Sinopsis Novel Ranah 3 Warna – Ahmad Fuadi

Diposting pada

Sastra angkatan 2000 – an

Karya: Ahmad Fuadi

Ringkasan umum:

Novel ini merupakan kelanjutan dari kisah Alif yang baru selesai menamatkan sekolah di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur.

Dia tetap bermimpi menjadi seperti Bapak B.J Habibie dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Alif akhirnya jadi sadar bahwa disamping ungkapan “Man Jadda Wajada”

Ungkapan itu artinya: siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.

Ada juga ungkapan lain sebagai pelengkap yaitu “Man Shabara Zhafira” artinya siapa yang bersabar akan beruntung.

Tidak lama setelah tamat dari Pondok Madani, Arif Fikri pun segera pulang ke kampung halaman di Maninjau Sumatra Barat.

Sekarang dia punya sesuatu yang bisa dibanggakan pada orang tua dan masyarakat sekitar, yaitu bisa menguasai Bahasa Arab dan Inggris,

dan yang lebih penting dia bisa menamatkan pendidikan dengan sukses di Pesantren Pondok Madani.

Tapi impiannya masih gemilang seperti dulu, yaitu ingin kuliah Teknik Perbangan di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan menjadi seperti mantan presiden Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie.

Satu yang berbeda adalah Alif Fikri ingin merantau ke Amerika Serikat.

Sebelum masuk ITB, dia harus mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Tapi sahabat dekatnya sejak kecil yaitu Randai, meragukan kemampuan Alif lulus UMPTN.

Sebelum mengikuti UMPTN, dia tahu ada syarat yang dibutuhkan yaitu ijazah SMA karena dia adalah lulusan Pondok Pesantren bukan SMA.

Oleh karenanya dia akan mengikuti ujian persamaan yang tinggal dua bulan lagi.

Kemudian Alif belajar dengan sungguh-sungguh dan membaca buku-buku SMA yang dia pinjam dari Dasrul, Zalman dan Elva.

Alif sadar bahwa dia tertinggal dalam belajar hitungan dan dan ilmu pasti.

Walau demikian dia masih yakin bisa lulus UMPTN dan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri.

Walau dengan berat hati, akhirnya dia bertindak secara realistis. Karena waktu yang terbatas dan kemampuan yang dia punya saat ini tidak cocok dengan impiannya,

lalu Alif memutuskan mengambil jurusan IPS, artinya dia harus rela tidak jadi kuliah di ITB.

Alif kemudian mengikuti ujian persamaan. Alhamdulillah dia lulus dengan nilai rata-rata 6,5.

Setelah lulus ujian persamaan, kemudian Alif mengikuti UMPTN. Ada beberapa soal yang sama sekali dia tidak tahu jawabannya.

Tapi Alif percaya diri pada dua mata ujian yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Kemudian setelah beberapa waktu, Alif membaca pengumuman hasil UMPTN melalui Surat Kabar Harian Haluan Padang.

Waktu itu koran tersebut dibawa oleh sopir Bis Harmonis.

Alif memeriksa secara hati-hati nomor ujian para peserta UMPTN yang lulus. Ketika melihat nomor ujian 01579, dia bernafas gembira.

Artinya Alif lulus dan diterima pada Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat.

Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, Alif pun berangkat ke Bandung dan akan menginap di tempat kos temannya Randai yang terletak di daerah Dago.

Pada hari pertama mengikuti kuliah, Alif bertemu dengan Profesor Dr. Mochtar Kusumaatmadja yaitu mantan menteri luar negeri Republik Indonesia

Kemudian dia berhasil berjabatan tangan dengan tokoh yang sangat dikenal oleh Alif tersebut.

Di Bandung Alif mengenal seorang perempuan bernama Raisa. Gadis itu juga kuliah di Unpad jurusan Komunikasi. Diam-diam Alif mulai jatuh cinta pada Raisa.

Banyak sekali cobaan, pengalaman, dan tantangan yang dihadapi Alif selama kuliah di UNPAD.

Baru beberapa bulan kuliah, Alif mendapat cobaan yang sangat berat yaitu meninggalnya Ayah Alif.

Kehilangan ayah yang menjadi tulang punggung keluarga membuatnya goyah.

Dia jadi ragu untuk melanjutkan kuliah karena kesulitan biaya, dan mempertimbangkan juga tentang biaya sekolah bagi adik-adiknya.

