Festival Puisi Musikal Etnik, Mempesona! Rabu, 5 November 2025 di Ubud, Bali

Diposting pada

Sastra dalam Berita

Rangkuman Berita (Jurnalistik + SEO)

Unsur Keterangan Detail SEO & Peristiwa Mencolok
What (Apa) Pagelaran Puisi Musikal bertajuk “Mantra di Tepi Sawah”. Menampilkan kolaborasi antara penyair, penari kontemporer, dan pemusik gamelan.
Who (Siapa) Komunitas Sastra Ubud (KSU) bekerja sama dengan seniman lokal Gianyar dan melibatkan wisatawan internasional. Menarik perhatian blog sastra dan travel blogger Eropa.
When (Kapan) Senja, Rabu, 5 November 2025. Malam yang ditunggu karena menampilkan sajak berbahasa Bali dan Indonesia.
Where (Di mana) Panggung terbuka dengan latar terasering sawah Subak di Ubud, Bali. Lokasi eksotis yang sangat mendukung estetika sastra Bali.
Why (Mengapa Viral) Estetika visual yang kuat (sawah, pakaian tradisional Bali) dipadukan dengan performa sastra yang meditatif dan filosofis. Menjadi representasi unik sastra Indonesia yang berakar pada tradisi lokal Bali.
How (Bagaimana) Puisi dibacakan secara ritmis sambil diiringi musik gamelan yang disinkronisasi dengan gerakan penari. Membangkitkan suasana magis dan sakral.

Tujuan dan Manfaat Kegiatan Sastra

  1. Diplomasi Budaya: Menjadi jembatan antara sastra Indonesia dan pariwisata internasional, menunjukkan kedalaman budaya Bali melampaui visual.
  2. Keseimbangan Tradisi-Modern: Menjaga relevansi bahasa dan nilai-nilai lokal Bali (Subak, Tri Hita Karana) melalui media sastra yang dihidupkan dengan format modern (musikal, performance art).
  3. Kesejahteraan Seniman: Mendukung seniman lokal di Ubud yang berfokus pada sastra etnik dan musik tradisional.

Karya Sastra yang Ditampilkan (Kutipan/Bagian Penting)

Karya baru oleh penyair lokal I Wayan Budiarsa:

Kutipan Sajak “Pesan dari Subak” (Simulasi):

“Air yang mengalir dari Pura bukan sekadar air. Ia adalah janji leluhur. Di tiap bulir padi, ada mantra yang diselipkan Dewi Sri. Jangan kau tukar nyanyian gamelan dengan bisingnya klakson, wahai manusia modern. Sawah ini, yang kau pijak, adalah halaman puisiku. Jika sawah ini mati, sastra kami pun sepi. Kembali, tataplah air, dengarkanlah sajak yang dibisikkan angin di sela-sela padi.”

Semoga peristiwa sastra diatas dapat melepaskan dahaga akan bahasa nan indah menawan, dan menceriakan hidup yang lebih kaya makna.