Sastra angkatan 2000 – an
Karya: Andrea Hirata
Ringkasan umum:
Ini adalah kelanjutan dari Novel Sang Pemimpi. Berkisah tentang perjalanan hidup Ikal dan Arai di Eropa dan Afrika.
Menyusuri perbedaan budaya, petualangan, cinta, dan impian lama yang masih terpendam.
Seorang bayi terlahir dengan nama Aqil Barraq Badruddin. Dia adalah anak kelima dari orang tuanya.
Sebenarnya saat mengandung ibunya mengharapkan anak ke limanya ini seorang wanita, karena ke empat anak sebelumnya adalah laki-laki.
Walau menyandang nama indah yaitu Aqil Barraq Badruddin, tapi sayang ternyata Ikal menjelma menjadi seorang anak yang sangat nakal dan sering membuat keonaran.
Hal ini acapkali membuat warga kampung dan orangtuanya menjadi pusing.
Karena kenakalannya tersebut, Ikal sempat beberapa kali berganti nama, mulai dari Aqil, Wadudh dan Andrea.
Tapi dari kesemua nama itu tidak mempengaruhi kenakalan Ikal. Maka akhirnya orang tua Ikal memutuskan untuk menjadikan Arai sebagai anak angkat.
Lalu tiba-tiba Ikal berubah total dengan hadirnya seorang gadis yang bernama A Ling.
Semua orang merasa terkejut dengan perubahan pada diri Ikal. Dia bertingkah laku seperti orang yang sedang dimabuk asmara setelah bertemu A Ling.
Sekarang Ikal sudah menjadi anak yang baik. Dia jadi rajin beribadah. Sikapya menjadi santun dan berakhlak mulia.
Guru mengaji di Masjid yang bernama Taikong Hamin juga merasa heran atas perubahan diri Ikal.
Setelah itu Ikal dan Arai menjalani masa bersama di Belitung sampai tingkat SMA.
Lalu Ikal kuliah di Bandung dan Arai kuliah di Kalimantan. Setelah itu mereka bersama lagi setelah sama-sama ikut tes beasiswa ke Eropa.
Tanpa disangka, mereka berdua ternyata sama-sama mendapatkan beasiswa dari Uni Eropa untuk melanjutkan S2 di Universitas Sorbonne, Paris, Perancis.
Sebelum mereka berangkat, Arai berusaha menghubungi Zakiah Nurmala, wanita pujaannya untuk pamitan.
Tapi sayang, ternyata Zakiah seperti waktu SMA, tak membalas surat Arai. Di lain pihak, Ikal sangat mendambakan sosok A Ling yang sekarang tidak tahu dimana keberadaannya.
Mereka berdua diantar oleh Ayah dengan berat hati di Tanjong Pandan. Waktu Ikal dan Arai berpamitan ayah menyerahkan bungkusan dan bungkusan itu harus dibuka jika telah sampai disana.
Ayah Ikal sangat bangga kepada Ikal dan Arai, karena mereka mampu mencapai apa yang diimpikan selama ini.
Mereka lalu sampai di bandara Schippol dan dijemput oleh Famke Somers. Di Belanda saat itu sedang turun salju.
Dari Belanda Ikal dan Arai pergi menuju Brugge di Belgia dengan kereta. Famke menyuruh Ikal menemui Simon Van der Wall yaitu seorang pemilik kos.
Semua bangunan di Brugge dalam kondisi tertutup, tak seorang pun keluar rumah untuk mengantisipasi situasi suhu yang akan drop secara ekstrem pada malam nanti.
Tapi Ikal dan Arai malah berkeliaran di alam terbuka.
Mereka lalu menemukan bangku kosong dan duduk dibawah naungan kanopi. Hujan salju makin lebat.
Malam makin larut, pukul dua pagi Arai mengeluarkan termometer dan menunjukan minus sembilan derajat celcius.
Arai dan Ikal duduk berpelukan, lengket, mengerut, dan menggigil hebat.
Lalu Ikal merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya, ia tak merasakan kepalanya, kemudian lehernya terasa tercekik.
Lalu darah keluar dari rongga hidungnya. Arai membuka syalnya dan melilitkan ke leher Ikal.
Lalu membuka koper dan mengeluarkan semua pakaian dan membalutkannya berlapis-lapis ditubuh Ikal.
Kemudian Arai menggendong Ikal menuju pohon-pohon Roman. Ikal ditidurkan di tanah, di bawah rimbunan dedaunan roman.