Alif hampir putus asa, tapi Amak (Ibu) nya terus memberi semangat secara tulus. Alif kemudian membulatkan tekad untuk melanjutkan lagi kuliahnya.

Kemudian Alif berkenalan dengan Bang Togar Perangin-angin, yaitu kakak tingkatnya di majalah kampus.

Lalu Alif pun tertarik pada dunia tulis menulis. Walau ditempa secara keras oleh Bang Togar, tapi Alif tidak kecil hati. Dia tetap menggeluti dunia tulis menulis.

Akhirnya dia berhasil membuat artikel, dan dimuat pada media lokal di Bandung.

Dengan keahlian ini Alif bisa mulai membiayai sendiri hidupnya di tanah perantauan.

Selama kuliah, Alif mencoba mengikuti tes pertukaran pelajar ke Amerika.

Karena memiliki niat dan tekad yang kuat, akhirnya Alif berhasil lolos seleksi dengan berbagai kriteria dan pertimbangan oleh pihak panitia.

Kemudian Alif bisa berangkat ke Benua Amerika yaitu ke Negara Kanada dalam program pertukaran pelajar.

Selain Alif, ada juga mahasiswa Unpad lain yang ikut proram ini yaitu Raisa, Rusdi, Dina, Topo, Sandi, dan Ketut.

Mereka lalu tinggal di sebuah kota kecil di Kanada. Mereka mendapat homestay parent atau Homologue yang bernama Francois Pepin di sebuah kota yang bernama Quebec.

Selama berada di Kanada banyak pengalaman yang Alif dapatkan. Selama dalam perukaran itu Alif dan kawan-kawan akan mempromosikan budaya Indonesia ke masyarakat Canada.

Demikian pula pengalaman yang didapatkan dengan sesama teman-teman kuliah yang sama-sama berada di Kanada.

Mulai canda, tawa, cinta, sedih campur menjadi satu hingga Alif mendengarkan pernyataan dari Raisa secara tidak sengaja yang menyatakan bahwa dia tidak ingin pacaran, tapi dia ingin langsung ke jenjang pernikahan.

Pernyataan Raisa ini yang membuat Alif mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaan cinta pada Raisa melalui sebuah surat.

Kemudian Alif menyimpan surat itu hingga suatu hari nanti.

Setelah satu tahun berlalu, Alif dan teman-temannya yang mengikuti proram pertukaran pelajar di Kanada kembali lagi ke Indonesia.

Mereka pun melanjutkan kuliah lagi di Unpad Bandung.

Beberapa tahun kemudian, Alif pun lulus dari Hubungan Internasional pada Universitas Padjajaran.

Dia mendapatkan nilai yang bagus dan berhasil menyandang gelar sarjana.

Pada hari kelulusan itu, Alif berniat menyerahkan sebuah surat sebagai ungkapan perasaan cinta pada Raisa.

Surat itu sudah disiapkan Raisa sejak lama mulai dari kebersamaan mereka di Kanada.

Tapi siapa menduga, ternyata saat dia ingin menyerahkan surat tersebut, Alif sangat terkejut, dia mengetahui Raisa telah bertunangan dengan Randai.

Walau dengan perasaan yang gundah gulana, akhirnya Alif dengan setengah ikhlas mengucapkan selamat pada mereka berdua.

Sampai beberapa hari setelah wisuda dan mengetahui Raisa akan menikah dengan Randai,

badan Alif menjadi lemas karena masih terkejut mengetahui informasi bahwa wanita yang selama ini dipuja,

akhirnya menikah dengan Randai yaitu teman karib sejak kecil yang selalu bersaing dengannya.

Pada akhirnya Alif bisa menarik kesimpulan selalu di ajarkan di Pondok Madani, yaitu mengikhlaskan.

Itulah satu-satunya cara agar dia bisa mendamaikan dan mententeramkan hatinya.

Sekarang dia sadar bahwa nasihat yang dia dapatkan dari gurunya Kiai Rais ketika belajar di Pondok Pesantren Madani menjadi terbukti.

Bahwa disamping ungkapan “Man Jadda Wajada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil, ada juga ungkapan lain sebagai pelengkap yaitu “Man Shabara Zhafira” artinya siapa yang bersabar akan beruntung.