Sastra Angkatan 1980 an
Karya: Nh. Dini (Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin)
Ada sebuah keluarga di Kota Semarang yang terdiri dari seorang ibu bernama Bu Suci, suaminya, tiga orang anaknya, dan bibinya.
Dulu mereka tinggal di Purwodadi, karena pekerjaan suaminya, bu Suci dan keluarga terpaksa pindah ke kota Semarang, dan meninggalkan profesinya sebagai guru.
Suami Bu Suci sangat pengertian terhadap keluarganya. Dia selalu mendukung apa saja yang bu Suci lakukan selama itu benar.
Bahkan dia ingin mencari pekerjaan buat bu Suci sebagai guru lagi karena sudah sangat ingin mengajar seperti di Purwodadi dulu.
Pada suatu hari ketika mengantarkan anaknya ke sekolah, dia disetujui untuk menjadi seorang guru di sekolah dasar dimana anaknya bersekolah.
Bu Suci melalui hari pertama mengajar secara normal. Tapi, ia mulai merasa ada suatu yang aneh yang terjadi pada kelas tersebut.
Bu Suci berusaha untuk tidak pernah mencampurkan persoalan pribadi dengan persoalan di dalam pekerjaannya.
Bu Suci berupaya profesional dengan bisa membagi waktu, agar anak-anaknya tidak pernah merasa kehilangan sosok ibu di rumah tangga.
Pada minggu pertama mengajar, bu Suci makin terbiasa dengan keadaan di sekolah tersebut.
Tapi sekarang ia mulai mengerti apa yang mengganjal didalam pikirannya.
Seorang murid bernama Waskito ternyata telah menarik perhatiannya. Setiap kali ditanya tentang murid tersebut, semua anak seolah terdiam dan tidak ingin memberi jawaban pada bu Suci.
Tapi perlahan-lahan bu Suci pun mendapatkan jawaban atas semua yang terjadi.
Ternyata muridnya yang bernama Waskito tersebut salah satu murid yang bandel, dan selalu membuat keonaran di sekolah.
Siswa di sekolah selalu menjauhi dia dan takut jika bermasalah dengannya.
Menurut informasi yang didapat, Waskito seringkali memukul dan menjahili temannya yang ada di kelas, tanpa sebab apa pun, atau mereka merasa tidak pernah berbuat sesuatu yang membuat Waskito marah.
Sebagai seorang guru, bu Suci merasa ada hal yang perlu ia selesaikan dan ia ingin terlibat jauh pada masalah itu.
Dorongan hati yang kuat membuat bu Suci semakin ingin membantu Waskito menyelesaikan masalahnya.
Di lain pihak, ada suatu hal yang membuat bu Suci terpukul. Ternyata anak keduanya telah di vonis oleh dokter mengidap penyakit ayan, sehingga kesehatannya perlu dijaga serta ia tidak boleh banyak beraktivitas.
Banyak masalah besar yang dihadapi bu Suci. Di satu pihak ia ingin sekali berada di kelas serta mengetahui perkembangan muridnya yang nakal tersebut.
Tapi di pihak lain ia harus bersusah payah mengantar anaknya ke rumah sakit untuk berobat.
Hingga pada suatu hari bu Suci mengunjungi kediaman kakek dan Nenek Waskito untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin.
Ia pun tahu bahwa Waskito sebenarnya adalah anak yang baik, tapi karena perilaku orang tuanya yang memperlakukannya dengan tidak baik maka ia pun menjadi murid yang nakal.
Neneknya mengatakan bahwa ayahnya sering memukul Waskito tanpa alasan yang jelas jika Waskito melakukan suatu kesalahan tanpa memberikan pengarahan yang baik.
Tapi ibunya selalu memanjakannya sehingga Waskito tidak pernah tahu mana yang baik dan buruk.
Ketika tinggal bersama neneknya, Waskito menjadi anak yang tahu aturan dan menjadi disiplin.
Tapi semenjak orangtuanya memintanya kembali, maka ia kembali menjadi anak yang nakal dan selalu menjahili teman-temannya.
Bu suci berusaha membantu permasalahan yang dihadapi oleh Waskito. Seringkali ia memperhatikan semua perilaku Waskito, dan ia perlahan mencoba mendekati Waskito.
Langkah pertama bu Suci meminta Waskito untuk mengantar makanan pada anak keduanya yang sedang sakit.
Bu suci mencoba menggambarkan pada Waskito bahwa ia masih beruntung diberi kesehatan sehingga ia tidak perlu melakukan sesuatu yang tidak berguna untuk hidupnya.
Lalu Bu Suci memberi kepercayaan pada Waskito untuk membuat sesuatu, hingga pekerjaan yang dilakukan Waskito dan kelompoknya mendapat penghargaan dari teman-temannya.
Waskito diperlakukan baik dan menghargai keberadaannya oleh bu Suci.
Selama ini semua murid yang ada di kelas menganggap Waskito hanya sebagai biang onar dan keributan sehingga keberadaanya tidak diinginkan dan dibutuhkan.
Tapi, perlahan-lahan sekarang bu Suci mencoba membuat semua hal tersebut musnah.
Waskito tidak tinggal bersama orang tuanya lagi, tapi tinggal bersama bibinya, sehingga sedikit demi sedikit ia mulai mendapatkan pelajaran tentang sebuah kasih sayang.
Terutama dari keluarga bibinya, yang selalu rukun meskipun keadaan ekonomi mereka sulit.
Di rumah itu mereka kadangkali harus berbagi makanan, karena keterbatasan yang ada.
Tapi Waskito merasa senang tinggal di sana. Karena di rumah itu ia mendapat pengajaran tentang sopan santun dan kasih sayang.
Ibu Suci merasa lega dengan semua perubahan yang mulai Waskito tunjukkan.
Tapi secara tiba-tiba, pada suatu hari Waskito kembali mengamuk lantaran ada seorang yang menghina tanaman yang ia tanam, padahal maksud temannya tersebut hanya sekedar gurauan belaka.
Waskito sampai membawa Cutter yang di acuhkan ke udara, namun dengan berani bu Suci merampas Cutter tersebut dari tangan tersebut saat Waskito lengah.
Walaupun tindakan tersebut tidak terlalu berbahaya, tapi semua guru sepakat untuk mengeluarkan Waskito dari sekolah karena sikap Waskito sudah keterlaluan.
Tapi bu Suci tetap berusaha dan dengan segenap hati meminta agar diberi waktu untuk membimbing Waskito, jika ia gagal jabatannya sebagai guru rela jika harus di cabut.
Bu Suci berusaha memberi pengertian kepada Waskito bahwa Waskito akan merubah sikapnya karena selain ia yang harus di keluarkan dari sekolah, tapi juga jabatan bu Suci sebagai guru juga dipertaruhkan oleh sikap Waskito.
Mulai dari peristiwa tersebut bu Suci dan Waskito semakin dekat dan akhirnya sedikit demi sedikit Waskito mau berbagi cerita dan mau untuk menerima nasihat bu Suci.
Hingga pada akhir semester Waskito naik kelas dan keluarganya sangat berterimakasih karena mereka tidak menyangka bahwa Waskito dapat merubah sikapnya dan dapat pula naik kelas.
Pada masa liburan, Waskito dan keluarga bu Suci pun berlibur ke desa mereka di Purwodadi.
Sejak bertemu dengan Waskito bu Suci merasa hatinya telah dipertemukan dengan hati Waskito.
Bu Suci bisa menjadi seorang guru yang profesional dalam mengatasi masalah sekolah dan masalah pribadi.