Sastra dalam Berita
Rangkuman Berita Sastra (3 Peristiwa Viral)
Balikpapan hari ini menjadi tuan rumah bagi kegiatan sastra yang berani mengangkat tema krisis identitas dan lingkungan di tengah pembangunan IKN.
Apa (What): “Monolog Sastra Krisis: Suara dari Tepian Sungai”. Tiga fokus utama: 1) Pementasan monolog adaptasi dari cerpen lokal tentang konflik adat dan modernitas. 2) Diskusi buku tentang etnolinguistik bahasa Dayak. 3) Pameran foto bertema “Kalimantan yang Hilang” dengan narasi puisi.
Siapa (Who): Diselenggarakan oleh Komunitas Teater Sungai Mahakam bekerjasama dengan Balai Bahasa Kalimantan Timur. Pemeran monolog utama, Bima Sastradinata (simulasi), menjadi viral di media sosial.
Kapan (When): Pertunjukan utama dilaksanakan sore ini, Senin, 3 November 2025, pukul 17.00 WITA.
Di Mana (Where): Berlokasi di Gedung Kesenian Balikpapan (GKB).
Mengapa (Why): Untuk menyuarakan kekhawatiran masyarakat adat dan pemerhati lingkungan terhadap laju pembangunan, menggunakan sastra sebagai refleksi kritis.
Bagaimana (How): Monolog disajikan dengan minim properti, mengandalkan kekuatan diksi, ekspresi, dan penggunaan bahasa daerah Dayak secara artistik dalam narasi.
Tujuan dan Manfaat Kegiatan Sastra
Tujuan:
- Sastra Kritis: Menggunakan seni pertunjukan sastra untuk memicu dialog publik mengenai pembangunan dan dampaknya terhadap budaya dan alam Kalimantan.
- Empati Sosial: Membangkitkan empati penonton terhadap nasib suku-suku pedalaman (seperti Suku Dayak/Orang Rimba).
Manfaat:
- Meningkatkan keterlibatan sastrawan dan seniman dalam isu-isu sosial-politik.
- Mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk mempertimbangkan aspek budaya dalam setiap kebijakan pembangunan.
- Menjadi inspirasi bagi penulis naskah teater di luar Jawa.
Karya Sastra yang Ditampilkan:
Cuplikan Naskah Monolog Orang Rimba
SUNYI DI ANTARA ALAT BERAT
(Mengambil posisi jongkok, wajah penuh debu)
Mereka bilang ini kemajuan. Jembatan baru. Jalan tol. Ibu Kota baru. Tapi sungai kita tak lagi bicara bahasa leluhur. Sungai hanya bisa menggerutu, membawa lumpur, membawa duka. Kaki-kaki kami, yang dulu hanya mengenal akar dan tanah basah, Sekarang terantuk beton. Di mana rimba yang dulu menyanyikan nama kami? Aku mencari diriku sendiri di balik kabut proyek ini! (Menjerit lirih)
Semoga peristiwa sastra diatas dapat melepaskan dahaga akan bahasa nan indah menawan, dan menceriakan hidup yang lebih kaya makna.

