Peluncuran Antologi Puisi Bahari Kontemporer, Menawan! Selasa, 28 Oktober 2025 di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Diposting pada

Sastra dalam Berita

Aspek Penjelasan Jurnalistik
WHAT (Apa) Peluncuran Antologi Puisi Bahari Kontemporer: Sajak di Laut Perbatasan.
WHO (Siapa) Diadakan oleh Dewan Kesenian Kepulauan Riau (DKKR), melibatkan sastrawan Kepri dan Bangka Belitung.
WHERE (Di mana) Gedung Gonggong, Tanjungpinang, dengan aksi penutup di Pelabuhan.
WHEN (Kapan) Selasa, 28 Oktober 2025.
WHY (Mengapa) Menghidupkan sastra maritim, menyoroti isu perbatasan, dan kampanye lingkungan laut.
HOW (Bagaimana) Antologi dicetak dengan kertas daur ulang dari sampah plastik laut dan aksi pembacaan puisi di atas kapal Phinisi yang menjadi viral.

Analisis Peristiwa & Berita Utama

Analisis Viralitas: Inovasi cetak buku (kertas daur ulang sampah laut) adalah gimmick paling kuat yang didukung oleh isu strategis (Laut Perbatasan Natuna). Aksi di atas kapal Phinisi menarik perhatian visual media.

Peristiwa/Berita Kata Kunci SEO Terkuat
Antologi Dicetak dari Kertas Sampah Plastik Laut Puisi Daur Ulang, Antologi Sastra Bahari, Penerbitan Ramah Lingkungan Kepri.
Sajak Laut Perbatasan Natuna Jadi Sorotan Geopolitik Puisi Perbatasan Natuna, Sastra Melayu Kepri, Isu Geopolitik dalam Sastra.
Aksi Baca Puisi di Atas Kapal Phinisi Menutup Acara Puisi di Kapal Phinisi, Sastra Maritim, Peluncuran Buku Sastra Viral.

Tujuan dan Manfaat Kegiatan Sastra

  1. Sastra Maritim: Menghidupkan kembali sastra yang berorientasi pada laut, nelayan, dan isu perbatasan.
  2. Sadar Lingkungan: Mengintegrasikan isu lingkungan (sampah plastik) dengan produksi karya sastra.
  3. Eksistensi Budaya: Menegaskan identitas Melayu dan pesisir Kepulauan Riau dalam peta sastra nasional.

Karya Sastra yang Ditampilkan

Judul: Garis Tak Tergambar di Laut

(Kutipan Sastra Pilihan)

Bukan garis imajiner yang memisahkan kita,

Melainkan air mata nelayan yang tumpah di batas negara.

Sajak ini adalah kompas bagi jiwa yang tersesat.

Antologi ini dicetak dari jasad plastik yang kau buang,

Agar setiap aksara mengingatkan: laut tak pernah bohong.

Di Tanjungpinang, di Selat Malaka yang biru,

Kami adalah penjaga kata, penjaga mercu, penjaga air.

Semoga peristiwa sastra diatas dapat melepaskan dahaga akan bahasa nan indah menawan, dan menceriakan hidup yang lebih kaya makna.