Sastra Angkatan Balai Pustaka
Karya: Marah Rusli
Ringkasan Umum:
Novel ini bercerita tentang kisah asmara dua insan yang dianggap sedikit bebas, karena telah terang-terangan memadu kasih.
Disebabkan oleh masalah adat, dua sejoli ini dipisahkan. Ketika dipisahkan, Sitti Nurbaya dengan berat hati terpaksa menikah dengan Datuk Maringgih untuk menyelamatkan usaha orang tuanya yang juga berhutang.
Cinta antara Samsul Bahri dan Sitti Nurbaya memiliki awal yang indah, mereka adalah tetangga juga teman sekolah yang akrab. Mereka sama merasakan kasih sayang dan cinta.
Di sebuah bukit yang bernama Gunung Padang, mereka menyulam indahnya benang asmara secara bersama, saling menyatakan cinta dan mengikrarkan sehidup semati.
Kemesraan mereka terus berlanjut hingga mereka berciuman di depan rumah. Tapi sayang, ketika mereka berciuman tertangkap basah oleh ayah Sitti Nurbaya dan para tetangga.
Ayah Sitti Nurbaya bernama Baginda Sulaiman yaitu seorang pengusaha kaya di Kota Padang.
Ayah Samsul Bahri bernama Sutan Mahmud Syah adalah seorang bangsawan yang menduduki jabatan sebagai penghulu di daerah Padang.
Juga ada pengusaha lain bernama Datuk Maringgih. Sifatnya amat licik, kekayan yang dimiliki diperolehnya dengan cara tidak benar.
Karena Samsul Bahri adalah anak yang pintar, dia melanjutkan sekolahnya ke Jakarta.
Ayah Samsul Bahri terpaksa meminjam uang sebesar tigaribu rupiah pada Datuk Maringgih.
Niat Sutan Mahmud Syah yang hendak menyekolahkan Samsul Bahri ke Jakarta tidak disetujui oleh kakak perempuannya bernama Putri Rubiah karena menurut adat Sutan Mahmud justru harus menanggung kehidupan kemenakannya yang bernama Rukiah, dan bukan anaknya sendiri yang bernama Samsul Bahri.
Keluarga Baginda Sulaiman mengalami kebangkrutan karena tindakan licik Datuk Maringgih yang merasa iri.
Datuk Maringgih bersama Pendekar Lima membakar gudang-gudang, toko-toko, serta menenggelamkan perahu-perahu dagang Baginda Sulaiman, bahkan seluruh kebun kelapa milik saudagar saingannya itu.
Akibat peristiwa itu, Baginda Sulaiman membutuhkan uang untuk meneruskan usahanya.
Akhirnya berutang pada Datuk Maringgih dan berjanji akan mengembalikannnya dalam jangka tiga bulan.
Karena tidak sanggup membayar utang pada waktu yang telah dijanjijkan, Datuk Maringgih menangkap Baginda Sulaiman untuk di penjara.
Ia pun melepaskan Baginda Sulaiman dengan syarat Sitti Nurbaya diserahkan padanya untuk dijadikan istri.
Situasi inilah yang menyebabkan Nurbaya terpaksa menerima syarat yang diajukan Datuk Maringgih untuk menikahinya.
Ia menerima Datuk Maringgih karena merasa kasihan pada ayahnya.
Akhirnya Sitti Nurbaya mengirimkan surat kepada Samsul Bahri bahwa dia terpaksa menikah dengan Datuk Maringgih.
Samsul menjadi sangat sedih dan merasa patah hati.
Pada suatu liburan lebaran, Samsul Bahri pulang ke Padang hendak menjenguk orang tuanya kebetulan Nurbaya pun sedang menjenguk ayahnya.
Pertemuan itu kembali membuat dua insan itu jadi ingat kembali cinta mereka yang masih membara.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang asyik bersama, tanpa diduga muncul Datuk Maringgih di depan mereka.
Datuk Maringgih sangat marah melihat mereka berdua bergembira, sehingga Datuk Maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya.
Samsulbahri tidak tega melihat kekasihnya dianiaya, maka dia pukul Datuk Maringgih hingga terjatuh ke tanah.
Karena kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras.
Mendengar teriakan anak itu, Baginda Sulaiman berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai, dan lalu meninggal dunia.
Pertemuan Samsul Bahri dan Sitti Nurbaya tadi membuat Sutan Mahmud sangat marah pada Samsul Bahri karena telah membuat aib orang tuanya serta dianggap telah menggangu istri orang.
Akhirnya Sutan Mahmud akhirnya mengusir Samsul Bahri dari Padang dan tidak mau lagi menganggapnya sebagai anak.
Di lain pihak, semenjak ayahnya meninggal dan akibat perbuatan kasar Datuk Maringgih, akhirnya Sitti Nurbaya tidak mau tinggal serumah bersama Datuk Maringgih dan menumpang di rumah familinya.
Samsul Bahri akhirnya melarikan diri ke Jakarta. Suatu ketika dengan sembunyi-sembunyi Nurbaya menyusul ke Jakarta diantar kusir Ali.
Karena tipu muslihat Datuk Mairnggih, Nurbaya terpaksa kembali ke Padang karena dituduh melarikan barang-barang milik Datuk Maringgih.
Setelah diadili ternyata Nurbaya tidak terbukti bersalah sehingga ia bebas dari tuntutan.
Namun Datuk Maringgih tidak puas dengan keadaan Nurbaya. Dengan mengupah orang suruhannya ia meracuni Nurbaya dengan kue lemang.
Ibu Samsul Bahri akhirnya sakit dan meninggal karena kematian Nurbaya.
Samsul Bahri mencoba bunuh diri di Jakarta, atas tindakan Arifin Samsul Bahri dapat diselamatkan dari kematian.
Sepuluh tahun kemudian Samsul Bahri telah menjadi Letnan Mas dan tinggal di Cimahi, Bandung.
Ia mendapat tugas untuk memadamkan di daerah Padang karena perkara belasting (pajak).
Dimulailah perlawanan memadamkan pemberontakan yang di antaranya dipimpin oleh Datuk Maringgih yang membangkang tidak membayar pajak pada Belanda.
Letnan Mas (Samsul Bahri) berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru, namun sebelum itu Datuk Maringgih telah sempat melukai Letnan Mas dengan pedangnya.
Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan Letnan Mas dirawat di rumah sakit.
Ketika di rumah sakit Samsul Bahri minta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya.
Ayah Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu
Sebelum meninggal, Samsul Bahri mohon kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya.
Permintaan itu dikabulkan oleh orang tuanya.
Samsul Bahri dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya.
Ditempat inilah kedua kekasih tersebut akhirnya bertemu dan bersama untuk selama-lamanya.