Adinegoro (Djamaluddin Datuk Madjo Sutan) – Sastrawan dan Pujangga

Diposting pada

Tim indoSastra

Profil sastrawan ini data awalnya diambil dari lembaga pemerintahan Indonesia, ini berdasarkan “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”Data tersebut kemudian diolah supaya lebih mudah dibaca.

Adinegoro (Djamaluddin Datuk Madjo Sutan) dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan Balai Pustaka.

Sastrawan kreatif Minangkabau ini lahir di Talawi, Sumatera Barat, pada tanggal 14 Agustus 1904.

Nama aslinya sebenarnya bukan Adinegoro, melainkan Djamaluddin gelar Datuk Madjo Sutan, beliau juga dipanggil Djamaluddin Adinegoro,

Riwayat pendidikan Adinegoro yang berhasil dicatat yaitu sempat mengenyam pendidikan selama empat tahun di Berlin, Jerman Timur.

Beliau mendalami masalah jurnalistik di negara itu. Disamping itu beliau juga mempelajari masalah kartografi, geografi politik, dan geopolitik.

Pengalaman belajar di Jerman itu sangat banyak menambah pengetahuan dan wawasannya, terutama di bidang jurnalistik.

Adinegoro, memang, lebih dikenal sebagai wartawan daripada sastrawan.

Beliau mengawali kariernya sebagai wartawan di majalah Caya Hindia, sebagai pembantu tetap.

Setiap minggu beliau menulis artikel tentang masalah luar negeri di majalah tersebut.

Waktu menempuh pendidikan di luar negeri (1926—1930), ia juga menjadi wartawan bebas (freelance journalist) di surat kabar Pewarta Deli (Medan), Bintang Timur, dan Panji Pustaka (Jakarta).

Ketika kembali lagi ke tanah air, Adinegoro memimpin majalah Panji Pustaka (pada tahun 1931.

Namun beliau tidak bertahan lama, hanya enam bulan. Kemudian beliau memimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan (1932—1942).

Beliau juga pernah memimpin Sumatra Shimbun selama dua tahun.

Setelah itu bersama Prof. Dr. Supomo, beliau memimpin majalah Mimbar Indonesia (1948—1950).

Selanjutnya, beliau memimpin Yayasan Persbiro Indonesia (1951). Terakhir, ia bekerja di Kantor Berita Nasional (kemudian menjadi KBN Antara).

Sampai akhir khayatnya Adinegoro mengabdi di kantor berita tersebut.

Dua buah novel Adinegoro yang terkenal (keduanya ditulis pada tahun 1928), yang membuat namanya sejajar dengan nama novelis besar Indonesia, adalah Asmara Jaya dan Darah Muda.

Ajip Rosidi dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1982) mengatakan bahwa Adinegoro merupakan pengarang Indonesia yang berani melangkah lebih jauh menentang adat kuno yang berlaku dalam perkawinan.

Dalam kedua romannya, Adinegoro bukan hanya menentang adat kuno, melainkan juga dengan berani memenangkan pihak kaum muda yang menentang adat kuno itu (yang dijalankan oleh pihak kaum tua).

Selain kedua novel tadi, Adinegoro juga membuat novel lainnya, yaitu Melawat ke Barat, yang merupakan kisah perjalanannya ke Eropa.

Kisah perjalanan itu diterbitkan pada tahun 1930.

Disamping itu beliau juga terlibat dalam polemik kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1935.

Esainya, yang merupakan tanggapan polemik waktu itu, berjudul “Kritik atas Kritik” terhimpun dalam Polemik Kebudayaan yang dieditori oleh Achdiat Karta Mihardja (1977).

Dalam esainya itu Adinegoro beranggapan bahwa suatu kultur tidak dapat dipindah-pindahkan karena tiap bangsa telah melekat tabiat dan pembawaan khas, yang tidak dapat ditiru oleh orang lain.

Beliau memberikan perbandingan yang menyatakan bahwa suatu pohon rambutan tidak akan menghasilkan buah mangga, dan sebaliknya.

Beliau adalah adik sastrawan Muhammad Yamin. Mereka saudara satu bapak, tetapi lain ibu.

Ayah Adinegoro bernama Usman gelar Baginda Chatib dan ibunya bernama Sadarijah, sedangkan nama ibu Muhammad Yamin adalah Rohimah.

Adinegoro terpaksa memakai nama samaran karena ketika bersekolah di Stovia beliau tidak diperbolehkan menulis.

Padahal, pada saat itu keinginannya menulis sangat tinggi.

Dengan demikian, beliau memakai nama samaran Adinegoro tersebut sebagai identitasnya yang baru.

Beliau dapat menyalurkan keinginannya untuk memublikasikan tulisannya tanpa diketahui orang bahwa Adinegoro itu adalah Djamaluddin gelar Datuk Madjo.

Oleh karena itulah, nama Adinegoro sebagai sastrawan lebih terkenal daripada nama aslinya, Djamaluddin.

Karya-karya Adinegoro (Djamaluddin Datuk Madjo Sutan):

a. Novel

  1. Darah Muda (Batavia Centrum: Balai Pustaka, 1931)
  2. Asmara Jaya (Batavia Centrum: Balai Pustaka, 1932)
  3. Melawat ke Barat (Jakarta: Balai Pustaka, 1950)

b. Buku

  • Revolusi dan Kebudayaan (1954)
  • Ensiklopedia Umum dalam Bahasa Indonesia (1954),
  • Ilmu Karang-mengarang
  • Falsafah Ratu Dunia

c. Cerita Pendek

  1. “Bayati es Kopyor” (Varia, No. 278, Th. Ke-6. 1961)
  2. “Etsuko” (Varia, No. 278, Th. Ke-6, 1961)
  3. “Lukisan Rumah Kami” (Djaja,  No. 83, Th. Ke-2, 1963)
  4. “Nyanyian Bulan April” (Varia,  No. 293, Th. Ke-6, 1963)
Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan