Sastra dalam Berita
Rangkuman Berita Sastra (3 Peristiwa Viral)
Jayapura hari ini menjadi trending dengan kegiatan sastra yang berfokus pada keragaman bahasa dan perjuangan identitas di Papua.
Apa (What): “Pesta Sastra Puncak Jaya: Menulis di Atas Kabut”. Tiga kegiatan: 1) Pembacaan puisi multilingual (Indonesia, Dani, Amungme) bertema harapan dan tanah air. 2) Diskusi panel tentang peran sastra dalam melestarikan bahasa-bahasa daerah di Papua. 3) Pameran ilustrasi dan seni rupa dari seniman lokal dengan narasi puisi.
Siapa (Who): Digelar oleh Komunitas Sastra Papua Muda (KSPM) bekerjasama dengan Balai Bahasa Papua. Dihadiri oleh tokoh adat dan akademisi.
Kapan (When): Acara puncak pembacaan puisi digelar malam ini, Senin, 3 November 2025.
Di Mana (Where): Bertempat di Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Mengapa (Why): Untuk memberikan ruang ekspresi bagi penulis Papua dalam menyuarakan isu-isu sosial, budaya, dan identitas, sekaligus mendorong pelestarian kekayaan bahasa daerah.
Bagaimana (How): Pembacaan puisi dilakukan dengan format kolaboratif, di mana satu puisi dibacakan secara estafet dalam berbagai bahasa daerah sebelum diakhiri dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia yang puitis.
Tujuan dan Manfaat Kegiatan Sastra
Tujuan:
- Sastra Identitas: Menggunakan sastra untuk merefleksikan dan menguatkan identitas budaya masyarakat Papua di tengah modernisasi.
- Pelestarian Bahasa: Menciptakan ketertarikan publik, khususnya generasi muda, terhadap bahasa-bahasa lokal yang terancam punah.
Manfaat:
- Menjadi inspirasi bagi penulis dari wilayah timur Indonesia.
- Membuka wawasan publik nasional mengenai kehidupan dan budaya di Papua.
- Mendorong terciptanya karya sastra yang jujur dan otentik tentang Timur Indonesia.
Karya Sastra yang Ditampilkan:
Puisi dari Kumpulan Menulis di Atas Kabut
SEBUAH BUKIT DI WAENA
Kami tanam harapan di tanah yang merah, Dengan tinta yang diambil dari getah matoa. Suara kami adalah nyanyian gunung-gunung, Bahasa kami adalah bisikan honai tua.
Nduga kura, Wamena kura, Jayapura kura… (Kami punya tanah, kami punya rumah…) Jangan ukur kemajuan kami dengan sinyal ponsel, Ukurlah dengan berapa banyak bahasa ibu yang masih hidup di lidah anak-anak kami.
Semoga peristiwa sastra diatas dapat melepaskan dahaga akan bahasa nan indah menawan, dan menceriakan hidup yang lebih kaya makna.