Ternyata Arai meniru cara tentara Rusia bertahan di musim salju. Lalu kesadaran Ikal pun sedikit demi sedikit berangsur pulih. Ikal menatap Arai dengan kagum.
Beberapa waktu kemudian Ikal dan Arai pun berangkat ke Paris Prancis. Arai berjalan di depan dan seketika berujar “subhanallah”.
Mereka terpana melihat Menara Eiffel, lalu menyentuhnya. Mereka masih seolah tak percaya bahwa sebuah mimpi telah menjadi kenyataan.
Selama berada di Paris, pernah Ikal dan arai iseng pergi ke toko musik, mereka merasa senang sekali karena diantara deretan CD musisi dunia tampak album Anggun C. Sasmi dengan lagu yang dibawakan dalam bahasa Prancis.
Anggun membuat mereka bangga menjadi orang Indonesia. Semua orang mengenal Anggun.
Ikal dan Arai pun mulai kuliah di Universitas Sorbone Paris. Ada banyak mahasiswa dari beragam bangsa di dalamnya,
ada mahasiswa dari Inggris, Amerika Serikat, Jerman, India, keturuna Tiong Hoa, Meksiko, Georgia, dan tuan rumah Prancis.
Tingkah laku mengagumkan ditunjukkan orang-orang tuan rumah Prancis yaitu Charlotte, Laborde, Jean Minot, dan Sebastian.
Juga ada juga orang-orang Tionghoa, Eugene Wong, Heidy Ling, Deborah Oh dan Hawking Kong.
Sisanya orang yang selalu terlambat, berantakan dan tergopoh-gopoh adalah The Pathetic Four mereka adalah MVRC Manoj, Pablo A. Gonzales, Ninochka Stronovsky dan Ikal. Mereka selalu terbirit-birit mengejar ketinggalan.
Selama berada di Prancis Ikal masih saja mencari A Ling, tetapi setiap tempat dan orang yang bernama A Ling selalu salah.
Berbagai cara Ikal lakukan untuk menemukan A Ling tetapi selalu gagal.
Ada sebuah kenangan dari A Ling untuk Ikal yaitu Novel Seandainya Mereka Bisa Bicara karya Herriot.
Pada novel tersebut A Ling menandai cerita tentang keindahan desa Edensor. Desa Khayalan itu seolah membuka jalan rahasia dalam kepala Ikal,
yaitu jalan menuju penaklukan-penaklukan terbesar dalam hidup Ikal, untuk menemukan A Ling, dan untuk menemukan diri Ikal sendiri.
Pada waktu musim liburan, Ikal dan Arai menyusun rencana untuk keliling Eropa.
Mereka punya ide pada teman-teman dari negara lain untuk membiayai keliling eropa dengan cara mengadakan pertunjukan jalanan atau mengamen.
Pada awalnya teman mereka yaitu Virginia Sue Townseed dari Amerika Serikat terkejut mendengar ide Ikal dan Arai.
Tapi akhirnya teman-teman mereka dari negara lain menyetujui ide Ikal dan Arai tadi.
Pablo Arian Gonzales dari Meksiko mencoba penampilannya memain-mainkan bola.
MVRC Manoj dari India tampil dengan busana yang membuat nafas tertahan. Gonzales dan MVRC Manoj memadukan sepakbola dan tarian.
Naomi Stansfield dari Inggris mendemokan kebolehannnya meniup trombon dengan teknik tinggi.
Sementara Townsend tak mau kalah melentingkan nada akordeonnya.
Kemudian mereka semua siap berangkat, diiringi lambaian selamat jalan dari semua sahabat.
Ada berbagai arah yang mereka tempuh. Townsend menuju arah ke Inggris.
Stansfield memulai perjalanan melalui Swiss. Ninochka menyusuri Prancis selatan menuju Italia. MVRC Manoj dan Gonzales ke Belgia.
Sementara Ikal dan Arai harus menemui Famke menuju ke Belanda.
Di Belanda mereka bertemu dengan Famke yang menyarankan agar Ikal dan Arai tampil di pinggir jalan sebagai manusia patung.
Kemudian Ikal memakai baju ikan duyung yang beratnya hampir 10 kg, dan Arai pun memakai baju kostum yang sama sebagai ikan duyung.
Arai sebagai ibu ikan duyung dan Ikal sebagai anak ikan duyung.
Dari Amsterdam mereka menuju ke Groningen, setelah itu ke Jerman dan mereka tampil sukses di Frankfurt.
