Sastra Angkatan Pujangga Baru
Karya: Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka
Ringkasan Umum:
Novel ini bercerita tentang cinta terpendam dan tidak bisa diungkapkan demi menjaga amanah dan pesan dari orang yang dihormati. Akibatnya dua insan yang sangat mencintai menjadi menderita lahir dan bathin.
Cerita awal novel ini adalah sebuah keluarga kaya yang tiba-tiba jatuh miskin.
Sebelumnya keluarga ini adalah keluarga terpandang, setelah jatuh miskin dan tidak terpandang lagi, maka keluarga ini pindah ke Kota Padang.
Di Kota Padang ini dibuatlah rumah sederhana dan kecil. Di rumah inilah Bapak (kepala keluarga) meninggal.
Anak yang ditinggal bernama Hamid dan masih berusia empat tahun. Ia sekarang tinggal bersama ibunya.
Karena hidup mereka susah dan Hamid ingin membantu ibunya, maka dua tahun kemudian atau ketika berusia enam tahun, Hamid berinisiatif menjual kue.
Hamid meminta ibunya untuk membuat kue, lalu dijajakan setiap pagi.
Di dekat rumah Hamid ada sebuah rumah gedung dan memiliki pekarangan yang luas.
Rumah itu adalah milik orang Belanda, setelah dia kembali ke Belanda maka rumah besar tersebut kosong.
Rumah hanya dijaga oleh seorang laki-laki tua yaitu Pak Paiman.
Karena rumah tersebut bagus dan luas, lalu dibeli oleh keluarga kaya yang bernama Haji Jafar.
Istri Haji Jafar bernama Mak Aisyah. Keluarga ini memiliki seorang anak tunggal yang bernama Zainab.
Hamid sering berjualan lewat di depan rumah besar ini. Mak Aisah pun acap kali membeli makanan yang dijual Hamid.
Karena sering bertransaksi, Mak Aisah dan Hamid pun berbagi cerita. Mak Aisah ingin mengetahui keluarga Hamid.
Karena merasa sudah lama kenal dengan Hamid, maka Mak Aisah meminta Hamid untuk dikenalkan dengan Ibu Hamid.
Setelah berkenalan dengan Ibu Hamid, Mak Aisah makin akrab.
Mereka serasa memiliki sudah terbiasa bersama dan seperti keluarga saja. Mereka saling berbagi dan saling membantu.
Karena saling berbagi dan membantu, Haji Jakfar kemudian berkeinginan membiayai sekolah Hamid setingkat Sekolah Dasar.
Zainab juga bersekolah yang sama dengan Hamid. Karena Zainab lebih muda dari Hamid, mereka kelihatan seperti Kakak dan Adik, sangat akrab dalam bergaul sehari-hari, bukan hanya di rumah tapi juga di sekolah.
Setelah tamat sekolah dasar, Hamid dan Zainab melanjutkan sekolah ke MULO. Mereka pun makin akrab saja.
Setelah tamat dari MULO, akhirnya Hamid melanjutkan sekolah agama di Kota Padangpanjang yaitu sekitar 70 kilometer dari Kota Padang. Biaya sekolah Hamid masih dibiayai oleh Haji Jakfar.
Sementara Zainab menjadi anak pingitan, karena dia adalah anak gadis yang menurut adat Minangkabau harus tinggal di rumah saja, untuk menjaga pergaulan yang baik untuk anak perempuan Minangkabau.
Di awal perpisahan memang terasa berat bagi Hamid, karena dia sudah punya perasaan khusus dengan Zainab.
Tak beda dengan Hamid, Zainab pun juga suka kepada Hamid. Ternyata di dalam hati mereka sudah saling jatuh cinta.
Mereka sama-sama malu mengungkapkan perasaan cinta tersebut. Di satu sisi Hamid sadar akan status sosialnya, lagi pula dibiayai oleh Haji Jakfar.
Di sisi lain, Zainab juga sungkan mengungkap perasaan secara langsung kepada Hamid, karena demikianlah seorang wanita yang menjaga perasaan.
Ketika sekolah di Kota Padangpanjang, Hamid memiliki banyak teman-teman baru, salah satunya adalah Saleh.
Pada suatu hari Hamid berkunjung ke Kota Padang, ia berjalan kaki ke daerah pesisir. Tanpa diduga dia bertemu dengan Mak Aisah.
Dari pertemuan tersebut diketahui bahwa Haji Jakfar sudah meninggal, karena Mak Aisar baru kembali berziarah ke makam suaminya.
Kemudian Mak Aisah meminta Hamid datang ke rumahnya karena ingin menyampaikan sesuatu yang penting pada Hamid.
Esok harinya Hamid datang ke rumah Mak Aisah. Ternyata Mak Aisah minta tolong pada Hamid untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan kemenakan (keponakan) Haji Jakfar yang saat itu masih menempuh pendidikan di Pulau Jawa.
Hamid terkejut luar dan dalam mendengar permintaan itu. Dia sangat mencintai Zainab, walau belum diungkapkan secara terbuka kepada Zainab.
Sementara Zainab juga memiliki perasaan cinta yang sama, oleh karenanya Zainab menolak menikah dengan kemenakan Haji Jakfar tersebut.
Zainab mengatakan bahwa ia belum mau untuk menikah saat itu.
Walau permintaan Mak Aisah ini sangat tidak sesuai dengan isi hatinya, akhirnya Hamid mau melaksanakan permintaan tersebut.
Setelah itu Hamid pulang ke rumahnya.
Karena hatinya risau dan sedih, lalu Hamid tidak pernah datang lagi ke rumah Mak Aisah.
Kemudian dia meninggalkan Kota Padang dan pergi ke Medan.
Dari Medan Hamid berkirim surat kepada Zainab untuk minta diri pergi, dia tidak tahu pergi kemana, hanya menurutkan langkah kaki kemana pun arahnya.
Surat tersebut dibaca dengan penuh perasaan oleh Zainab, lalu disimpan dengan baik, dirawat, dan selalu mendampingi Zainab yang tengah kesepian.
Dari Kota Medan, akhirnya Hamid pergi ke Kota Suci Mekah.
Tanpa diduga di Mekah dia bertemu lagi dengan temannya Saleh yang dulu pernah sama-sama sekolah agama di Padangpanjang.
Kepada Saleh, Hamid menceritakan seluruh kisah cinta terpendamnya dengan Zainab.
Cinta mereka tidak bisa bersatu, karena Ibu melarang Hamid untuk mencintai Zainab karena status sosial yang berbeda.
Lagi pula Hamid sudah dibiayai sekolahnya oleh orang tua Zainab.
Setelah diketahui, ternyata Saleh memiliki istri bernama Rosna yang merupakan sahabat dekat Zainab.
Akhirnya Rosna dan Saleh saling berbagi cerita. Karena Rosna dan Zainab adalah sahabat, cerita Hamid dan Saleh sampai kepada Zainab.
Zainab pun menjadi sangat sedih, karena cinta sejati yang dalam tidak bisa bersatu.
Zainab pun jatuh sakit karena duka yang sangat dalam. Akhirnya dia pun meninggal karena sudah lama sakit.
Setelah mendengar Zainab sudah wafat, Hamid tidak kuasa menahan perasaan duka, karena dia sangat amat cinta pada Zainab.
Apalagi Hamid tahu dari Saleh bahwa Zainab juga cinta kepada Hamid, maka hati Hamid makin sedih. Karena selalu memikirkan Zainab, lalu Hamid pun jatuh sakit.
Pada akhirnya, karena sakit yang sudah lama, Hamid pun meninggal dunia di Kota Mekah: di bawah lindungan ka’bah.