Ini adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Aceh yaitu Legenda “Si Kepar” yang dikisahkan secara turun temurun.
Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak.
Pada suatu zaman, di Provinsi Aceh tepatnya di Kabupaten Aceh Tenggara,
terdapatlah sebuah keluarga yang hanya terdiri dari seorang ibu dan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Kepar.
Sang Ibu adalah seorang janda, karena kedua orang tua si Kepar sudah bercerai sejak si Kepar masih berusia satu tahun.
Hal ini membuat ia tidak mengenal sosok ayahnya.
Karena tidak punya ayah, Si Kepar sering diejek oleh teman-teman sepermainannya dengan panggilan “jazah” (anak tak berayah).
Awalnya dia merasa biasa saja, tapi lama kelamaan menjadi terusik.
Kemudian Si Kepar ingin mengetahui siapa sebenarnya ayahnya dan ingin mengetahui tentang keberadaannya.
Karena terus berusaha mencari informasi, akhirnya Si Kepar pun menanyakan tentang keberadaan sang ayah kepada ibunya.
Mulanya si ibu merasa terkejut atas pertanyaan anaknya.
Oleh karenanya si ibu tidak mau menceritakan siapa dan di mana ayah Si Kepar.
Tapi si kepar tetap ingin tahu. Lalu kemudian Si Kepar mengancam akan bunuh diri jika tidak diceritakan.
Hingga akhirnya diceritakan juga oleh si ibu.
Sekarang si Kepar sudah mengetahui cerita tentang apa yang sudah terjadi.
Setelah mengetahui pasti dan jelas siapa dan di mana ayahnya, kemudian Si Kepar pun berniat untuk menemui ayahnya di atas sebuah gunung yang sangat jauh.
Si Kepar pun sudah mempersiapkan diri, lalu berpamitan pada ibunya, Si Kepar pun berangkat untuk menemui ayahnya dengan perbekalan secukupnya.
Dia pergi dengan tekad yang sudah bulat. Si Kepar berjalan sendiri melawati hutan belantara, menyeberangi sungai dan mendaki gunung.
Setelah melewati berbagai rintangan, hingga akhirnya, sampailah ia pada tempat yang dimaksud ibunya.
Dari kejauhan, dia melihat seorang laki-laki setengah baya yang sedang menyiangi rumput di tengah-tengah ladangnya.
Si Kepar pun segera menghampiri dan menyapanya.
Kepar memulai pembicaraan: “Selamat siang, Pak!”.
“Siang juga, Nak!” jawab Bapak itu.
“Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya pula Bapak itu.
“Saya Si Kepar. Berasal dari Tanah Alas,” jawab Si Kepar.
“Tanah Alas?” ucap Bapak itu. Ia tersentak kaget mendengar jawaban Si Kepar.
Kemudian si Kepar bertanya kenapa sang Bapak kaget mendengar nama Tanah Alas. Tapi si Bapak berusaha untuk menyembunyikan perasaannya.
Kemudian si Bapak bertanya: “Apa yang membawa kamu ke sini, Nak?
Dengan cepat Si Kepar akhirnya menceritakan maksud kedatanganya, tapi dia tidak menceritakan kalau ibunya masih hidup.
Setelah mendengar cerita si Kepar, tahulah Bapak itu bahwa Si Kepar adalah anaknya.
Mulai dari hari itu, si Kepar merasa sudah mempunyai seorang Ayah. Dia pun merasa gembira.
Kemudian setelah itu Si Kepar mulai silih berganti tinggal bersama ayah atau ibunya.
Dalam seminggu, terkadang Si Kepar tidur tiga malam di tempat ayahnya, baru kembali ke tempat ibunya.
Tapi Si Kepar tidak pernah menceritakan kepada ibunya kalau ia tidur di tempat ayahnya.
Bahkan, ia mengatakan kepada ibunya, bahwa ayahnya telah meninggal dunia.
Hal ini sengaja dilakukan oleh si Kepar, dengan maksud dan rencana supaya kedua orang tuanya menyatu kembali agar tidak lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.
Si Kepar berfikir dan berupaya keras supaya rencananya tersebut dapat terwujud, walaupun ia harus berbohong kepada kedua orang tuanya.
Kemudian si Kepar pun berdoa dengan khusyuk sehari-semalam tanpa kenal lelah, lalu akhirnya mendapat petunjuk dari Yang Mahakuasa.
Dia mendapat petunjuk supaya dia bertanya kepada Si Ibu apakah dia boleh mempunyai ayah tiri,
karena dia tidak mau diejek oleh teman-teman di kampung karena tidak punya ayah.
Demikian pula sebaliknya, dia juga meminta kepada sang ayah untuk dapat memiliki seorang ibu, walau pun ibu tiri, dia akan sangat bahagia.
Hingga pada suatu malam, Si Kepar menyampaikan harapannya itu kepada ibunya:
“Bu, sebenarnya Kepar kasihan melihat ibu yang setiap hari bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kita.