Ternyata Jerman masih menghargai kesenian dan turis yang datang.
Kemudian mereka menuju Di Denmark, Swedia, dan Norwegia. Tapi sayang, pertunjukan mereka kurang diapresiasi warga di sana.
Lalu mereka sampai di Kota Helsinky di Finlandia. Di kota ini persediaan uang mereka sangat tipis.
Melalui koneksi internet dapat diketahui perkembangan teman kuliah mereka lainnya.
MVRC Manoj dan Gonzales sedang bersenang-senang di Belanda.
Sementara Townsend sudah berada di Belfast, Irlandia. Uangnya sedang banyak, dan makin sering menyindir Stansfield yang berada di kota tua Zalsburgh di Austria.
Setelah membandingkan, ternyata Ikal dan arai menempuh jalur yang kurang beruntung.
Karena semakin Eropa Timur, pertunjukan kesenian jalanan yang mereka tampilkan semakin tak laku.
Kemudian Ikal dan Arai mulai menyusuri Rusia. Pertama memasuki Kota Belomorsk tanpa uang sama sekali.
Setelah tampil tiga jam, sampai kaki bengkak tapi tak seorangpun memberikan uang.
Dengan wajah lesu dan lelah mereka lalu menumpang bus sayur atau dengan melompat diam-diam ke gerbong kereta minyak.
Tapi akhirnya mereka sampai juga ke kota Moskow.
Mereka lalu menuju Syzran. Mereka ditangkap polisi dan diusir ke batas desa.
Mereka dicampakan dalam keadaan lapar, mulut bengkak dan hati yang terluka.
Lalu mereka sampai pada bagian ujung dari Rusia yaitu di Taiga Siberia, bagain dari Siberia.
Mereka menumpang gerbong yang mengangkut bahan bangunan, tapi tengah malam mereka diturunkan begitu saja karena ada inspeksi.
Setelah itu Ikal dan Arai berjalan dan bingung menghadapi perempatan tanpa kompas dan peta.
Tiba-tiba Ikal teringat akan navigator alam; Weh! Ikal mengeja bintang satu persatu. Weh dulu mengajari Ikal membaca langit.
Setelah itu Ikal dan Arai berbalik kebarat, menuju Olovyannaya di atas tapal Mongolia.
Setiap melewati perkebunan Zaitun mereka melamar kerja membantu petani memetik buahnya demi upah beberapa butir kentang.
Mereka melewati kampung demi kampung.
Kebanyakan kampung yang dilewati adalah tambang yang telah diabaikan.
Ketika berada di pedalaman, mereka menemui hal-hal yang aneh seperti orang muslim beribadat seperti Nasrani dan orang Nasrani fasih membaca al-quran.
Kemudian juga ada masyarakat yang memuja kambing, memandikan bayi yang baru lahir dengan darah lembu, dan melemparkan ari-ari keatas atap.
Mereka juga menemui komunitas yang patriakis, para istri harus tidur di lantai dua gedung jerami dan hanya dikunjungi para suami jika diperlukan.
Berangkat dari Olovyannaya, lalu Ikal dan Arai berangkat ke Persia atau Iran yang tidak jauh dari Mongolia.
Setelah itu mereka pergi ke Yunani. Untungnya di negara ini mereka mendapatkan uang yang banyak ketika mempertunjukkan kesenian jalanan mereka.
Tapi sayang, nasib buruk mereka alami ketika berada di negara Balkan seperti Bosnia, Serbia, dan sekitarnya.
Di negara-negara ini mereka sangat takut akrena suasana perang masih terasa. Sehingga mereka tidak bisa menghasilkan uang, lalu persediaan finansial mereka terkuras.
Setelah itu mereka menuju Rumania, mereka mengalami nasib yang lebih buruk.
Suatu malam Ikal dan Arai tidur di sebuah halaman TK, tiba-tiba Ikal terbangun karena backpak yang digunakan sebagai bantal ditarik oleh tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan dengan seringai mengancam mereka.
Lalu seketika ada bapak tua yang dari tadi mengamati mereka, dan datang menolong dari kegelapan.
Lelaki tua itu mengambil kepala slang tabungnya dan menyemprot para penjahat dengan gas pestisida. Lalu para perampok lari tunggang langgang
Setelah itu bapak tua tersebut menemui Ikal dan Arai lalu tersenyum bersahabat, ia mengulurkan tangan menyalami dan berkata dengan logat jawa: “Nhama sayha Toha, ashli Purbhalingga.”
