Legenda: “Batu Golog” (Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat)

Diposting pada

Ini adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu legenda “Batu Golog” yang dikisahkan secara turun temurun.

Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.

Alkisah, dahulu pada suatu masa hiduplah sebuah keluarga miskin di daerah Padamara dekat Sungai Sawing.

Walau hidup miskin, tapi mereka tetap bekerja tanpa kenal lelah.

Keluarga ini terdiri atas suami yang bernama Amaq Lembain dan sang istri bernama Inaq Lembain.

Mereka memiliki 2 orang anak.

Mata pencaharian mereka adalah buruh tani.

Karena hanya buruh tani, maka etiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.

Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya juga pergi ikut. Pada suatu hari, sang ibu sedang asyik menumbuk padi.

Kemudian kedua anaknya diletakkan diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.

Sang anak hanya melihat dengan penuh kesabaran.

Tiba-tiba ada hal yang aneh terjadi, waktu Inaq mulai menumbuk, batu tempat kedua anaknya duduk tadi makin lama makin tinggi karena naik.

Karena merasa posisinya terus tinggi dan naik, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya:

“Ibu batu ini makin tinggi.” Tapi sayang, Inaq Lembain terus saja sibuk bekerja.

Lalu sang ibu menjawab:

“Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk”

Hal tersebut terjadi berulang kali.

Batu ceper tempat duduk anaknya itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa.

Melihat kondisi yang sangat aneh dan posisi yang makin tinggi, lalu kedua anak itu kemudian menjadi takut dan berteriak dengan sekeras-kerasnya.

Tapi sayang, Inaq Lembain masih tetap sibuk menumbuk dan menampi beras.

Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.

Kemudian Batu Goloq itu makin lama makin tinggi.

Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan.

Akhirnya kedua anak menangis sekeras-kerasnya.

Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada.

Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.

Akhirnya Inaq Lembaian merasa menyesal, dia pun menangis tersedu-sedu.

Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Dia berdoa dengan penuh harap.

Kemudian doa si ibu dijawab. Dia lalu diberi kekuatan gaib.

Inaq Lembaian mendapat petunjuk bahwa dia harus menggunakan sabuknya.

Dia pun kemudian mengikuti perintah tersebut, akhirnya dia mengambil sabuknya dan mulai menebas Batu Goloq tadi.

Kemudian, ada hal aneh terjadi, sesaat setelah Inaq Lembaian menebaskan sabuknya pada batu Golog,

lalu batu tersebut terpenggal menjadi tiga bagian.

Lalu bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong oleh karena menyebabkan tanah di sana bergetar.

Sementara itu bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini.

Sedangkan potongan ketiga atau terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh.

Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.

Ada hal ajaib lain yang terjadi. Kedua orang anak Inaq Lembaian ternyata tidak jatuh ke bumi.

Tapi mereka telah berubah menjadi dua ekor burung.

Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo. Sedangkan anak kedua atau adiknya kemudian berubah menjadi burung Kelik.

Kedua burung ini lalu terbang dengan mengepakkan sayapnya.

Mereka pergi kesana kemari.

Mereka sekarang hidup sebagai burung, bukan manusia lagi.

Tapi ada satu hal yang berbeda dibandingkan dengan burung pada umumnya, ternyata kedua burung tersebut tidak bisa mengerami telurnya, karena kedua burung ini berasal dari manusia.