Jika ibu ingin menikah lagi, Kepar tidak keberatan memiliki ayah tiri”
Mendengar perkataan Kepar itu, ibunya termenung sejenak, lalu berkata, “Benarkah kamu tidak keberatan, Par?”
Dengan tersenyum si Kepar menjawab: “Tidak, Bu! Kepar sangat senang jika memiliki ayah lagi,
agar teman-teman Kepar tidak akan lagi mengejek Kepar sebagai jazah”
Sedetik kemudian si Ibu mengernyitkan dahi sambil berkata: “Tapi…, siapa lagi yang mau menikah dengan ibu yang sudah tua ini”.
“Ibu tidak perlu khawatir. Serahkan saja masalah itu kepada Kepar,” jawab Kepar dengan perasaan lega, karena jawaban ibunya menandakan bersedia menikah lagi.
Sekarang raut wajah Kepar sudah dipenuhi dengan senyuman.
Setelah bangun pagi-pagi, kemudian Kepar pergi ke gunung menemui ayahnya untuk menyampaikan harapan yang sama.
Kepar memulai pembicaraan: “Ayah! Bolehkah Kepar meminta sesuatu kepada, Ayah?”
Ayah nya pun menjawab dengan rasa ingin tahu yang tinggi: “Apakah itu, Anakku!”
“Sebenarnya Kepar merasa kasihan melihat ayah yang setiap hari harus bekerja di ladang dan memasak sendiri.
Jika ayah tidak keberatan, Kepar akan mencarikan seorang perempuan yang pantas untuk mendampingi ayah,” kata Kepar kepada ayahnya.
Tapi wajah ayahnya jadi tertunduk malu dan berkata:
“Siapa lagi yang mau dengan ayah yang sudah tua ini?”
“Tenang, Ayah! Masih banyak janda-janda yang sebaya dan pantas untuk ayah di Tanah Alas,” kata Kepar kepada ayahnya memberi harapan.
“Ah, yang benar saja, Par!” jawab ayah Kepar dengan santainya.
Berdasarkan jawaban ayahnya tadi, Kepar langsung tersenyum gembira, dan di dalam hati dia sudah tahu kalau ayahnya bersedia menikah lagi.
Kesimpulannya, kedua orang tuanya menyetujui harapan Si Kepar.
Namun, mereka belum mengetahui siapa jodohnya yang oleh mereka sama-sama telah menyerahkan masalah itu kepada Si Kepar.
Kepar pun memikirkan rencana yang matang.
Dia mulai mengatur taktik dan strategi untuk mempertemukan kedua orang tuanya yang semula beranggapan bahwa pasangan mereka sudah meninggal sebagaimana keterangan Si Kepar.
Kemudian akhirnya Si Kepar mempertemukan mereka di sebuah dusun yang berada di lereng gunung, tidak jauh dari tempat tinggal ayahnya.
Dengan sengaja si Kepar mengatur pertemuan ini tidak dilakukan di Tanah Alas,
agar ayahnya tidak teringat dengan tempat itu, karena dulu ia pernah tinggal di sana selama puluhan tahun.
Semua usaha si Kepar membuahkan hasil seperti harapannya.
Kedua orang tuanya bersatu kembali. Mereka berdua hidup harmonis seperti sedia kala.
Mereka pun hidup bahagia. Setelah melihat situasi sudah memungkinkan, akhirnya Si Kepar berfikir ini adalah saat yang tepat untuk menceritakan keadaan yang sebenarnya.
Si Kepar pun memberi tahu pada ayahnya bahwa perempuan yang sudah dinikahi itu adalah istrinya sendiri yang dulu pernah hidup bersama.
Begitu juga dia bicara pada ibunya, bahwa laki-laki yang menikahi ibunya itu adalah suaminya sendiri yang dulu pernah mengarungi bahtera rumah tangga bersama.
Atas penjelasan dari si Kepar, akhirnya kedua orang tuanya tahu juga tentang kenyataan yang ada.
Pada awalnya mereka tersipu malu. Tapi kemudian mereka tersenyum.
Walau merasa sudah dibohongi oleh anak mereka sendiri, tapi kedua orang tua Kepar tidak merasa marah dan kecewa.
Hingga akhirnya kedua orang tua Kepar pun saling memaafkan atas kesalahan masing-masing yang menyebabkan mereka bercerai.
Ayah dan Ibu juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Si Kepar, karena telah menyatukan mereka kembali,
melalui cara yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Si Kepar justru tersenyum mendengar ucapan kedua orang tuanya tadi.
Dia merasa riang gembira menyambut kehadiran ayahnya di tengah-tengah keluarganya.
Lengkap sudah keluarga si Kepar sekarang. Sudah punya ibu dan ayah.
Sehingga tidak diejek lagi sama teman-temannya dengan sebutan jazah.
Kehidupan mereka bertiga menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya, karena bisa memperbaiki kesalahan di masa lalu.
Serta merasa senang atas jasa anaknya yang cerdik.
Sehingga mereka bertiga dapat hidup makmur, damai, rukun, bahagia, dan sejahtera bersama.