Ikal dan Arai sangat terkejut. Ternyata di kota kecil terpencil di pelosok Rumania ada orang Indonesia.
Akhirnya mereka sampai di Austria dan bertemu dengan seorang tukang kebab bernama Mashood untuk menanyakan dimana ada Masjid.
Ketika Sholat, Arai menuai karma masa kecilnya ketika sedang shalat berjamaah.
Ketika imam sampai pada ujung surat al-fatihah, kekhusyuan jamaah jadi buyar dan terkejut mendengar jeringan panjang “aaamiieeenn….” oleh Arai.
Ternyata dia melolong seperti dulu yang sering dilakukan di masjid ketika di kampung.
Suara Arai bukan hanya mengangetkan dapi juga mencengangkan, karena mazhab yang mereka anut hanya mengucapkan amin dalam hati.
Setelah itu mereka sampai di Venesia Italia. Ikal dan Arai melihat berbagai pertunjukan di negara ini.
Perjalanan hampir berakhir. Mahasiswa teman-teman Ikal dan Arai yaitu MVRC Manoj, Gonzales, Ninonh, Stansfield, dan Townsend, membuat rencana untuk bertemu di Spanyol. Kemudian mereka pulang ke Paris naik kereta malam.
Setelah berada di Paris mereka kembali seperti biasa yaitu mengikuti perkuliahan.
Tapi setelah beberapa lama kuliah, ada kejadian yang mengejutkan yaitu ketika Katya menelpon memberi kabar tentang Arai.
Ikal lalu datang dan melihat Arai digotong, hidungnya berdarah dan masuk ICU.
Ternyata Arai terserang Asthma Bronchiale yaitu penyakit yang dulu menyebabkan meninggalnya ayah Arai waktu masih muda.
Oleh karena itu akhirnya Arai harus dipulangkan ke Indonesia. Tinggallah Ikal yang merasa sedih karena berpisah dengan Arai.
Waktu pun berlalu, Ikal pun melanjutkan kegiatan kuliah. Lalu Maurent memanggil Ikal dan memberi tahu bahwa Prof Turnbull akan pensiun dan pulang kampung ke Sheffield Inggris.
Supaya Ikal tidak kehilangan waktu, Maurent menyarankan Ikal harus mengikuti exchange program dan pindah ke Sheffield Hallam University.
Setelah itu Ikal pergi ke Inggris tapatnya di Terminal Victoria, London. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan bus antar kota ke Sheffield.
Selang beberapa bulan Ikal pun selesai mengerjakan risetnya. Dia diundang minum teh oleh keluarga Turnbull ke rumahnya dan untuk menandatangani riset Ikal.
Rumah Profesor Turnbull berada jauh di pinggir Kota Sheffield. Ketika sampai di rumah profesor tersebut, ternyata beliau tidak berada di rumah.
Karena lama menunggu, akhirnya Ikal memutuskan untuk berkeliling desa dengan menaiki bus desa yang sudah tua.
Ketika berada di bus Ikal menikmati pemandangan melalui jendela selama satu jam lebih. Kemudian bus menaiki bukit yang landai.
Ketika bus melewati sebuah tikungan, dedaunan cemara tersibak dan seketika itu pula tersaji pemandangan yang mengingatkan Ikal pada sesuatu.
Perjalanan bus makin dekat dengan desa yang dipagari tumpukan batu bulat berwarna hitam.
Ikal terpesona melihat rumah-rumah penduduk berselang seling. Ikal merasa menembus lorong waktu dan terlempar dalam negeri khayalan yang telah lama hidup dalam hatinya.
Masih terperanjat, Ikal meminta sopir bis untuk berhenti. Ikal kembali mengenang dan mengingat keindahan tempat ini selama belasan tahun yang selama ini menjadi impian.
Dia masih terkesima bahwa impian tersebut sudah dapat dia lihat dengan mata kepala sendiri.
Seolah tak percaya, Ikal lalu bertanya pada seorang ibu untuk memberi tahu nama tempat ini. Seketika sang ibu pun menjawab: “ sure lof, it’s Edensor…”
Inilah Edensor, sebuah tempat yang dulu hanya dilukiskan keindahannya oleh A Ling, seseorang yang telah memberi kekuatan dalam perjalanan hidup Ikal.
Sekarang Ikal sudah berada di Edensor, bukan mimpi tapi kenyataan.