Sastra dalam Berita
Rangkuman Berita (Jurnalistik + SEO)
| Unsur | Keterangan | Detail SEO & Peristiwa Mencolok |
| What (Apa) | Acara peluncuran novel dan diskusi sastra bertajuk “Pelabuhan Kata: Sastra Batam dan Kisah Perbatasan”. | Novel baru berjudul “Jarak Antara Batam dan Johor” yang membahas isu TKI dan perbatasan. |
| Who (Siapa) | Penulis Riau-Kepri, Komunitas Sastra Pesisir, dan dihadiri oleh aktivis perlindungan pekerja migran. | Fokus pada diskusi yang serius dan berbasis data. |
| When (Kapan) | Malam hari, Rabu, 5 November 2025. | Menjadi sorotan media karena mengangkat isu sosial yang sensitif. |
| Where (Di mana) | Galeri Seni di kawasan Pelabuhan Sekupang, Kota Batam. | Lokasi strategis yang dekat dengan aktivitas pergerakan pekerja migran dan perbatasan. |
| Why (Mengapa Viral) | Topik novel sangat relevan dengan Batam sebagai kota transit, menyentuh empati publik terhadap isu pekerja migran yang sering terabaikan. | Sastra sebagai alat advokasi sosial di wilayah perbatasan. |
| How (Bagaimana) | Melalui bedah buku yang menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang (sastrawan, akademisi, aktivis TKI). | Diskusi berlangsung hangat dan penuh haru. |
Tujuan dan Manfaat Kegiatan Sastra
- Advokasi Sosial: Menjadi suara bagi para pekerja migran dan isu perbatasan, menggunakan fiksi untuk menggugah kesadaran masyarakat luas dan pemerintah.
- Sastra Kawasan: Memperkuat genre sastra perbatasan Indonesia, yang berfokus pada dinamika sosial dan psikologis di antara dua negara (Indonesia dan Malaysia/Singapura).
- Empati: Mengajak pembaca merasakan pengalaman nyata dan kesulitan yang dihadapi para pahlawan devisa di wilayah perbatasan.
Karya Sastra yang Ditampilkan (Kutipan/Bagian Penting)
Kutipan Novel “Jarak Antara Batam dan Johor” (Simulasi):
Kutipan Novel (Simulasi):
“Setiap malam di Sekupang, kami menyaksikan ribuan lampu Johor. Lampu itu bukan penerang, Nona, melainkan jarum-jarum tajam yang menusuk mata kami. Sejengkal laut itu adalah jarak yang diukur dengan air mata dan rindu yang tak terkirim. Batam hanyalah pelabuhan tunggu. Kami di sini, membawa mimpi yang kelewat berat untuk ditimbang di imigrasi. Dan kata-kata di novel ini adalah satu-satunya paspor yang sah menuju keadilan.”
Semoga peristiwa sastra diatas dapat melepaskan dahaga akan bahasa nan indah menawan, dan menceriakan hidup yang lebih kaya makna.

