Sui. Karena keluaga ini tidak punya anak, Johan juga disekolahkan dan dibiayai.
Ibu tirinya, Inem tak lagi tinggal di rumah. Tetangga-tetangganya pun tak mengetahui ke mana perginya. Akhirnya Inem ditemukan mati lemas di sungai.
Di lain pihak, Bertes ayah Johan yang sudah tiga bulan dipenjara dibebaskan. Ia tidak terbukti bersalah pada kasus perkelahian yang terjadi di Pasar Senen.
Setelah mendengar kabar bahwa anak sulungnya Jamin meninggal dunia, Bertes lalu berkunjung ke rumah Kong Sui.
Bertes lalu menyesali segala perbuatannya. Dia kemudian mohon maaf. Tidak lupa dia juga berterima kasih kepada keluarga Kong Sui.
Lima tahun kemudian, si Johan tamat dari sekolah dasar. Ia lalu meneruskan ke sekolah pertukangan di Jawa atas biaya Kong Sui.
Ayahnya pun telah mendapatkan pekerjaan yang tetap berkat bantuan Kong Sui.