Festival Sastra ‘Sajak-Sajak Lontar’, Keren! 26 Oktober 2025 di Kota Kupang Nusa Tenggara Timur

Diposting pada

Sastra dalam Berita

Unsur Jurnalistik Keterangan
What (Apa) Festival sastra rakyat yang menampilkan pembacaan puisi, storytelling (kisah lisan) lokal, dan pameran naskah lontar daerah.
When (Kapan) Minggu sore, 26 Oktober 2025, menjadi acara puncak Festival Budaya Nusa Tenggara.
Where (Di Mana) Lapangan Bundaran PU, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan panggung berlatar kain tenun ikat.
Why (Mengapa) Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap sastra Indonesia dan sastra daerah di NTT yang kaya akan tradisi lisan dan manuskrip lontar, serta memperingati Bulan Bahasa.
Who (Siapa) Komunitas Literasi Kupang, pegiat seni storytelling Timor, dan seniman pembuat tenun ikat.
How (Bagaimana) Kegiatan melibatkan lomba pembacaan puisi dan lomba storytelling dalam bahasa lokal. Puncak acara berupa kolaborasi pembacaan puisi yang diiringi musik Sasando.

SEO Keyword Focus: Festival Sastra Kupang, Sastra Lontar NTT, Storytelling Timor Viral, Sasando Puisi.

Tujuan dan Manfaat Kegiatan Sastra

  1. Tujuan:
    • Memperkuat peran Bahasa Indonesia sebagai bahasa berdaulat dan pemersatu, tanpa melupakan nilai sastra daerah.
    • Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap naskah lontar sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sastra leluhur.
    • Mendorong penulis lokal untuk mengangkat kekayaan budaya NTT (tenun, laut, adat istiadat) dalam karya modern.
  2. Manfaat:
    • Kolaborasi puisi dengan musik Sasando menjadi kegiatan viral karena memadukan keindahan sastra dan alat musik khas NTT.
    • Menarik minat wisatawan budaya dan peneliti untuk datang ke Kupang.
    • Menguatkan jati diri pemuda NTT melalui penguasaan tradisi sastra lisan mereka.

Karya Sastra yang Ditampilkan

Jenis Karya: Puisi (diiringi Sasando)

Judul Puisi: Sajak untuk Ibu Feto (Kutipan Pendek)

Di bawah matahari Kupang yang terik, Ibu Feto menenun waktu, benang per benang. Setiap simpul adalah doa, setiap warna adalah cerita. Wajahnya adalah lontar tua, menyimpan sejarah yang keras.

Aku membacamu, Ibu, dengan mata dan hati yang terbuka. Bukan dengan pena, tapi dengan petikan Sasando yang lirih. Sebab sastra kami lahir dari ladang kering dan janji hujan, Sederhana, namun mengakar kuat di tanah Timor.

Semoga peristiwa sastra diatas dapat melepaskan dahaga akan bahasa nan indah menawan, dan menceriakan hidup yang lebih kaya makna.